Kota

Kota yaitu kawasan pemukiman yang memakai agenda fisik ditunjukkan oleh himpunan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki bermacam fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya memakai agenda dapat berdiri sendiri.

Kota di India, New Delhi

Pengertian "kota" sebagaimana yang dilaksanakan di Indonesia mencakup pengertian "town" dan "city" dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim "Kota" yang yaitu satuan administrasi negara di bawah provinsi. Artikel ini membahas "kota" dalam pengertian umum (nama jenis, common name).

Kota dibedakan memakai agenda kontras dari desa ataupun kampung berlandaskan ukurannya, kepadatan masyarakat, kebutuhan, atau status hukum. Desa atau kampung didominasi oleh lahan buka bukan pemukiman.

Fungsi

Kota yang telah berkembang maju mempunyai peranan dan fungsi yang lebih luas lagi diantaranya menjadi berikut :

Ciri-ciri

Ciri fisik kota meliputi hal menjadi berikut:

  • Tersedianya tempat-tempat untuk market dan pertokoan
  • Tersedianya tempat-tempat untuk parkir
  • Terdapatnya sarana rekreasi dan sarana olahraga

Ciri kehidupan kota yaitu menjadi berikut:

  • Telah tersedianya pelapisan sosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
  • Telah tersedianya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial di selang warganya.
  • Telah tersedianya pemberian nilai yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan pertimbangan perbedaan kebutuhan, situasi dan kondisi kehidupan.
  • Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
  • Kegiatan yang dipekerjakan berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomi.
  • Masyarakat kota lebih mudah menyamakan diri terhadap perubahan sosial disebabkan telah tersedianya keterbukaan terhadap pengaruh luar.
  • Biasanya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi. (stereotip ini kemudian menyebabkan masyarakat kota dan pendatang mengambil sikap tidak peduli tidak tidak peduli dan tidak peduli ketika berinteraksi dengan orang lain. Mereka mengabaikan fakta bahwa masyarakat kota juga bisa ramah dan santun dalam berinteraksi)

Teori bangun ruang kota

Teori-teori yang melandasi bangun ruang kota yang paling dikenal yaitu:

  • Teori Konsentris (Burgess, 1925)
Teori Konsentris

Teori ini mengemukakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District (CBD) yaitu pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan mempunyai bentuk bundar yang yaitu pusat kehidupan sosial, ekonomi, kebiasaan istiadat dan politik, serta yaitu zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua babak, yaitu: pertama, babak paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, babak di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh kontruksi dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala luhur, seperti market, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan benda/barang supaya tahan lama (storage buildings).

  1. Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang yaitu pusat pertokoan luhur, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel, restoran dan menjadinya.
  2. Zona peralihan atau zona transisi, yaitu daerah kegiatan. Masyarakat zona ini tidak stabil, patut diamati dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini kerap ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni masyarakat miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini yaitu zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan selang pusat kota dengan daerah di luarnya.
  3. Zona permukiman kelas proletar, perumahannya seberapa lebih patut karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh telah tersedianya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga luhur. Burgess menamakan daerah ini yaitu working men's homes.
  4. Zona permukiman kelas menengah (residential zone), yaitu kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih patut dibandingkan kelas proletar.
  5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan telah tersedianya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Beberapa masyarakat yaitu kaum eksekutif, pengusaha luhur, dan pejabat tinggi.
  6. Zona penglaju (commuters), yaitu daerah yang yang memasuki daerah belakangan (hinterland) atau yaitu batas desa-kota. Masyarakatnya menjalankan pekerjaan di kota dan tinggal di pinggiran.
  • Teori Sektoral (Hoyt, 1939)
Teori Sektoral

Teori ini mengemukakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang ditanggalkan oleh Teori Konsentris.

  1. Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel, bank, bioskop, market, dan pusat perbelanjaan.
  2. Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
  3. Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
  4. Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
  5. Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.
  • Teori Inti Berganda (Harris dan Ullman, 1945)
Teori Inti Berganda

Teori ini mengemukakan bahwa DPK atau CBD yaitu pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi menjadi salah satu growing points. Zona ini menampung beberapa luhur kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing, distrik khusus perbankan, teater dan menjadinya. Namun, telah tersedia perbedaan dengan dua teori yang dinyatakan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat jumlah DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu mempunyai bentuk bundar.

  1. Pusat kota atau Central Business District (CBD).
  2. Kawasan niaga dan industri ringan.
  3. Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
  4. Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
  5. Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
  6. Pusat industri berat.
  7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
  8. Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
  9. Upakota (sub-urban) kawasan industri
  • Teori Ketinggian Kontruksi (Bergel, 1955).

Teori ini mengemukakan bahwa peningkatan bangun kota dapat diamati dari variabel ketinggian kontruksi. DPK atau CBD memakai agenda garis luhur yaitu daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan telah tersedia kecenderungan membangun bangun perkotaan memakai agenda vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling berlandaskan dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena lebih tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut hendak ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.

  • Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980)

Teori Konsektoral dilandasi oleh bangun ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini dinyatakan bahwa DPK atau CBD yaitu tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi pengolahan perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih jumlah tempat yang dipakai untuk kegiatan ekonomi, diantaranya market lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan beberapa lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.

  • Teori Historis (Alonso, 1964)

DPK atau CBD dalam teori ini yaitu pusat segala fasilitas kota dan yaitu daerah dengan kekuatan tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.

  • Teori Poros (Babcock, 1960)

Menitikberatkan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi bangun keruangan kota. Asumsinya yaitu mobilitas fungsi-fungsi dan masyarakat mempunyai intensitas yang sama dan topografi kota seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas yaitu poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah babak luarnya.Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu dalam sistem transportasi yang telah tersedia. Sepanjang poros transportasi hendak mengalami peningkatan lebih luhur dibanding zona di selangnya. Zona yang tidak terlayani dengan fasilitas transportasi yang cepat.

Lihat pula

Cahaya kota-kota dunia dari antariksa. NASA. Oleh Marc Imhoff

Sumber referensi

Catatan kaki

Bibliografi

  • Bairoch, Paul (1988). Cities and Economic Development: From the Dawn of History to the Present. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 0-226-03465-8 
  • Chandler, T. Four Thousand Years of Urban Growth: An Historical Census. Lewiston, NY: Edwin Mellen Press, 1987.
  • Geddes, Patrick, City Development (1904)
  • Jacobs, Jane (1969). The Economy of Cities. New York: Random House Inc 
  • Kemp, Roger L. Managing America's Cities: A Handbook for Local Government Productivity, McFarland and Company, Inc., Publisher, Jefferson, North Carolina, USA, and London, England, UK, 2007. (ISBN 978-0-7864-3151-9).
  • Kemp, Roger L. How American Governments Work: A Handbook of City, County, Regional, State, and Federal Operations, McFarland and Company, Inc., Publisher, Jefferson, North Carolina, USA, and London, England, UK. (ISBN 978-0-7864-3152-6).
  • Kemp, Roger L. "City and Gown Relations: A Handbook of Best Practices," McFarland and Copmpany, Inc., Publisher, Jefferson, North Carolina, USA, and London, England, UK, (2013). (ISBN 978-0-7864-6399-2).
  • Monti, Daniel J., Jr., The American City: A Social and Cultural History. Oxford, England and Malden, Massachusetts: Blackwell Publishers, 1999. 391 pp. ISBN 978-1-55786-918-0.
  • Mumford, Lewis, The City in History (1961)
  • O'Flaherty, Brendan (2005). City Economics. Cambridge Massachusetts: Harvard University Press. ISBN 0-674-01918-0 
  • Pacione, Michael (2001). The City: Critical Concepts in The Social Sciences. New York: Routledge. ISBN 0-415-25270-9 
  • Reader, John (2005) Cities. Vintage, New York.
  • Robson, W.A., and Regan, D.E., ed., Great Cities of the World, (3d ed., 2 vol., 1972)
  • Rybczynski, W., City Life: Urban Expectations in a New World, (1995)
  • Smith, Michael E. (2002) The Earliest Cities. In Urban Life: Readings in Urban Anthropology, edited by George Gmelch and Walter Zenner, pp. 3–19. 4th ed. Waveland Press, Prospect Heights, IL.
  • Thernstrom, S., and Sennett, R., ed., Nineteenth-Century Cities (1969)
  • Toynbee, Arnold J. (ed), Cities of Destiny, New York: McGraw-Hill, 1967. Pan historical/geographical essays, many images. Starts with "Athens", ends with "The Coming World City-Ecumenopolis".
  • Weber, Max, The City, 1921. (tr. 1958)

Bacaan lanjutan

Pranala luar



Sumber :
indonesia-info.net, pasar.gilland-group.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dan sebagainya.