_
BANJARESE
COLLECTION OF FREE STUDIES
Change to views  Mobile1, 2 Laptop 
Asia   ☮ Disney   ☮ Formula1   ☮ Java   ☮ Law   ☮ Maros   ☮ Movies   ☮ National Hero
Search in Collection of Free Studies   
Germanic tribes  (Previous article)(Next articleBenjamin

Suku Banjar

Suku Banjar
Urang Banjar اورڠ بنجر
Pangeran Antasari Museum Lambung Mangkurat.jpgPangeran Moh. Noor.jpgIdhamChalid.jpgSaadillah mursjid.jpg
Syamsul-mu'arif 2.jpgKabinet taufik e.jpgHafiz-anshari.jpgGusti muhammad hatta.jpg
Rudy Ariffin.jpgArifin ilham.jpgOlla Ramlan.jpgPevita EP.jpg
Jumlah populasi

Kurang bertambah 5,4 juta (2010)

Kawasan dengan populasi yang signifikan
Indonesia (sensus 2010)4.127.124[1]
        Kalimantan Selatan2.686.627 
        Kalimantan Tengah464.260 
        Kalimantan Timur440.453 
        Riau227.239 
        Sumatera Utara125.707 
        Jambi102.237 
        Kalimantan Barat14.430 
        Jawa Timur12.405 
        Kepulauan Riau11.811 
Malaysia1.234.000[2]
Bahasa
Banjar, Indonesia, dan Melayu
Agama
Islam[3]
Kelompok etnik terdekat
Melayu, Kutai, Jawa, Dayak (Bukit, Bakumpai, Ngaju, Maanyan, Lawangan)
Sketsa seorang pembesar Kerajaan Banjar bertambah kurang tahun 1850 (koleksi Museum Lambung Mangkurat).

Suku bangsa Banjar[4] (bahasa Banjar: Urang Banjar / اورڠ بنجر atau bahasa Dayak Ngaju: Oloh Masih)[5][6][7] yaitu suku bangsa atau etnoreligius Muslim yang menempati beberapa luhur wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, dan sejak masa zaman ke-17 mulai menempati beberapa Kalimantan Tengah dan beberapa Kalimantan Timur terutama kawasan dataran rendah dan ronde hilir dari Kawasan Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut.[8][9][10][11] Perkampungan Banjar juga dapat ditemukan di Kalimantan Barat misalnya di kelurahan Banjar Serasan dan di pedalaman Sabah misalnya Kampung Banjar di Keningau.[12][13][14][15][16] Suku Banjar terkadang juga disebut Melayu Banjar, tetapi penamaan tersebut jarang dipergunakan.[17]

Suku bangsa Banjar berasal dari kawasan Banjar yang adalah pembauran masyarakat DAS Bahau (koreksi: DAS Bahan/DAS Negara), Das Barito, DAS Martapura dan DAS Tabanio.[18] Sungai Barito ronde hilir adalah pusatnya suku Banjar. Kedatangan suku Banjar bukan hanya sebagai konsep etnis tetapi juga konsep politis, sosiologis, dan agamis. Dengan agenda liguistik, bahasa yang dipergunakan suku Banjar adalah perpaduan rumpun bahasa Melayik dan Barito Raya.

Sejak masa zaman ke-19, suku Banjar mulai bermigrasi ke jumlah tempat di Kepulauan Melayu dan mendirikan kantong-kantong pemukiman di sana.

Daftar isi

Sejarah

Dengan agenda liguistik suku Banjar serumpun dengan suku Kedayan, Dayak Kendayan (logat Dayak: Kanayatn), Dayak Iban, dan rumpun Melayu Lokal (termasuk Dayak Meratus) yaitu rumpun bahasa Melayik. Mitologi suku Dayak Meratus (Dayak Bukit) menerangkan bahwa Suku Banjar (terutama Banjar Pahuluan) dan Suku Bukit adalah keturunan dari dua kakak telah tersedia beradik-berkakak kandung yang lebih muda yaitu Si Ayuh (Sandayuhan) yang mengurangi suku Bukit dan Bambang Basiwara yang mengurangi suku Banjar. Dalam khasanah kisah prosa rakyat berbahasa Dayak Meratus ditemukan legenda yang sifatnya mengakui atau bahkan melegalkan keserumpunan genetika (saling berkerabat dengan agenda geneologis) selang orang Banjar dengan orang Dayak Meratus. Dalam kisah prosa rakyat berbahasa Dayak Meratus dimaksud terungkap bahwa nenek moyang orang Banjar yang bernama Bambang Basiwara yaitu beradik-berkakak kandung yang lebih muda dari nenek moyang orang Dayak Meratus yang bernama Sandayuhan. Bambang Basiwara digambarkan sebagai beradik-berkakak kandung yang lebih muda yang berfisik lemah tapi berotak tajam pikiran. Sedangkan Sandayuhan digambarkan sebagai kakak yang berfisik kuat dan jago berkelahi. Berdasarkan dengan statusnya sebagai nenek-moyang atau cikal-bakal orang Dayak Maratus, maka nama Sandayuhan sangat terkenal di kalangan orang Dayak Meratus. Sangat jumlah tempat-tempat di seantero pegunungan Meratus yang sejarah keberadaannya diceritakan berasal-usul dari gerak-gerak yang dibuat heroik Sandayuhan. Salah satu di selangnya yaitu tebing batu berkepala tujuh, yang konon yaitu penjelmaan dari Samali’ing, setan berkepala tujuh yang sukses dikalahkannya dalam suatu kontak fisik yang sangat menentukan.[19] Orang Banjar adalah keturunan Dayak yang telah memeluk Islam akhir mengadopsi aturan sejak dahulu kala istiadat Jawa, Melayu, Bugis dan Cina.[20]

Menurut Denys Lombard, pada jaman kuna beberapa luhur masyarakat Kalimantan Selatan (terutama kawasan Batang Banyu) adalah keturunan pendatang dari Jawa.[21] Pendapat lain menerangkan, suku Banjar jejak akarnya dari Sumatera bertambah dari 1500 tahun yang lampau.[22] Djoko Pramono menerangkan bahwa suku Banjar berasal dari suku Orang Laut yang menetap di Kalimantan Selatan.[23]

Suku bangsa Banjar diduga berasal mula dari masyarakat asal Sumatera atau kawasan bertambah kurangnya, yang membangun tanah air baru di kawasan Tanah Banjar (sekarang wilayah provinsi Kalimantan Selatan) bertambah kurang bertambah dari seribu tahun yang lalu. Setelah berlalu masa yang lama sekali akhirnya,–setelah bercampur dengan masyarakat yang bertambah asli, yang biasa dinamakan sebagai suku Dayak, dan dengan imigran-imigran yang berdatangan belakangan–terbentuklah setidak-tidaknya tiga subsuku, yaitu (Banjar) Pahuluan, (Banjar) Batang Banyu, dan Banjar (Kuala).

Banjar Pahuluan pada asasnya adalalah masyarakat kawasan lembah-lembah sungai (cabang sungai Negara) yang berhulu ke pegunungan Meratus. Banjar Batang Banyu menempati lembah sungai Negara, sedangkan orang Banjar Kuala menempati bertambah kurang Banjarmasin dan Martapura. Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada asasnya yaitu bahasa Melayu Sumatera atau bertambah kurangnya, yang di dalamnya terdapat jumlah kosa ucap asal Dayak dan Jawa. Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu (sebelum kesultanan Banjar dihapuskan pada tahun 1860) yaitu warga Kesultanan Banjarmasin atau disingkat Banjar, berdasarkan dengan nama ibukotanya pada mula berdirinya. Ketika ibukota dialihkan ke arah pedalaman (terakhir di Martapura), nama tersebut nampaknya sudah baku atau tidak berganti pulang.[24]

Sejak masa zaman ke-19, suku Banjar migrasi ke pantai timur Sumatera dan Malaysia, tetapi di Malaysia Barat, suku Banjar digolongkan ke dalam suku Melayu, hanya di Tawau (Sabah, Malaysia Timur) yang masih menyebut diriya suku Banjar. Di Singapura, suku Banjar sudah luluh ke dalam suku Melayu.

Kesultanan Banjar sebelumnya meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah seperti saat ini, akhir pada masa zaman ke-16 terpecah di sebelah barat menjadi kerajaan Kotawaringin yang diberi petunjuk Pangeran Dipati Anta Kasuma bin Sultan Mustain Billah dan pada masa zaman ke-17 di sebelah timur menjadi kerajaan Tanah Bumbu yang diberi petunjuk Pangeran Dipati Tuha bin Sultan Saidullah yang berkembang menjadi beberapa daerah: Sabamban, Pegatan, Koensan, Poelau Laoet, Batoe Litjin, Cangtoeng, Bangkalaan, Sampanahan, Manoenggoel, dan Tjingal. Wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur adalah tanah rantau primer, selanjutnya dengan aturan sejak dahulu kala istiadat maadam, orang Banjar merantau sampai ke luar pulau misalnya ke Kepulauan Sulu bahkan menjadi salah satu dari lima etnis yang pembentuk Bangsa Suluk atau Tausug (yakni percampuran orang Buranun, orang Tagimaha, orang Baklaya, orang Dampuan/Champa dan orang Banjar). Hubungan selang Banjar dengan Kepulauan Sulu atau Banjar Kulan terjalin ketika para pedagang Banjar mengantar seorang Puteri dari Raja Banjar untuk menikah dengan penguasa suku Buranun (suku tertua di Kepulauan Sulu). Salah satu rombongan bangsa Suluk yang menghindari kolonial Spanyol dan mengungsi ke Kesultanan Banjar yaitu moyang dari Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

Banjar Pahuluan

Orang Pahuluan

Sangat mungkin sekali pemeluk Islam sudah hadir sebelumnya di bertambah kurang keraton yang didirikan di Banjarmasin, tetapi pengislaman dengan agenda massal diduga terjadi setelah raja Pangeran Samudera yang akhir dilantik menjadi Sultan Suriansyah, memeluk Islam diikuti warga kerabatnya, yaitu bubuhan raja-raja. Perilaku raja ini diikuti elit ibukota, masing-masing pasti menjumpai masyarakat yang bertambah asli, yaitu suku Dayak Bukit, yang dahulu diperkirakan menempati lembah-lembah sungai yang sama. Dengan memperhatikan bahasa yang dikembangkannya, suku Dayak Bukit yaitu satu asal usul dengan cikal bakal suku Banjar, yaitu sama-sama berasal dari Sumatera atau bertambah kurangnya, tetapi mereka bertambah dahulu menetap. Kedua kelompok masyarakat Melayu ini memang hidup bertetangga, tetapi setidak-tidaknya pada masa awal, pada asasnya tidak berbaur. Jadi, meskipun kelompok Suku Banjar (Pahuluan) membangun pemukiman di suatu tempat, yang mungkin tidak terlalu jauh kedudukannya dari balai suku Dayak Bukit, namun masing-masing adalah kelompok yang berdiri sendiri.

Untuk kepentingan keamanan, atau karena memang hadir rantai kekerabatan, cikal bakal suku Banjar membuat komplek pemukiman tersendiri. Komplek pemukiman cikal bakal suku Banjar (Pahuluan) yang pertama ini adalah komplek pemukiman bubuhan, yang pada mulanya terdiri dari seorang tokoh yang berwibawa sebagai kepalanya, dan warga kerabatnya, dan mungkin ditambah dengan keluarga-keluarga lain yang bergabung dengannya. Model yang sama atau hampir sama juga terdapat pada masyarakat balai di kalangan masyarakat Dayak Bukit, yang pada asasnya masih berlaku sampai sekarang. Kawasan lembah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus ini nampaknya wilayah pemukiman pertama masyarakat Banjar, dan di kawasan inilah konsentrasi masyarakat yang jumlah sejak zaman lawas, dan kawasan inilah yang dinamakan Pahuluan. Apa yang dikemukakan di atas menggambarkan terbentuknya masyarakat (Banjar) Pahuluan, yang pasti saja dengan kemungkinan hadirnya unsur Dayak Bukit ikut membuatnya.[24]

Banjar Batang Banyu

Perkampungan orang Batang Banyu

Masyarakat (Banjar) Batang Banyu terbentuk diduga ketat sekali berkaitan dengan terbentuknya pusat kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah Banjar, yang jangan-jangan terbentuk mula pertama di hulu sungai Negara atau cabangnya yaitu sungai Tabalong. Sebagai warga yang berdiam di ibukota pasti adalah kebanggaan tersendiri, sehingga menjadi kelompok masyarakat yang terpisah. Kawasan tepi sungai Tabalong yaitu adalah tempat tinggal tradisional dari suku Dayak Maanyan (dan Lawangan), sehingga diduga jumlah yang ikut serta membuat subsuku Batang Banyu, di samping pasti saja orang-orang asal Pahuluan yang pindah ke sana dan para pendatang yang datang dari luar. Bila di Pahuluan umumnya orang hidup dari bertani (subsistens), maka jumlah di selang masyarakat Batang Banyu yang bermata pencarian sebagai pedagang dan pengrajin.[24]

Banjar Kuala

Perkampungan orang Banjar Kuala

Ketika pusat kerajaan dialihkan ke Banjarmasin (terbentuknya Kesultanan Banjarmasin), beberapa warga Batang Banyu (dibawa) pindah ke pusat kekuasaan yang baru ini dan bersama-sama dengan masyarakat bertambah kurang keraton yang sudah hadir sebelumnya, membuat subsuku Banjar. Di kawasan ini mereka berjumpa dengan suku Dayak Ngaju, yang seperti halnya dengan masyarakat Dayak Bukit dan masyarakat Dayak Maanyan atau Lawangan, jumlah di selang mereka yang pengahabisannya melebur ke dalam masyarakat Banjar, setelah mereka memeluk agama Islam. Mereka yang bertempat tinggal di bertambah kurang ibukota kesultanan inilah sebenarnya yang dinamakan atau menamakan dirinya orang Banjar, sedangkan masyarakat Pahuluan dan masyarakat Batang Banyu biasa menyebut dirinya sebagai orang (asal dari) kota-kota lawas yang terkemuka dahulu. Tetapi bila hadir di luar Tanah Banjar, mereka itu tanpa kecuali mengaku sebagai orang Banjar.[24]

Berbeda dengan pendapat Alfani Daud, yang menerangkan bahwa isi suku Banjar yaitu para pendatang Melayu dari Sumatera dan sekitarnya,[24] maka pendapat Idwar Saleh justru bertambah menekankan bahwa masyarakat asli suku Dayak yaitu isi suku Banjar yang akhir bercampur membuat kesatuan politik sebagaimana Bangsa Indonesia dilengkapi dengan bahasa Indonesia-nya.

Demikian kita dapatkan keraton keempat yaitu lanjutan dari kerajaan Daha dalam wujud kerajaan Banjar Islam dan berpadunya suku Ngaju, Maanyan dan Bukit sebagai isi. Inilah masyarakat Banjarmasih ketika tahun 1526 didirikan. Dalam amalgamasi (campuran) baru ini telah bercampur unsur Melayu, Jawa, Ngaju, Maanyan, Bukit dan suku kecil lainnya dieratkan oleh agama Islam, berbahasa Banjar dan aturan sejak dahulu kala istiadat Banjar oleh difusi kebudayaan yang hadir dalam keraton. Di sini kita dapatkan bukan suku Banjar, karena kesatuan etnik itu tidak hadir, yang hadir yaitu grup atau kelompok luhur yaitu kelompok Banjar Kuala, kelompok Banjar Batang Banyu dan Banjar Pahuluan.

Yang pertama tinggal di kawasan Banjar Kuala sampai dengan kawasan Martapura. Yang kedua tinggal di sepanjang sungai Tabalong dari muaranya di sungai Barito sampai dengan Kelua. Yang ketiga tinggal di kaki pegunungan Meratus dari Tanjung sampai Pelaihari. Kelompok Banjar Kuala berasal dari kesatuan-etnik Ngaju, kelompok Banjar Batang Banyu berasal dari kesatuan-etnik Maanyan, kelompok Banjar Pahuluan berasal dari kesatuan etnik Bukit. Ketiga ini yaitu isinya. Mereka menganggap bertambah belaku sopan dan menjadi kriteria dengan yang bukan Banjar, yaitu golongan Kaharingan, dengan ejekan orang Dusun, orang Biaju, Bukit dsb-nya.[25]

Ketika Pangeran Samudera mendirikan kerajaan Banjar, dia ditolong oleh orang Ngaju, ditolong patih-patihnya seperti Patih Belandean, Patih Belitung, Patih Kuwi dsb-nya serta orang Bakumpai yang dikalahkan. Demikian pula masyarakat Daha yang dikalahkan beberapa luhur orang Bukit dan Maanyan. Kelompok ini diberi agama baru yaitu agama Islam, akhir mengangkat sumpah setia kepada raja, dan sebagai tanda setia memakai bahasa ibu baru dan meninggalkan bahasa ibu lama. Sah orang Banjar itu bukan kesatuan etnis tetapi kesatuan politik, seperti bangsa Indonesia.[26]

Sosio-historis

Dengan agenda sosio-historis masyarakat Banjar yaitu kelompok sosial heterogen yang terkonfigurasi dari bermacam sukubangsa dan ras yang selama ratusan tahun telah menjalin kehidupan bersama, sehingga akhir membuat identitas etnis (suku) Banjar. Artinya, kelompok sosial heterogen itu memang terbentuk melewati pengolahan yang tidak sepenuhnya alami (priomordial), tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang cukup kompleks. [27]

Islam telah menjadi ciri masyarakat Banjar sejak beberapa masa zaman lamanya yang silam. Islam juga telah menjadi identitas mereka, yang membedakannya dengan kelompok-kelompok Dayak yang hadir di bertambah kurangnya, yang umumnya masih menganut religi sukunya. Memeluk Islam adalah kebanggaan tersendiri, setidak-tidaknya dahulu, sehingga berpindah agama di kalangan masyarakat Dayak dijelaskan sebagai "babarasih" (membersihkan diri) di samping menjadi orang Banjar.[24]

Masyarakat Banjar bukanlah suatu yang hadir begitu saja, tapi dia adalah konstruksi historis dengan agenda sosial suatu kelompok manusia yang mengharapkan suatu komunitas tersendiri dari komunitas yang hadir di kepulauan Kalimantan. Etnik Banjar adalah wujud perjumpaan bermacam kelompok etnik yang memiliki asal usul beragam yang dihasilkan dari sebuah pengolahan sosial masyarakat yang hadir di kawasan ini dengan titik berangkat pada pengolahan Islamisasi yang dilakukan oleh Demak sebagai syarat berdirinya Kesultanan Banjar. Banjar sebelum berdirinya Kesultanan Islam Banjar belumlah dapat dijelaskan sebagai sebuah ksesatuan identitas suku atau agama, namun bertambah tepat adalah identitas yang merujuk pada kawasan teritorial tertentu yang menjadi tempat tinggal[28].

Suku Banjar yang semula terbentuk sebagai entitas politik terbagi 3 grup (kelompok besar) berdasarkan teritorialnya dan unsur pembentuk suku berdasarkan persfektif kultural dan genetis yang menggambarkan percampuran masyarakat pendatang dengan masyarakat asli Dayak:

  1. Grup Banjar Pahuluan yaitu campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak Meratus yang berbahasa Melayik (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai ciri kelompok)
  2. Grup Banjar Batang Banyu yaitu campuran orang Pahuluan, orang Melayu-Hindu/Buddha, orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak Lawangan, orang Dayak Bukit dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan sebagai ciri kelompok)
  3. Grup Banjar Kuala[29] yaitu campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju (Berangas, Bakumpai)[30], orang Kampung Melayu[31], orang Kampung Bugis-Makassar[32], orang Kampung Jawa[33], orang Kampung Arab[34], dan beberapa orang Cina Parit yang masuk Islam (unsur Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok). Pengolahan amalgamasi masih berjalan sampai sekarang di dalam grup Banjar Kuala yang tinggal di kawasan Banjar Kuala - kawasan yang dalam perkembangannya mengarah sebuah kota metropolitan yang menyatu (Banjar Bakula).

Dengan mengambil pendapat Idwar Saleh tentang isi suku Banjar, maka percampuran suku Banjar dengan suku Dayak Ngaju/suku serumpunnya (Kelompok Barito Barat) yang hadir di sebelah barat Banjarmasin (Kalimantan Tengah) dapat kita asumsikan sebagai kelompok Banjar Kuala juga. Di sebelah utara Kalimantan Selatan terjadi percampuran suku Banjar dengan suku Maanyan/suku serumpunnya (Kelompok Barito Timur) seperti Dusun, Lawangan dan suku Pasir di Kalimantan Timur yang juga berbahasa Lawangan, dapat kita asumsikan sebagai kelompok Banjar Batang Banyu. Percampuran suku Banjar di tenggara Kalimantan yang jumlah terdapat suku Bukit kita asumsikan sebagai Banjar Pahuluan.

Berdasarkan sensus 1930, suku Banjar di Kalimantan Selatan terdapat di Kota Banjarmasin (89,19%), Afdeeling Banjarmasin tidak termasuk Kota Banjarmasin (94,05%), Afdeeling Hulu Sungai (93,75%), kota Kotabaru (69,45%), Pulau Laut tidak termasuk kota Kotabaru (48,96%), seluruh Tanah Bumbu (56,74%).[35][24]

Suku Banjar di bermacam kawasan

Peta penyebaran suku bangsa Banjar di bermacam kawasan.

Kalimantan Timur

Suku Banjar di Kalimantan Timur (sering disebut juga suku Melayu), adalah 15 % dari populasi masyarakat. Suku Banjar terdapat seluruh kabupaten dan kota di Kaltim. Suku Banjar Kaltim bertambah jumlah populasinya dibandingkan suku Kutai, maupun suku Dayak setempat. Beberapa kecamatan yang terdapat jumlah suku Banjarnya misalnya Kecamatan Kenohan dan Jempang, Samarinda Barat, Samarinda Timur (Samarinda), Balikpapan, Tarakan dan di muara sungai Kelay, Berau. Suku Banjar adalah 4,5% dari populasi Kabupaten Kutai Barat.[36] Menurut sensus 1930, suku Banjar terdapat di Kota Balikpapan (31,56%), Kota Samarinda (54,93%), wilayah Kutai ronde Timur tidak termasuk Kota Samarinda (33,09%), Kota Tanjung Selor (35,70%).[35][24]

Migrasi suku Banjar (Batang Banyu) ke Kalimantan Timur terjadi tahun 1565, yaitu orang-orang Amuntai yang diberi petunjuk Aria Manau (ayah Puteri Petung) dari Kerajaan Kuripan (versi lainnya dari Kerajaan Bagalong di Kelua, Tabalong) yang adalah cikal bakal berdirinya Kerajaan Sadurangas di kawasan Paser, selanjutnya suku Banjar juga tersebar di kawasan lainnya di Kalimantan Timur. Organisasi Suku Banjar di Kalimantan Timur yaitu Kerukunan Bubuhan Banjar-Kalimantan Timur (KBB-KT).

Kalimantan Tengah

Suku Banjar di Kalimantan Tengah sering pula disebut Banjar-Melayu Pantai atau Banjar-Dayak, maksudnya suku Banjar yang terdapat di kawasan Dayak Luhur yaitu nama lama Kalimantan Tengah. Menurut sensus tahun 2000, Suku Banjar adalah 24,20 % dari populasi masyarakat dan sebagai suku terbanyak di Kalteng.[37] Tahun 2000 (sebelum pemekran daerah), suku Banjar terdapat di Kabupaten Kapuas (40,5%), Palangkaraya (27,64%), Kotawaringin Timur (20,3%), Kotawaringin Barat (16,02%), Barito Selatan (10,5%) dan Barito Utara (2,56%).

Komposisi etnis di Kalteng berdasarkan sensus tahun 2000 terdiri suku Banjar (24,20%), Jawa (18,06%), Ngaju (18,02%), Dayak Sampit (9,57%), Bakumpai (7,51%), Madura (3,46%), Katingan (3,34%), Maanyan (2,80%) dan tidak diketahui luhur jumlah suku Melayu. Tetapi jika digabungkan suku Dayak (Ngaju, Sampit, Maanyan, Bakumpai) mencapai 37,90%. Menurut sensus tahun 1930 masyarakat Central Borneo (Kalteng dan beberapa Kalbar) berjumlah 619.402 terdiri suku Dayak (63,49%), suku Melayu (26,64%), suku Banjar (5,95%), suku Jawa (2,51%), Bugis (1,09%) dan sisanya suku lainnya yang tidak dijelaskan.[37][38]

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa suku Banjar yang hadir sekarang di Kalimantan Tengah adalah asimilasi suku Banjar dengan suku Melayu (Kotawaringin) yang menempati pesisir barat Kalimantan Tengah. Suku Banjar terutama menempati pesisir timur Kalimantan Tengah, misalnya menurut sensus 1930, masyarakat Kota Kuala Kapuas 50,28% adalah suku Banjar.[24] Prosentase suku Banjar dan Melayu merasai penurunan yang disebabkan karena pengembangan prosentase suku lain seperti suku Jawa dan Madura melewati migrasi. [37] Pada tahun 1930, di Kalimantan Selatan juga terdapat 2.765 jiwa suku Melayu yaitu di Banjarmasin 1.512 jiwa dan kota Tanjung 1.253 jiwa. Suku Melayu tersebut diduga juga telah melebur ke dalam suku Banjar.

Perkampungan suku Banjar Kalteng terutama terdapat kawasan kuala dari sungai Mentaya di Kabupaten Kotawaringin Timur dan sungai Seruyan di Kabupaten Seruyan, misalnya desa Tanjung Rangas dan Pematang Panjang.

Migrasi suku Banjar (Banjar Kuala) ke Kalimantan Tengah terutama terjadi pada masa pemerintahan Sultan Banjar IV yaitu Raja Maruhum atau Sultan Musta'inbillah (1650-1672), yang telah mengizinkan berdirinya Kerajaan Kotawaringin dengan rajanya yang pertama Pangeran Dipati Anta-Kasuma.

Suku Banjar yang datang dari lembah sungai Negara (wilayah Batang Banyu) terutama orang Negara (urang Nagara) yang datang dari Kota Negara (bekas ibukota Kerajaan Negara Daha) telah cukup lama menempati wilayah Kahayan Kuala, Balik Pisau, yang akhir disusul orang Kelua (Urang Kalua) dari Tabalong dan orang Hulu Sungai lainnya menempati kawasan yang telah dirintis oleh orang Negara. Puak-puak suku Banjar ini pengahabisannya melakukan perkawinan campur dengan suku Dayak Ngaju setempat dan memperkembangkan agama Islam di kawasan tersebut.

Sedangkan migrasi suku Banjar ke wilayah Barito, Kalimantan Tengah terutama pada masa perjuangan Pangeran Antasari melawan Belanda bertambah kurang tahun 1860-an. Suku-suku Dayak di wilayah Barito mengangkat Pangeran Antasari (Gusti Inu Kartapati) sebagai raja dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin bermarkas di Puruk Cahu (Murung Raya), setelah mangkat beliau perjuangannya dilakukan oleh putranya yang bergelar Sultan Muhammad Seman.

Jawa Tengah

Masjid Kampung Banjar Semarang
Kampung Banjar, Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara

Menurut Serat Maha Parwa, masyarakat Jawa berasal dari Hindustan dan Siam yang sebelumnya singgah di Nusa Kencana (Kalimantan).[39] Di daratan kota Rembang telah ditemukan bangkai perahu lawas dibuat dari kayu ulin diduga berasal dari Kalimantan Selatan.[40]Berdasarkan Hikayat Banjar (1663) dapat diketahui bahwa Sultan Demak telah mengirimkan seribu pasukan untuk membantu Pangeran Samudera (raja Banjarmasih) untuk berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung penguasa Kerajaan Negara Daha penghabisan. Kemenangan pengahabisannya diraih oleh Pangeran Samudera sebagai Sultan Banjarmasin ke-1, sedangkan Pangeran Tumenggung diijinkan menetap di kawasan Alay dengan seribu masyarakat. Selama peperangan tersebut tertangkap pula 40 orang Negara Daha baik laki-laki maupun perempuan, yang akhir dibawa ke Demak dan Tadunan sebagai ganti 20 orang prajurit Demak yang gugur. Kejadian berlaku bertambah kurang tahun 1520-1526[41][42] Dewasa ini Suku Banjar di Jawa Tengah hanya berkisar 10.000 jiwa. Suku Banjar terutama bermukim di Kota Semarang dan Kota Surakarta.[43] Dahulu, suku Banjar kebanyakan bermukim di Kampung Banjar[44] dalam wilayah kelurahan Dadapsari. Kelurahan ini juga dikenal sebagai Kampung Melayu.

Migrasi suku Banjar ke kota Semarang perhitungan pada pengahabisan masa zaman ke-19 dan bermukim di sebelah barat kali Semarang berdekatan dengan eks kelurahan Mlayu Darat. Di wilayah ini suku Banjar membaur dengan etnis lainnya seperti Arab-Indonesia, Gujarat, Melayu, Bugis dan suku Jawa setempat. Keunikan suku Banjar di kampung ini, mereka mendirikan rumah panggung (rumah ba-anjung) yang sudah beradaptasi dengan sekeliling yang terkait setempat, tetapi sayang kebanyakan rumah tersebut sudah mulai tergusur karena kondisi yang sudah tua maupun faktor dunia (air pasang, rob) yang hampir menenggelamkan kawasan ini belakang suatu peristiwa banjir pasang air laut.[45]

Sedangkan di Surakarta, suku Banjar kebanyakan bermukim di Kelurahan Jayengan. Suku Banjar di Surakarta memiliki yayasan bernama Darussalam, yang diambil dari nama Pesantren terkenal yang hadir di kota Martapura. Kebanyakan suku Banjar di Jawa Tengah adalah generasi ke-5 dari keturunan Martapura, Kabupaten Banjar. Tokoh suku Banjar di Jawa Tengah yaitu (alm) Drs. Rivai Yusuf asal Martapura, yang pernah memegang posisi Bupati Pemalang dan Kepala Dinas Perlistrikan Jawa Tengah. Dia juga ketua Rantai Keluarga Kalimantan ke-1, saat ini dijabat Bp. H Akwan dari Kalimantan Barat. Di samping itu hadir pula Rantai Keluarga Banjar di Semarang, yang diketuai H. Karim Bey Widaserana dari Barabai. [46]

Sulawesi

Di Makassar, etnis Banjar umumnya sebagai pedagang perhiasan, tukang jahit, tukang emas, pedagang batu permata dan pembuat kopiah.[47] Diketahui, hadir sebuah perkampungan suku Banjar di Kota Manado yaitu Kelurahan Banjer, yang mengisyaratkan bahwa hadir Suku Banjar yang bermukim di Sulawesi Utara. Selain itu, hadir tokoh Banjar yang lahir di Manado seperti Muhammad Thoha Ma'ruf.

Pada tahun 1884, seorang cucu Pangeran Antasari bernama Pangeran Perbatasari dibuang ke Kampung Jawa Tondano karena memberontak kepada Belanda. Di sana, dia menikah dengan seorang wanita Jaton (Jawa Tondano). Beberapa tahun akhir, beradik-berkakaknya Gusti Amir juga menyusul ke sana dan menikah dengan wanita Jaton. Orang Jaton keturunan para pangeran asal Banjar ini menyandang fam Perbatasari dan Sataruno.[48]

Sumatera dan Malaysia

Suku Banjar di Malaysia, mayoritas keturunan Banjar Pahuluan. Selain suku Banjar juga memasukan keturunan suku Kutai, suku Berau dan suku Bakumpai (Dayak Ngaju muslim), yang biasa dikategorikan dalam Rumpun Banjar. Negara Malaysia dibuat dari gabungan empat negara: Malaya, Sarawak, Sabah dan Singapura (keluar tahun 1969). Berdasarkan sensus 1911 masyarakat Malaya Britania (sekarang Malaysia Barat) yang adalah suku Banjar berjumlah 21.227 jiwa, dengan komposisi 81% tinggal di Perak, 13.5% di Selangor dan 3.7% di Johor sedangkan di negara ronde lain bilangannya kecil. Bertambah 88% suku Banjar di Perak tinggal di kawasan Kerian, sementara kebanyakan suku Banjar di Selangor tinggal di Kuala Langat (Tunku Shamsul Bahrin 1964: 150). Pada tahun 1921 suku Banjar meningkat hampir 80% menjadi 37.484 jiwa. Pengembangan paling luhur berlaku di Johor, dari 782 jiwa pada tahun 1911 menjadi 8.365 jiwa pada tahun 1921. Kebanyakan suku Banjar di Johor ditemui di Batu Pahat (5.711 jiwa) dan di Kukub (1.166 jiwa). Di Perak pengembangan jumlah suku Banjar terjadi di kawasan Hilir Perak, sedangkan di Selangor terjadi di kawasan Kuala Selangor (Tunku Shamsul Bahrin 1964: 151). Selang tahun 1921 sampai 1931 masyarakat suku Banjar telah bertambah 7.503 jiwa menjadi 45.351 jiwa. Pada saat itu Perak, Johor dan Selangor masih adalah tiga negeri dengan masyarakat suku Banjar terbanyak dimana tinggal 96% suku Banjar yang hadir di Malaya. Tetapi dalam periode itu terjadi seberapa perubahan dalam taburan suku Banjar di Malaya. Jika sebelum itu, bertambah 50% orang Banjar tinggal di Perak, pada tahun 1931, bilangan orang Banjar di negeri itu telah berkurang. Sebaliknya, bilangan orang Banjar di Johor dan Selangor telah bertambah, karena beberapa orang Banjar di Perak telah berpindah ke Johor dan Selangor yang merasai pengembangan ekonomi yang bertambah pesat.[49]

Suku Banjar sudah lama terdapat di Sumatera.[50][51] Berdasarkan sensus tahun 1930, suku Banjar di Sumatera berjumlah 77.838 jiwa yang terdistribusi di Plantation belt (Pantai Timur Sumatera Utara) 31.108 jiwa, di Sumatera ronde Tengah 46.063 jiwa dan di Sumatera ronde Selatan 430 jiwa.[52] Belakangan, suku Banjar di Sumatera jumlah yang berpindah ke Malaysia sebelum kemerdekaannya. Suku Banjar yang tinggal di Sumatera (Tembilahan, Tungkal, Hamparan Perak (Paluh Kurau), Pantai Kaca pantul, Perbaungan) dan Malaysia adalah anak, cucu, intah, piat dari para imigran etnis Banjar yang datang dalam tiga gelombang migrasi luhur.

Pertama, pada tahun 1780 terjadi migrasi besar-besaran ke pulau Sumatera. Etnis Banjar yang menjadi emigran ketika itu yaitu para pendukung Pangeran Amir yang menderita kekalahan dalam peperangan beradik-berkakak selang sesama bangsawan Kesultanan Banjar, yakni Pangeran Tahmidullah. Mereka harus melarikan diri dari wilayah Kesultanan Banjar karena sebagai musuh politik, mereka sudah dijatuhi hukuman mati.

Kedua, pada tahun 1862 terjadi pulang migrasi besar-besaran ke pulau Sumatera. Etnis Banjar yang menjadi imigrannya kali yaitu para pendukung Pangeran Antasari dalam kemelut Peperangan Banjar. Mereka harus melarikan diri dari pusat pemerintahan Kerajaan Banjar di kota Martapura karena kedudukan mereka terdesak sedemikian rupa. Pasukan Residen Belanda yang menjadi musuh mereka dalam Peperangan Banjar yang sudah menguasai kota-kota luhur di wilayah Kerajaan Banjar.

Ketiga, pada tahun 1905 etnis Banjar pulang melakukan migrasi besar-besaran ke pulau Sumatera. Kali ini mereka terpaksa melakukannya karena Sultan Muhammad Seman yang menjadi raja di Kerajaan Banjar ketika itu wafat di tangan Belanda.

Migrasi suku Banjar ke Sumatera khususnya ke Tembilahan, Indragiri Hilir bertambah kurang tahun 1885 di masa pemerintahan Sultan Isa (raja Indragiri sebelum raja yang terakhir). Tokoh etnis Banjar yang terkenal dari kawasan ini yaitu Syekh Abdurrahman Siddiq Al Banjari (Tuan Guru Sapat/Datu Sapat) yang berasal dari Martapura dan memegang posisi sebagai Mufti Kerajaan Indragiri.

Sistem kekerabatan

Waring
Sanggah
Datu
Kai (kakek) + Nini (nenek)
Abah (ayah) + Uma (ibu)
Kakak < ULUN > Ading
Anak
Cucu
Buyut
Intah/Muning

Seperti sistem kekerabatan umumnya, masyarakat Banjar mengenal istilah-istilah tertentu sebagai panggilan dalam keluarga. Skema di samping berpusat dari ULUN sebagai penyebutnya.

Bagi ULUN juga terdapat panggilan untuk beradik-berkakak dari ayah atau ibu, beradik-berkakak tertua disebut Julak, beradik-berkakak kedua disebut Gulu, beradik-berkakak berikutnya disebut Tuha, beradik-berkakak tengah dari ayah dan ibu disebut Angah, dan yang lainnya biasa disebut Pakacil (paman muda/kecil) dan Makacil (bibi muda/kecil), sedangkan termuda disebut Busu. Untuk memanggil beradik-berkakak dari kai dan nini sama saja, begitu pula untuk beradik-berkakak datu.

Disamping sebutan di atas masih hadir pula sebutan lainnya, yaitu:
 · minantu (suami / isteri dari anak ULUN)
 · pawarangan (ayah / ibu dari minantu)
 · mintuha (ayah / ibu dari suami / isteri ULUN)
 · mintuha lambung (saudara mintuha dari ULUN)
 · sabungkut (orang yang satu Datu dengan ULUN)
 · mamarina (sebutan umum untuk beradik-berkakak ayah/ibu dari ULUN)
 · kamanakan (anaknya kakak / beradik-berkakak kandung yang lebih muda dari ULUN)
 · sapupu sakali (anak mamarina dari ULUN)
 · maruai (isteri sama isteri bersaudara)
 · ipar (saudara dari isteri / suami dari ULUN)
 · panjulaknya (saudara tertua dari ULUN)
 · pambusunya (saudara terkecil dari ULUN)
 · badangsanak (saudara kandung)

Untuk memanggil orang yang seumur boleh dipanggil ikam, boleh juga menggunakan ucap diri sendiri untuk menuding diri sendiri. Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang bertambah tua dipergunakan ucap pian, dan ucap ulun untuk menuding diri sendiri.

Islam Banjar

Sebutan Islam Banjar menuding kepada sebuah pengolahan historis dari fenomena inkulturisasi Islam di Tanah Banjar, yang dengan agenda berkesinambungan tetap hidup di dan bersama masyarakat Banjar itu sendiri (Tim Haeda, 2009:3). Dalam ungkapan lain, sebutan Islam Banjar setingkat dengan istilah-istilah berikut: Islam di Tanah Banjar, Islam menurut pemahaman dan pengalaman masyarakat Banjar, Islam yang berperan dalam masyarakat dan aturan sejak dahulu kala istiadat Banjar, atau istilah-istilah lain yang sejenis, pastinya dengan penekanan-penekanan tertentu yang bervariasi selang sebutan yang satu dengan lainnya.

Isi dari Islam Banjar yaitu terdapatnya karakteristik khas yang dimiliki agama Islam dalam pengolahan sejarahnya di Tanah Banjar. Menurut Alfani Daud (1997), ciri khas itu yaitu terdapatnya kombinasi pada level kepercayaan selang kepercayaan Islam, kepercayaan bubuhan, dan kepercayaan sekeliling yang terkait. Kombinasi itulah yang membuat sistem kepercayaan Islam Banjar. Menurut Tim Haeda (2009), di selang ketiga sub kepercayaan itu, yang paling tua dan bertambah asli dalam konteks Banjar yaitu kepercayaan sekeliling yang terkait, karena unsur-unsurnya bertambah merujuk pada pola-pola agama pribumi pra-Hindu. Oleh karena itu, dibandingkan kepercayaan bubuhan, kepercayaan sekeliling yang terkait ini tampak bertambah fleksibel dan buka bagi upaya-upaya modifikasi ketika dihubungkan dengan kepercayaan Islam.

Sejarah Islam Banjar dimulai seiring dengan sejarah pembentukan entitas Banjar itu sendiri. Menurut kebanyakan peneliti, Islam telah berkembang jauh sebelum berdirinya Kerajaan Banjar di Kuin Banjarmasin, meskipun dalam kondisi yang relatif lambat lantaran belum menjadi daya sosial-politik. Kerajaan Banjar, dengan demikian, menjadi tonggak sejarah pertama perkembangangan Islam di wilayah Selatan pulau Kalimantan. Kehadiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjar bertambah kurang tiga masa zaman akhir adalah ronde baru dalam sejarah Islam Banjar yang pengaruhnya masih sangat terasa sampai dewasa ini.

Bahasa

Papan judul dalam Bahasa Banjar dengan huruf Jawi, di kantor Desa Lok Tamu, Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Bahasa Banjar adalah bahasa ibu Suku Banjar. Bahasa ini berkembang sejak zaman Kerajaan Negara Dipa dan Daha yang bercorak Hindu-Buddha sampai datangnya agama Islam di Tanah Banjar. Jumlah kosakata-kosakata bahasa ini sangat mirip dengan Bahasa Dayak, Bahasa Melayu, maupun Bahasa Jawa.

Kebudayaan

Keterampilan Mengolah Lahan Pasang Surut

Kehidupan orang Banjar terutama kelompok Banjar Kuala dan Batang Banyu lekat dengan aturan sejak dahulu kala istiadat sungai. Sebagai fasilitas transportasi, orang Banjar memperkembangkan beragam jukung (perahu) berdasarkan dengan fungsinya yakni Jukung Pahumaan, Jukung Paiwakan, Jukung Paramuan, Jukung Palambakan, Jukung Pambarasan, Jukung Gumbili, Jukung Pamasiran, Jukung Beca Banyu, Jukung Getek, Jukung Palanjaan, Jukung Rombong, Jukung/Perahu Tambangan, Jukung Undaan, Jukung Tiung dsb-nya.[53] Kondisi geografis Kalimantan Selatan yang jumlah memiliki sungai dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh orang Banjar, sehingga salah satu keahlian orang Banjar yaitu mengolah lahan pasang surut menjadi kawasan budi daya pertanian dan permukiman.[54] Sistem irigasi khas orang Banjar yang dikembangkan masyarakat Banjar mengenal tiga macam kanal. Pertama, Anjir (ada juga yang menyebutnya Antasan) yakni semacam aliran primer yang menghubungkan selang dua sungai. Anjir berfungsi untuk kepentingan umum dengan titik berat sebagai sistem irigasi pertanian dan fasilitas transportasi. Kedua, Handil (ada juga yang menyebut Tatah) yakni semacam aliran yang muaranya di sungai atau di Anjir. Handil dibuat untuk menyalurkan air ke lahan pertanian kawasan daratan. Handil ukurannya bertambah kecil dari Anjir dan adalah milik kelompok atau bubuhan tertentu. Ketiga, Saka adalah aliran tersier untuk menyalurkan air yang kebanyakan diambil dari Handil. Aliran ini telah tersedia ukuran bertambah kecil dari Handil dan adalah milik keluarga atau pribadi.

Rumah Banjar

Rumah Banjar yaitu rumah tradisional suku Banjar. Arsitektur tradisional ciri-cirinya ditengahnya telah tersedia perlambang, telah tersedia penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris. Rumah adati Banjar yaitu tipe-tipe rumah khas Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri mulai berkembang sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935. Dari sekian jumlah jenis-jenis rumah Banjar, tipe Bubungan Tinggi adalah macam rumah Banjar yang paling dikenal dan menjadi identitas rumah aturan sejak dahulu kala suku Banjar.

Tradisi lisan

Tradisi lisan oleh Suku Banjar sangat dipengaruhi oleh aturan sejak dahulu kala istiadat Melayu, Arab, dan Cina. Tradisi lisan Banjar (yang nantinya menjadi sebuah kesenian) berkembang bertambah kurang masa zaman ke-18 yang di selangnya yaitu Madihin dan Lamut. Madihin berasal dari bahasa Arab, yakni madah (ﻤﺪﺡ) yang berarti pujian. Madihin adalah puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan wujud fisik dan wujud mental tertentu berdasarkan dengan konvensi yang berlaku dengan agenda khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalsel. Sedangkan Lamut yaitu sebuah tradisi berkisah yang berisi kisah tentang pesan dan nilai-nilai keagamaan, sosial dan aturan sejak dahulu kala istiadat Banjar. Lamut berasal dari negeri Cina dan mulanya menggunakan bahasa Tionghoa.[55] Namun, setelah dibawa ke Tanah Banjar oleh pedagang-pedagang Cina, maka bahasanya disesuaikan menjadi bahasa Banjar.[55]

Teater

Satu-satunya seni teater tradisional yang berkembang di pulau Kalimantan yaitu Mamanda. Mamanda yaitu seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda bertambah mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin selang pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi giat menyampaikan komentar-komentar menggelikan yang disinyalir dapat membuat suasana sah bertambah hidup.[56]

Bedanya, Kesenian lenong kini bertambah mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur kisah kerajaan. Sebab pada kesenian Mamanda tokoh-tokoh yang dilakukan yaitu tokoh baku seperti Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).[56]

Tokoh-tokoh ini wajib hadir dalam setiap Pementasan. Supaya tidak tertinggal, tokoh-tokoh Mamanda sering pula ditambah dengan tokoh-tokoh lain seperti Raja dari Negeri Seberang, Perompak, Jin, Kompeni dan tokoh-tokoh tambahan lain guna memperkaya kisah.

Disinyalir sebutan Mamanda dipergunakan karena di dalam lakonnya, para pemain seperti Wazir, Menteri, dan Mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja. Mamanda dengan agenda etimologis terdiri dari ucap "mama" (mamarina) yang berarti paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat. Sah mamanda berarti paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.[56]

Musik

Salah satu kesenian berupa musik tradisional khas Suku Banjar yaitu Musik Panting. Musik ini disebut Panting karena didominasi oleh alat musik yang dinamakan panting, sejenis gambus yang memakai senar (panting) maka disebut musik panting. Pada awal mulanya musik panting berasal dari kawasan Tapin, Kalimantan Selatan. Panting adalah alat musik yang dipetik yang telah tersedia wujud seperti gabus Arab tetapi ukurannya bertambah kecil. Pada waktu dahulu musik panting hanya dilakukan dengan agenda perorangan atau dengan agenda solo. Karena semakin majunya perkembangan zaman dan musik panting hendak bertambah menarik jika dilakukan dengan beberapa alat musik lainnya, maka musik panting sekarang ini dilakukan dengan alat-alat musik seperti babun, gong,dan biola dan pemainnya juga terdiri dari beberapa orang. Nama musik panting berasal dari nama alat musik itu sendiri, karena pada musik panting yang terkenal alat musik nya dan yang sangat berperan yaitu panting, sehingga musik tersebut dinamai musik panting. Orang yang pertama kali memberi nama sebagai musik panting yaitu A. SARBAINI. Dan sampai sekarang ini musik panting terkenal sebagai musik tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan.[57]

Selain itu, hadir sebuah kesenian musik tradisional Suku Banjar, yakni Musik Kentung. Musik ini berasal dari kawasan Kabupaten Banjar yaitu di desa Sungai Alat, Astambul dan kampung Bincau, Martapura. Pada masa sekarang, musik kentung ini sudah mulai langka. Masa dahulu alat musik ini dipertandingkan. Dalam pertandingan ini bukan saja pada bunyinya, tetapi juga hal-hal yang bersifat magis, seperti jikalau dalam pertandingan itu alat musik ini dapat pecah atau tidak dapat berbunyi dari milik lawan bertanding.[58]

Tarian

Seni Tari Banjar terbagi menjadi dua, yaitu seni tari yang dikembangkan di sekeliling yang terkait istana (kraton), dan seni tari yang dikembangkan oleh rakyat. Seni tari kraton ditandai dengan nama "Baksa" yang berasal dari bahasa Jawa (beksan) yang menandakan kehalusan gerak dalam tata tarinya. Tari-tari ini telah hadir dari ratusan tahun yang lalu, semenjak zaman hindu, namun gerak-gerak yang dibuat dan busananya telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi dewasa ini. Contohnya, gerakan-gerakan tertentu yang dianggap tidak berdasarkan dengan kebaikan budi pekerti islam merasai seberapa perubahan.

Kuliner

Masakan tradisional Banjar diantaranya: sate Banjar[59], soto Banjar, kue bingka dsb-nya.

Senjata Tradisional

Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan orang yang pernah memakainya, senjata tradisional suku banjar yang biasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari selang lain :

  • 1. Serapang

Serapang yaitu tombak bermata lima mata dimana empat mata mekar seperti cakar elang dengan bait pengait di tiap ujungnya. Satu mata pulang hadir di tengah tanpa bait, yang disebut “besi lapar” yang di percaya dapat merobohkan orang yang memiliki ilmu kebal sekuat apappun.

  • 2. Tiruk

Tiruk yaitu tombak panjang lurus tanpa bait dipergunakan untuk berburu ikan haruan (ikan gabus) dan toman di sungai.

  • 3. Pangambangan

Pangambangan yaitu tombak lurus bermata satu dengan bait di kedua sisinya.

  • 4. Duha

Duha yaitu pisau bermata dua yang sering dipergunakan untuk berburu babi.

Populasi

Pada sensus 1930 di Hindia Belanda, jumlah suku Banjar yaitu 898.884 jiwa dimana 9,9% dari jumlah tersebut tinggal diluar kawasan asal (Kalimantan Tenggara/Karesidenan Afdeling Selatan dan Timur Borneo).[60] Menurut sensus BPS tahun 2010 populasi suku Banjar berjumlah 4.127.124 dan terdapat di seluruh propinsi Indonesia, ditengahnya sebagai berikut:[61]

ProvinsiPopulasi Suku BanjarJumlah MasyarakatKonsentrasiDistribusi
Kalimantan Selatan2.686.6273.626.61674,08%65,10%
Kalimantan Tengah464.2602.212.08920,99%11,25%
Kalimantan Timur440.4533.553.14312,40%10,67%
Riau227.2395.538.3674,10%5,51%
Sumatera Utara125.70712.982.2040,97%3,05%
Jambi102.2373.092.2653,31%2,48%
Kalimantan Barat14.4304.395.9830,33%0,35%
Jawa Timur12.40537.476.7570,03%0,30%
Kepulauan Riau11.8111.679.1630,70%0,29%
Jawa Barat9.38343.053.7320,02%0,23%
Kawasan Khusus Ibukota Jakarta8.5729.607.7870,09%0,21%
Sulawesi Selatan3.8378.034.7760,05%0,09%
Sulawesi Tengah3.4522.635.0090,13%0,08%
Aceh2.7344.494.4100,06%0,07%
Banten2.57210.632.1660,02%0,06%
Kawasan Istimewa Yogyakarta2.5453.457.4910,07%0,06%
Jawa Tengah2.33632.382.6570,01%0,06%
Sumatera Selatan1.4427.450.3940,02%0,03%
Nusa Tenggara Barat1.0834.500.2120,02%0,03%
Sulawesi Utara5942.270.5960,03%0,01%
Sulawesi Tenggara4992.232.5860,02%0,01%
Lampung4117.608.4050,01%0,01%
Sumatera Barat3554.846.9090,01%0,01%
Bali3493.890.7570,01%0,01%
Papua3272.833.3810,01%0,01%
Bangka Belitung2491.223.2960,02%0,01%
Sulawesi Barat2211.158.6510,02%0,01%
Maluku2131.533.5060,01%0,01%
Nusa Tenggara Timur2004.683.8270,00%0,00%
Bengkulu1801.715.5180,01%0,00%
Papua Barat165760.4220,02%0,00%
Gorontalo1341.040.1640,01%0,00%
Maluku Utara1021.038.0870,01%0,00%
Total4.127.124237.641.3261,74%100,00%

Tokoh-tokoh Banjar

Lihat pula

Literatur

  • Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar; Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar, (Jakarta: Rajawali Press, 1997).
  • J.J. Rass, Hikajat Bandjar:A Study in Malay Histiography, (The Hague : Martinus Nijhoff), 1968
  • Tjilik Riwut, Kalimantan Memanggil, Djakarta:Penerbit Endang, 1957.
  • Idwar Saleh, Sejarah bandjarmasin:Selajang Pandang Mengenai Bangkitnja Keradjaan Bandjarmasin, Posisi, Funksi dan Artinja Dalam Sedjarah Indonesia Dalam Masa zaman Ketudjuh Belas. Bandung: Balai Edukasi Guru. 1958
  • Rumah Tradisional Banjar: Rumah Bubungan Tinggi, Departemen Pendididkan dan Kebudayaan, Museum Negeri Lambung Mangkurat, 1984
  • M. Gazali Usman, Kerajaan Banjar:Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam, Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press, 1994.
  • Jurnal Kebudayaan:KANDIL, Melintas Tradisi, Edisi 6, Tahun II, Agustus-Oktober, 2004 ISSN: 1693-3206
  • Arthum Artha, Naskah Kitab Undang Undang Sultan Adam 1825, Banjarmasin: Penerbit Murya Artha, 1988
  • Tim Haeda, Islam Banjar; Tentang Akar Kultural dan Revitalisasi Citra Masyarakat Religius, (Banjarmasin: Lekstur, 2009)
  • Francisco O. Javines, Our march of death and people power from Mactan to EDSA: in articles and poems, Rex Bookstore, Inc., 1992, ISBN 971-23-0834-0, 9789712308345 (orang Banjar di Filipina)
  • M.c. Halili, Philippine history, Rex Bookstore, Inc., 2004, ISBN 971-23-3934-3, 9789712339349

Sumber acuan

  1. ^ Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Masyarakat Indonesia Hasil Sensus Masyarakat 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175. 
  2. ^ http://www.joshuaproject.net/peoples.php?peo3=10658
  3. ^ (Inggris) David Taylor, 21 Signs of His Coming: Major Biblical Prophecies Being Fulfilled In Our Generation, Taylor Publishing Group, ISBN 0-9762933-4-X, 9780976293347
  4. ^ Ethnicity and territory in the late colonial imagination
  5. ^ Zulyani Hidayah, Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia, LP3ES, 1997, ISBN 979-8391-64-0, 9789798391644
  6. ^ Mohamad Idwar Saleh, Banjarmasih, Departemen Edukasi dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek Pengembangan Permuseuman Kalimantan Selatan, 1981
  7. ^ M. J. Melalatoa, Indonesia. Departemen Edukasi dan Kebudayaan, Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia, Volume 1, Departemen Edukasi dan Kebudayaan RI, 1995
  8. ^ (Inggris)Banjar of Indonesia
  9. ^ (Inggris)Languages of Kalimantan (www.ethnologue.com)
  10. ^ (Inggris)Languages of Kalimantan: Wikis (/www.thefullwiki.org)
  11. ^ (Inggris) Magenda, Burhan Djabier (2010). East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy. Equinox Publishing. hlm. 13. ISBN 6028397210. ISBN 9786028397216
  12. ^ http://www.places-in-the-world.com/7588838-my-place-kampung-banjar.html
  13. ^ [http://www.theborneopost.com/2012/10/07/deputy-minister-excited-about-his-kampung-banjar-connection/ Deputy minister excited about his Kampung Banjar ‘connection’ Read more: http://www.theborneopost.com/2012/10/07/deputy-minister-excited-about-his-kampung-banjar-connection/#ixzz2L8hW3MOZ ]
  14. ^ http://freewebs.com/amdesidik/
  15. ^ http://members.tripod.com/ibrahimmsalleh_55/id1.html
  16. ^ http://members.tripod.com/ibrahimmsalleh_55/umnocawanganpekanbeluran/id22.html
  17. ^ (Indonesia) Haris, Syamsuddin (2004). Desentralisasi dan otonomi daerah: Naskah akademik dan RUU usulan LIPI. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 192. ISBN 979-98014-1-9. ISBN 9789799801418
  18. ^ [1]
  19. ^ (Indonesia)Tsing, Anna Lowenhaupt. Di Bawah Bayang-Bayang Ratu Intan: Pengolahan Marjinalisasi pada Masyarakat. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 75–79, 405. ISBN 979-461-306-1. ISBN 9789794613061
  20. ^ (Belanda) Nederlandsch-Indië (1838). Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië 1–2. Lands-drukk. hlm. 8. 
  21. ^ (Indonesia) Lombard (1996). Nusa Jawa: silang aturan sejak dahulu kala istiadat kajian sejarah terpadu: Jaringan Asia, 2. PT Gramedia Pustaka Utama. ISBN 9789796054534.  ISBN 9796054531 ISBN 9796054523 ISBN 9789796054527
  22. ^ (Inggris)Rowthorn,, Chris; Muhammad Cohen, China Williams (2008). Borneo. Lonely Planet. hlm. 32. ISBN 1740591054. ISBN 9781740591058
  23. ^ (Indonesia)Pramono, Djoko (2005). Aturan sejak dahulu kala istiadat Bahari. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 133. ISBN 979-22-1376-7. ISBN 9789792213768
  24. ^ a b c d e f g h i (Indonesia) Alfani Daud, Islam & masyarakat Banjar: diskripsi dan analisis kebudayaan Banjar, RajaGrafindo Persada, 1997, ISBN 979-421-599-6, 9789794215999
  25. ^ (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh; Sekilas Mengenai Kawasan Banjar dan Kebudayaan Sungainya Sampai Dengan Pengahabisan Masa zaman ke-19, Departemen Edukasi dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek Pengembangan Permuseuman Kalimantan Selatan, Museum Negeri Lambung Mangkurat Propinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru 1986.
  26. ^ Idwar Saleh, makalah Peperangan Banjar 1859-1865, 1991.
  27. ^ Tim Haeda dalam Islam Banjar; Tentang Akar Kultural dan Revitalisasi Citra Masyarakat Religius, 2009
  28. ^ Irfan Noor, "Islam dan Universum simbolik Urang Banjar"
  29. ^ Isi Orang Banjar Kuala yang asli yaitu masyarakat mula-mula yang menempati sungai Kuin sebelum tahun 1612, setelah tahun tahun 1612 mereka dialihkan ke Martapura yang menjadi cikal bakal masyarakat Martapura. Menurut laporan Radermacher dalam tahun 1780 masyarakat Kuin (Banjar Lama) hanya berjumlah 100 orang, sedangkan di Tatas 2000 orang. Pada awal masa zaman ke-18 di Banjarmasin mulai didirikan perkampungan suku pendatang seperti kotta-blanda, Kampung Cina, Melayu, Arab, Jawa, Bugis dsb-nya. Di Martapura juga terbentuk Kampung Melayu, Kampung Jawa, pendatang suku Suluk dsb-nya
  30. ^ menempati kawasan Alalak
  31. ^ Kelurahan Melayu Banjarmasin, mereka mengklaim sebagai masyarakat "asli" Banjarmasin dengan logat berbahasa yang khas
  32. ^ Kelurahan Pasar Lama Banjarmasin
  33. ^ Kelurahan Kertak Baru Ulu Banjarmasin
  34. ^ Kelurahan Pasar Lama Banjarmasin
  35. ^ a b Volkstelling 1930, V:27
  36. ^ (Inggris) Haug, Michaela. Poverty and Decentralisation in East Kalimantan. Centaurus Verlag & Media KG. hlm. 50. ISBN 3-8255-0770-X. ISBN 9783825507701
  37. ^ a b c (Indonesia) Riwanto Tirtosudarmo, Berupaya menemukan Indonesia: demografi-politik pasca-Soeharto, Yayasan Obor Indonesia, 2007, ISBN 979-799-083-4, 9789797990831
  38. ^ (Inggris) A. J. Gooszen, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (Netherlands), A demographic history of the Indonesian archipelago, 1880-1942, KITLV Press, 1999 ISBN 90-6718-128-5, 9789067181280
  39. ^ (Indonesia) Purwadi & Hari Jumanto (2005). Asal mula tanah Jawa. Gelombang Pasang. 
  40. ^ (Indonesia) PENELITIAN AWAL TEMUAN PERAHU KUNA
  41. ^ Maka Pangeran Samudera itu, sudah tetap kerajaannya di Banjarmasih itu, maka masuk Islam. Diislamkan oleh Penghulu Demak itu. Maka waktu itu hadir orang negeri Arab datang, maka dinamainya Pangeran Samudera itu Sultan Suryanullah. Jumlah tiada tersebut. Maka Penghulu Demak dengan Menteri Demak itu disuruh Sultan Suryanullah pulang. Maka orang Demak yang mati berperang hadir dua puluh itu, disilih laki-laki dan perempuan yang dapat menangkap, tertangkap tatkala berperang itu, orang empat puluh. Maka Penghulu Demak dan Menteri Demak serta segala kaumnya sama dipersalin. Yang terlebih dipersalinnya itu penghulunya, karena itu yang mengislamkan. Serta persembah Sultan Suryanullah emas seribu tahil, intan dua puluh biji, lilin dua puluh pikul, pekat seribu galung, damar seribu kindai, tetudung seribu buah, tikar seribu kodi, kajang seribu bidang. Sudah itu maka orang Demak itu pulang. Itulah maka sampai sekarang ini di Demak dan Tadunan itu hadir asalnya anak-beranak cucu-bercucu itu asal orang Nagara itu; tiada pulang tersebut.(J.J. Ras Hikajat Bandjar: A Study in Malay Historiography)
  42. ^ (Melayu)Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
  43. ^ Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, PT Bentang Pustaka, Hlm. 140, ISBN 979-3062-59-2
  44. ^ Kampung Banjar dahulu termasuk dalam wilayah Kelurahan Banjarsari (Semarang) yang telah dihapuskan bersama dengan kelurahan Mlayu Darat akhir digabung ke dalam wilayah Kelurahan Dadapsari
  45. ^ (Indonesia) PENGARUH KEBUDAYAAN BANJAR TERHADAP BENTUK RUMAH PANGGUNG MASYARAKAT BANJAR DI KAMPUNG MELAYU SEMARANG
  46. ^ (Indonesia) Tundjung W. Sutirto, Perwujudan kesukubangsaan kelompok etnik pendatang, Pustaka Cakra, 2000
  47. ^ KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN KOTA MAKASSAR SEBAGAI TEMA PAMERAn
  48. ^ "Pejuang Islam yang Terasing di Tanah Minahasa". Masjid Raya Vila Isi Persada. 2010. Retrieved 2011-07-27. 
  49. ^ SEJARAH MIGRASI ORANG BANJAR KE MALAYSIA. Diakses 28 Agustus 2010
  50. ^ WAGUBSU HADIRI PERINGATAN MAULID MASYARAKAT BANJAR
  51. ^ JELANG RAMADHAN MASYARAKAT BANJAR DI LANGKAT SILATURAHMI DENGAN BUPATI
  52. ^ (Inggris) A. J. Gooszen, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (Netherlands), A demographic history of the Indonesian archipelago, 1880-1942, KITLV Press, 1999, ISBN 90-6718-128-5, 9789067181280
  53. ^ Jukung, Urat Nadi Orang Banjar
  54. ^ (Indonesia) Levang, Patrice. Ayo ke tanah sabrang: transmigrasi di Indonesia. Kepustakaan Terkenal Gramedia. hlm. 165. ISBN 979-9100-03-8. ISBN 9789799100030
  55. ^ a b Kompas Online - Gusti Jamhar Akbar, Tokoh Seni Lamut
  56. ^ a b c Viva Borneo - Mamanda, Seni Pementasan Pulau Kalimantan
  57. ^ Musik Panting Banjar
  58. ^ Musik Kentung Banjar
  59. ^ (Indonesia) Tim Dapur Demedia, Kitab masakan sepanjang masa, DeMedia, 2010 ISBN 979-1471-89-4, 9789791471893
  60. ^ (Indonesia) Tsuyoshi Kato, Aturan sejak dahulu kala Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah, PT Balai Pustaka, 2005, ISBN 979-690-360-1, 9789796903603
  61. ^ (Indonesia) Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Masyarakat Indonesia Hasil Sensus Masyarakat 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 978-979-064-417-5. ISBN 9789790644175

Pranala luar

  • (Indonesia) [ http://banjarmasin.tribunnews.com/mobile/2012/05/05/eksistensi-orang-banjar-di-malaysia Eksistensi Orang Banjar di Malaysia ]
  • (Indonesia) "Kajagauan" Di Negeri Jiran
  • (Melayu) http://www.ukm.my/geografia/images/upload/2c.geografia-nov%202012-si-rahim%20aman-edkat2.pdf
  • (Melayu) Kampung Parit 6
  • (Indonesia) Hadir yang Sah Anggota Dewan sampai Wakil Menteri
  • (Melayu) Berbahasa Isnin: Risau terhakis identiti orang Banjar
  • (Indonesia) "Aku Banjar"
  • (Indonesia) Urang Banjar dalam Sejarah
  • (Indonesia) Bertambah seperti Salad Bowl (Lagi, Urang Banjar dalam Sejarah)
  • (Indonesia) Urang Banjar: Asal-Usul dan Identitasnya
  • (Indonesia) Hukum Kewarisan Aturan sejak dahulu kala Banjar
  • (Indonesia) [http://melayuonline.com/ind
  • (Indonesia) Urang Banjar dan Etnisitas di Kalimantan Selatan
  • (Indonesia) Diaspora urang Banjar di Malasysia
  • (Inggris) Bahasa Banjar di ethnologue.com
  • Banjar Malaysia
    • (Melayu) Persatuan Banjar Kuala Lumpur & Selangor
    • (Melayu) Pertubuhan Banjar Malaysia
    • (Melayu) Orang Banjar di Malaysia
    • (Melayu) Peperangan Sungai Manik (8)
    • banjar di sabah di facebook
    • Tempat di Malaysia yang ramai komuniti Banjar...di facebook


Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ensiklopedia.web.id, pasar.program-reguler.co.id, dsb.



Tags (tagged): banjarese, bakal suku, banjar, pahuluan pertama merupakan, komplek, 402, terdiri, suku dayak 63, 49 suku, melayu, 26 64 suku, banjar 5, panjulaknya, saudara tertua dari, ulun pambusunya, saudara, 143 12 40, 10 67, riau, 227 239 5, 538 367, 4, 10 5 51, sumatera, collection, of, free studies demographic, history of, the, indonesian archipelago 1880, 1942 banjarese, program, kuliah pegawai, kelas, weekend, pasar, pts ptn, net, collection of free, studies, eksekutif, indonesian encyclopedia, encyclopedia
 Online Registration
 Download Brochures
 Waivers money Education Application
 Center Encyclopedic
 Job Fairs
 Manual book
 All Communities

 Day College
 Advanced School Program
 Free Tuition Fee
 Online Tuition in the Best 168 PTS
Click Register Online
Get the Scholarship Info
eduNitas.com
Being Successful is Easy
Site
Advanced Class Program (Online Lectures)

Profile & Objectives
New Student Admission
Study Program each PTS
Department + Career
Main Solutions
Improve Career or Got New Job
Selected Knowledge
 ☮ Culture
 ☮ Environment
 ☮ Kazakhstan
 ☮ Lombok Tengah
 ☮ Malaka
 ☮ Parts of the World
 ☮ Plant
 ☮ Religion
Collection of Sites Afternoon / Evening Course
Collection of Sites Main
Collection of Sites Day College
Collection of Sites Graduate School Program
Collection of Sites Advanced School
 Alqur'an Online
 Psychological Test Questions
 Diverse Advertisement
 Sholat Times



Collection of Free Studies
_