_
Batak tribes
Change to views  Mobile1, 2 Laptop 
A E J S X 1 6 
Helpful Topics : Astronomy   ⛯ Countries   ⛯ Economics   ⛯ Jabodetabek   ⛯ Medicine   ⛯ Religion   ⛯ Table of Content
Search in Collection of Free Studies   
temperature  (Beforehand view)(NextLanguage Sampit

Suku Batak

Suku Batak
Tokoh Batak 2.jpg
Tokoh-tokoh dari suku Batak
Amir Sjarifoeddin, Abdul Haris Nasution, Burhanuddin Harahap, Adnan Buyung Nasution, TB Simatupang, Sitor Situmorang
(dari kiri ke kanan)
Jumlah populasi

6.076.440 jiwa (Sensus 2000)[1]

Kawasan dengan populasi yang signifikan
Sumatera Utara4.827.000 
Riau347.000 
Jakarta301.000 
Jawa Barat275.000 
Sumatera Barat188.000 
Bahasa
Toba
Angkola
Karo
Simalungun
Pakpak
Mandailing
Agama
Kristen
Islam
Parmalim
Animisme
Kelompok etnik terdekat
Suku Alas
Suku Nias
Suku Melayu
Suku Minangkabau
Suku Bugis
Suku Dayak
Suku Rimba
Suku Gayo
Suku Singkil
Suku Aceh

Batak adalah salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini adalah sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.

Saat ini biasanya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi benar pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah pengikut kedua nasihat ini sudah semakin menjadi kurang.

Daftar isi

Sejarah

Orang Batak yaitu penutur bahasa Austronesia tetapi tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi memperlihatkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum). [2]Karena sampai sekarang belum benar artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara di zaman logam. Pada 100 tahun ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada 100 tahun ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera[3]. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak direbut oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, sampai Natal[4]. Batak adalah salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini adalah sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.

Mayoritas orang Batak sangat memuja-muja Kristen dan sisanya beribadat Islam. Tetapi benar pula yang sangat memuja-muja Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah pengikut kedua nasihat ini sudah semakin menjadi kurang.

Identitas Batak

R.W Liddle mengucapkan, bahwa sebelum 100 tahun ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai 100 tahun ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak benar kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang semakin luhur.[5] Pendapat lain menceritakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga luhur Batak baru jadi pada zaman kolonial.[6] Dalam disertasinya J. Pardede menceritakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" dibuat oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba mengemukakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membikin terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah mitos yang memiliki bermacam macam versi mengemukakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, yaitu tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tersebut juga mengemukakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir.

Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari bermacam macam marga, beberapa diakibatkan karena hal benar migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Riset penting hal tradisi Karo dilaksanakan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera dampak serangan pasukan Minangkabau yang masuk pada 100 tahun ke-14 untuk menguasai Barus.[7]

Penyebaran agama

Kabupaten-kabupaten di Sumatera Utara yang diwarnai, memiliki mayoritas masyarakat Batak.

Turutnya Islam

Dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang menjalankan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini dengan cara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.[8] Pada masa Peperangan Paderi di awal 100 tahun ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan menjalankan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Tetapi penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada kesudahannya mereka sangat memuja-muja Kristen Protestan dan Kristen Katolik.[9] Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Selagi Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur

Misionaris Kristen

Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak.[10] Sesudah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung dan bertempat tinggal tetap selama dua ahad di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka menjalankan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, kegiatan ini didampingi oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.[11]

Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda memberi tugas Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini mempunyai tujuan untuk menganggap enteng misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berucap dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.[12].

Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861, dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Ajang pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, sedikit kaku, dan terdengar ganjil dalam bahasa Batak.[13]

Selanjutnya Misi Katolik di Tanah Batak terhitung sejak Pastor Misionaris pertama yakni Pastor Sybrandus van Rossum, OFM.Cap turut ke jantung Tanah Batak, yakni Balige tanggal 5 Desember 1934.

Masyarakat Toba dan beberapa Karo menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal 100 tahun ke-20 telah merupakan Kristen sebagai identitas kebiasaan[14]. Pada masa ini adalah periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak menjalankan perlawanan kembali dengan pemerintahan kolonial. Perlawanan dengan cara gerilya yang dilaksanakan oleh orang-orang Batak Toba kesudahannya pada tahun 1907, sesudah pemimpin kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat.[15]

Gereja HKBP

Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada belakang tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.[16]

Gereja Katolik di Tanah Batak

Misi Katolik turut ke Tanah Batak sesudah Zending Protestan benar di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat masyarakatnya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” Protestan. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai semakin belum cukup 450.000 orang. Lembaga proses mengedukasi dan kesehatan sudah benar di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah Misi Katolik turut ke Tanah Batak.

Kepercayaan

Sebuah kalender Batak yang dibuat dari tulang, dari 100 tahun ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di Indianapolis.

Sebelum suku Batak Toba sangat memuja-muja Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi hal Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.

Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:

  • Tondi : yaitu jiwa atau roh seseorang yang adalah kekuatan, oleh karenanya tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi membiarkan lepas badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka disediakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
  • Sahala : yaitu jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sesuai dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
  • Begu : yaitu tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sesuai dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah sangat memuja-muja Kristen dan berpendidikan tinggi, tetapi orang Batak belum mau membiarkan lepas religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.

Salam Khas Batak

Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, tetapi sedang benar dua salam kembali yang belum cukup tersohor di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri sedang memiliki penyebutan masing masing berdasarkan puak yang menggunakannya

1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!”

2. Karo “Mejuah-juah Kami Krina!”

3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”

4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”

5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”

Kekerabatan

Kekerabatan yaitu menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Benar dua kentara kekerabatan untuk suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan sosiologis, selagi kekerabatan teritorial tidak benar.

Kentara kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis jadi menempuh perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Aturan sejak dahulu kala yaitu rantai sedarah dalam marga, kemudian Marga. Berarti misalnya Harahap, kesatuan aturan sejak dahulu kalanya yaitu Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Aturan sejak dahulu kala Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.

Hal benar falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. adalah suatu filosofi agar kami senantiasa mengawal hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah kenalan terdekat. Tetapi dalam pelaksanaan aturan sejak dahulu kala, yang pertama dicari yaitu yang satu marga, walaupun pada landasannya tetangga jangan dilalaikan dalam pelaksanaan Adat.

Rumah Aturan sejak dahulu kala Batak Toba

Falsafah dan sistem kemasyarakatan

Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba dinamakan Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak

1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru

2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru

3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei

4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru

5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru

  • Hulahula/Mora yaitu pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
  • Dongan Tubu/Hahanggi dinamakan juga Dongan Sabutuha yaitu saudara laki-laki satu marga. Guna harfiahnya kelahiran dari perut yang sesuai. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya sekali-sekali saling gesek. Namun, pertikaian tidak membikin hubungan satu marga dapat terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Tetapi demikian kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
  • Boru/Anak Boru yaitu pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau abdi, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam tiap upacara aturan sejak dahulu kala. Tetapi walaupun berfungsi sebagai abdi bukan berarti dapat diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.

Tetapi bukan berarti benar kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu yaitu bersifat kontekstual. Berdasarkan konteksnya, semua masyarakat Batak mesti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi tiap orang harus meletakkan posisinya dengan cara kontekstual.

Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik berdasarkan dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam tiap pembicaraan aturan sejak dahulu kala selalu dinamakan Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

Ritual kanibalisme

Pejuang Batak

Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang mempunyai tujuan untuk memperkuat tondi pemakan itu. Dengan cara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki diasumsikan sebagai kaya tondi.

Dalam memoir Marco Polo yang sempat masuk berekspedisi dipesisir timur Sumatera dari bulan April sampai September 1292, dia menyebutkan bahwa dia berjumpa dengan orang yang mengisahkan akan hal benar masyarakyat pedalaman yang dinamakan sebagai "pemakan manusia".[17] Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat kisah hal ritual kanibalisme di antara masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi kisah tersebut, tetapi dia dapat mengisahkan ritual tersebut.

Niccolò Da Conti (1395-1469), seorang Venesia yang menuntaskan beberapa luhur tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di Asia Tenggara (1414-1439), mencatat kehidupan masyarakat. Dia menulis sebuah deskripsi singkat hal masyarakat Batak: "Dalam bagian pulau, dinamakan Batech kanibal hidup bertempur terus-menerus kepada tetangga mereka ".[18][19]

Thomas Stamford Raffles pada 1820 mengkaji Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia, menulis dengan cara detail hal pelanggaran yang dibenarkan.[20] Raffles mengemukakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang mengonsumsi orang tua mereka ketika terlalu tua untuk menjalankan pekerjaan, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup"... "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".[21]

Para dokter Jerman dan berbakat geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn mengucapkan hal ritual kanibalisme di antara orang Batak (yang dia sebut "Battaer"). Junghuhn mengisahkan bagaimana sesudah penerbangan berbahaya dan lapar, dia tiba di sebuah desa yang ramah. Konsumsi yang ditawarkan oleh tuan rumahnya yaitu daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.[22] Tetapi hal ini terkadang dibesar-besarkan dengan maksud menakut-nakuti orang/pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali agar menemukan pekerjaan yang dibayar baik sebagai tukang pundak untuk pedagang maupun sebagai tentara bayaran untuk suku-suku pesisir yang diganggu oleh bajak laut.[23]

Oscar von Kessel mengunjungi Silindung di tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang memperhatikan ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk beberapa hal penting, von Kessel mengemukakan bahwa kanibalisme diasumsikan oleh orang Batak sebagai tingkah laku berdasarkan hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat sempit yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan lemon harus diberikan oleh keluarga korban sebagai tanda bahwa mereka memberi sambutan putusan masyarakat dan tidak mengingatkan balas dendam.[24]

Ida Pfeiffer mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak memperhatikan kanibalisme apapun, dia diberitahu bahwa: "Tahanan peperangan diikat pada sebuah pohon dan dipenggal sekaligus, tetapi darah dengan cara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan sekali-sekali dibuat menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh kemudian didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak kaki yaitu milik eksklusif raja, selain klaim atas beberapa lainnya. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat menjadi hidangan khas. Daging biasanya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam makan malam publik luhur ".[25]

Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali mereka.[26] Rumor kanibalisme Batak bertahan sampai awal 100 tahun ke-20, dan nampaknya probabilitas bahwa aturan sejak dahulu kala tersebut telah jarang dilaksanakan sejak tahun 1816. Hal ini diakibatkan luhurnya pengaruh agama pendatang dalam masyarakat Batak.[27]

Tarombo

Silsilah atau Tarombo adalah suatu hal yang sangat penting untuk orang Batak. Untuk mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan diasumsikan sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan kenalan semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.

Kontroversi

Beberapa orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak menyebut dirinya sebagai bagian dari suku Batak. Wacana itu muncul diakibatkan karena biasanya kategori "Batak" dipandang rendah oleh bangsa-bangsa lain. Selain itu, perbedaan agama juga menyebabkan beberapa orang Tapanuli tidak mau dinamakan sebagai Batak. Di pesisir timur laut Sumatera, khususnya di Kota Ajang, perpecahan ini sangat terasa. Terutama dalam hal pemilihan pemimpin politik dan perebutan sumber-sumber ekonomi. Sumber lainnya mengemukakan ucap Batak ini berasal dari rancangan Gubernur Jenderal Raffles yang membikin etnik Kristen yang benar antara Kesultanan Aceh dan Kerajaan Islam Minangkabau, di wilayah Barus Pedalaman, yang dinamakan Batak. Generalisasi ucap Batak terhadap etnik Mandailing (Angkola) dan Karo, umumnya tak dapat diterima oleh keturunan asli wilayah itu. Demikian juga di Angkola, yang terdapat banyak pengungsi muslim yang berasal dari wilayah sekitar Danau Toba dan Samosir, dampak pelaksanaan dari pembuatan afdeeling Bataklanden oleh pemerintah Hindia Belanda, yang melarang masyarakat muslim bermukim di wilayah tersebut.

Konflik terbesar yaitu pertentangan antara masyarakat bagian utara Tapanuli dengan selatan Tapanuli, mengenai identitas Batak dan Mandailing. Bagian utara menuntut identitas Batak untuk sebagain luhur masyarakat Tapanuli, bahkan juga wilayah-wilayah di luarnya. Sedangkan bagian selatan menampik identitas Batak, dengan bertumpu pada unsur-unsur kebiasaan dan sumber-sumber dari Barat. Penolakan masyarakat Mandailing yang tidak mau dinamakan sebagai bagian dari etnis Batak, sempat mencuat ke permukaan dalam Kasus Syarikat Tapanuli (1919-1922), Kasus Pekuburan Sungai Mati (1922),[28] dan Kasus Pembentukan Propinsi Tapanuli (2008-2009).

Dalam sensus masyarakat tahun 1930 dan 2000, pemerintah mengklasifikasikan Simalungun, Karo, Toba, Mandailing, Pakpak dan Angkola sebagai etnis Batak.[29]

Sumber referensi

  1. ^ Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 2003. ISBN 9812302123. 
  2. ^ Peter Bellwood, Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago, Revised edition, University of Hawaii Press, Honolulu, 1997
  3. ^ Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. 
  4. ^ Dobbin, Christine. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau 1784 – 1847. 
  5. ^ Liddle, R.W. Ethnicity, party, and national integration: an Indonesian case study. New Haven: Yale University Press. 
  6. ^ Castles, L. Statelesness and Stateforming Tendencies Among the Batak before Colonial Rule. Kuala Lumpur: Monograph no 6 of MBRAS. p. 67-66. 
  7. ^ Tideman, J. Hindoe-Invloed in Noordelijk Batakland. Amsterdam: Uitgave van het Bataksche Institut no 23. p. 56. 
  8. ^ Dobbin, Christine. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau 1784 – 1847. 
  9. ^ Kipp, 1990.
  10. ^ Burton, R. and Ward, N., "Report of a Journey into the Batak Country, in the interior of Sumatra, in the year 1824." Transactions of the Royal Asiatic Society, London 1:485-513.
  11. ^ "Missionaries: The Martyrs of Sumatra," in The Most of It: Essays on Language and the Imagination. by Theodore Baird, Amherst, Mass.: Amherst College Press, 1999.
  12. ^ Tuuk, H. N. van der, Bataksch Leesbok, Stukken in het Mandailingsch; Stukken in het Dairisch. Amsterdam, 1861.
  13. ^ Voorma, H.O. The Encounter of the Batak People with Rheinische Missions-Gesellschaft in the Field of Education, 1861-1940, A Historical-Theological Inquiry. (2000), p. 173.
  14. ^ Ooi KG. Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor. Santa Barbara, Calif.: ABC-CLIO, 2004.
  15. ^ Sherman, George, Rice, Rupees and Ritual, Cornell University Press, Ithaca, NY 1990.
  16. ^ Kushnick, G. "Parent-Offspring Conflict Among the Karo of Sumatra," Doctoral dissertation, University of Washington, Seattle, 2006, p. 7.
  17. ^ Polo M, Yule H, Cordier H. The Travels of Marco Polo: The Complete Yule-Cordier Edition, Dover Pubns, 1993, Vol. II, Chapter X, p. 366.
  18. ^ The Travels of Nicolò Conte [sic] in the East in the Early Part of the Fifteenth Century Hakluyt Society xxii (London, 1857)
  19. ^ Sibeth A, Kozok U, Ginting JR. The Batak: Peoples of the Island of Sumatra: Living with Ancestors. New York: Thames and Hudson, (1991) p. 16.
  20. ^ Nigel Barley (ed.), The Golden Sword: Stamford Raffles and the East, British Museum Press, 1999 (exhibition catalogue). ISBN 0-7141-2542-3.
  21. ^ Barley N. The Duke of Puddle Dock: Travels in the Footsteps of Stamford Raffles. 1st American ed. New York: H. Holt, 1992, p. 112.
  22. ^ Junghuhn, F., Die Batta-länder auf Sumatra, (1847) Vol. II, p. 249.
  23. ^ Junghuhn, p. 87
  24. ^ Von Kessel, O., "Erinnerungen an Sumatra," Das Ausland, Stuttgart (1854) 27:905-08.
  25. ^ Pfeiffer, Ida, A Lady's Second Journey Around the World: From London to the Cape of Good Hope, Borneo, Java, Sumatra, Celebes, Ceram, the Moluccas, etc., California, Panama, Peru, Ecuador, and the United States. New York, Harper & Brothers, 1856, p. 151.
  26. ^ Sibeth, p. 19.
  27. ^ Kipp RS. The early years of a Dutch Colonial Mission: the Karo Field. Ann Arbor: University of Michigan Press, 1990.
  28. ^ Perret, Daniel. La Formation d'un Paysage Ethnique: Batak & Malais de Sumatra Nord-Est. Paris: Ecole francaise d'Extreme-Orient. p. 316-325. 
  29. ^ (Inggris) Leo Suryadinata, Evi Nurvidya arifin, Aris Ananta, Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape, Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, hal.48.
 
 
Suku bangsa di Sumatera
 

Aceh Akit Alas Anak Dalam Aneuk Jamee Angkola Bangka • Batak Batin Col • Daya Duano• Enggano • Gayo Haji • Haloban Jambi • Kampar Karo Kaur Kerinci Kluet Komering Laut Lampung (Api • Nyo) • Lekon Lematang • Lembak Lubu • Mandailing Melayu Mentawai Minangkabau Musi • Nasal • Nias Pakpak Palembang Pasemah Pekal • Penesak • Petalangan Rawas • Rejang Samosir Sekak Bangka Semendo • Serawai Sigulai Simalungun Simeulue Singkil Talang Mamak Tamiang Toba

 
 
Suku bangsa di Jawa
 

Baduy Banten Bawean Betawi Cirebon Indonesia Peranakan Javindo • Jawa Kangean • Madura Osing Pecok • Sunda Tengger

 
 
 

Abui • Adang • Adonara • Alor • Amarasi • Anakalangu • Atoni Bali Bilba • Bima Blagar • Boti Bunak Dela-Oenale • Dengka • Dhao • Ende • Hamap • Helong • Ile Ape • Kabola • Kafoa • Kamang • Kambera • Kedang • Kelon • Kemak Ke'o • Kepo' • Kodi • Komodo • Kui • Kula • Lamaholot • Lamalera • Lamatuka • Lamboya • Lamma • Laura • Lembata Barat • Lembata Selatan • Levuka • Lewo Eleng • Lewotobi • Lio • Lole • Melayu Bali • Melayu Kupang • Melayu Larantuka • Mamboru • Manggarai • Nage • Nedebang • Ngada • Ngada Timur • Palue • Rajong • Rembong • Retta • Ringgou • Riung • Rongga • Sabu • Sasak Sawila • Sika So'a • Sumba Sumbawa Tambora Tereweng • Termanu • Tetun • Tewa • Tii • Uab Meto • Wae Rana • Wanukaka • Wejewa • Wersing

 
 
Suku bangsa di Kalimantan *
 

Abal Agabag Ampanang • Aoheng • Bahau Bakati' • Bekati' Rara • Bekati' Sara • Bakumpai Banjar Basap Bawo Benyadu' Bentian Benuaq Berau Bidayuh (Biatah • Bukar-Sadong) • Bolongan • Bukit (Pitap) • Bukitan • Burusu Dusun (DeyahMalangWitu) • Embaloh • Iban (MualangSeberuang) • Jangkang • Kanayatn Kayan (Busang • Mahakam • Sungai Kayan • Mendalam • Wahau) • Kebahan Kelabit • Kembayan • Keninjal • Kenyah (Kelinyau • Wahau • Lebu' Kulit) • Kohin • Krio Kutai (Kota Struktur • Tenggarong) • Lawangan Lengilu • Lun Bawang • Ma'anyan Mali Mayau Melayu Dayak • Modang • Ngaju (BarangasKatingan) • Okolod • Ot Danum (Limbai) • Paku • Pasir Pesaguan Punan (Aput • BukatHovonganKereho • Merah • Merap • Tubu) • Putoh • Ribun • Sa'ban • Sambas Sanjau Basap • Sanggau • Segai • Selungai Murut • Semandang • Sembakung Murut • Siang Murung Tagal Murut • Taman • Tausug Tawoyan • Tidung Tunjung Uma' Lasan • Uma' Lung • Wehea

 
 
Suku bangsa di Sulawesi
 

Andio • Aralle-Tabulahan • Bada • Bahonsuai • Bajau Balaesang • Balantak • Bambam • Banggai • Bantik • Baras • Batui • Behoa • Bentong Bintauna • Boano • Bobongko • Bolango • Bonerate • Budong-Budong • Bugis Bungku • Buol Busoa • Buton Campalagian • Cia-Cia • Dakka • Dampelas • Dondo • Duri • Enrekang • Gorontalo Kaidipang • Kaili (Kaili Da'a • Kaili Ledo • Kaili Unde) • Kaimbulawa • Kalao • Kalumpang • Kamaru • Kioko • Kodeoha • Konjo Pegunungan • Konjo Pesisir Koroni • Kulisusu • Kumbewaha • Laiyolo • Lasalimu • Lauje • Lemolang • Liabuku • Lindu • Lolak • Maiwa • Makassar Melayu Makassar • Melayu Manado • Malimpung • Mamasa • Mamuju • Mandar Melayu Bugis • Minahasa Moma • Mongondow Mori (Mori Atas • Mori Bawah) • Moronene Muna Napu • Padoe Pamona Panasuan • Pancana • Pannei • Pendau • Polahi Ponosakan • Rahambuu • Rampi • Ratahan • Saluan Sangir • Sarudu • Sedoa • Seko Padang • Seko Tengah • Selayar • Suwawa • Tae' • Taje • Tajio • Talaud • Taloki • Talondo' • Toala' • Tolaki Tomadino • Tombelala • Tombulu • Tomini • Tondano • Tonsawang • Tonsea • Tontemboan • Topoiyo • Toraja Totoli • Tukang Besi Selatan • Tukang Besi Utara • Ulumanda' • Uma • Wana Waru • Wawonii • Wolio • Wotu

 
 
Suku bangsa di Kepulauan Maluku
 

Alfur Alune Amahai • Ambelau • Aputai • Asilulu • Babar Tenggara • Babar Utara • Banda • Barakai • Bati • Batuley • Benggoi • Boano • Bobot • Buli • Buru Dai • Damar Barat • Damar Timur • Dawera-Daweloor • Dobel • Elpaputih • Emplawas • Fordata • Galela • Gamkonora • Gane • Gebe • Geser-Gorom • Gorap • Haruku • Hitu • Horuru • Hoti • Huaulu • Hukumina • Hulung • Ibu • Ili'uun • Imroing • Kadai • Kaibobo • Kamarian • Kao • Karey • Kayeli • Kei • Kisar • Koba • Kola • Kompane • Kur • Laba • Laha • Larike-Wakasihu • Latu • Leti • Liana-Seti • Lisabata-Nuniali • Lisela • Lola • Loloda • Lorang • Loun • Luang • Luhu • Maba Makian Barat • Makian Timur • Melayu Ambon • Melayu Bacan • Melayu Banda • Melayu Maluku Utara • Mangole • Manipa • Manombai • Manusela • Mariri • Masela Barat • Masela Tengah • Masela Timur • Masiwang • Modole • Moksela • Naka'ela • Nila • Nuaulu (Naulu Selatan • Naulu Utara) • Nusa Laut • Oirata • Pagu • Palumata • Patani • Paulohi • Perai • Piru • Roma • Sahu • Salas • Saleman • Saparua • Sawai • Seit-Kaitetu • Selaru • Seluwasan • Sepa • Serili • Serua • Sula • Tabaru • Taliabu • Talur • Tarangan Barat • Tarangan Timur • Tela-Masbuar • Teluti • Teor • Ternate Ternateño1 Te'un • Tidore • Tobelo • Tugun • Togutil Tulehu • Ujir • Waioli • Watubela • Wemale (Selatan • Utara) • Yalahatan • Yamdena

 
 
Suku bangsa di Papua *
 

Abinomn 3 Abun 3 Aghu • Airoran • Ambai • Amungme Anasi • Ansus • Arandai • Arfak Arguni • As • Asmat (Asmat Pantai Kasuari • Asmat Tengah • Asmat Utara • Asmat Yaosakor) • Atohwaim • Auye • Awbono • Awera • Awyi • Awyu Asue • Awyu Tengah • Awyu Edera • Awyu Jair • Awyu Utara • Awyu Selatan • Bagusa • Baham • Barapasi • Bauzi Bayono • Bedoanas • Beneraf • Berik • Betaf • Biak • Biga • Biritai • Bonggo • Burate • Burmeso • Burumakok • Buruwai • Busami • Citak • Citak Tamnim • Dabe • Damal Dani (Dani Lembah Bawah • Dani Lembah Tengah • Dani Lembah Atas • Dani Barat) • Dao • Dem • Demisa • Dera • Diebroud • Dineor • Diuwe • Doutai • Duriankere • Dusner • Duvle • Edopi • Eipomek • Ekari • Elseng 3 Emem • Empur Eritai • Erokwanas • Fayu • Fedan • Foau • Gresi • Hatam 3 Hupla • Iau • Iha • Iha Pijin 4 Irarutu • Iresim • Isirawa • Itik • Iwur • Jofotek-Bromnya • Kaburi • Kais • Kaiy • Kalabra • Kamberau • Kamoro Kanum Bädi • Kanum Ngkâlmpw • Kanum Smärky • Kanum Sota • Kapauri • Kaptiau • Karas • Karon Dori • Kaure • Kauwera • Kawe • Kayagar • Kayupulau • Kehu 5 Keijar • Kemberano • Kembra 5 Kemtuik • Ketengban • Ketum • Kimaghima • Kimki • Kimyal Kirikiri • Kofei • Kokoda • Kombai • Komyandaret • Konda • Koneraw • Kopkaka • Korowai Korupun-Sela • Kosare • Kowiai • Kuri • Kurudu • Kwer • Kwerba • Kwerba Mamberamo • Kwerisa • Kwesten • Kwinsu • Legenyem • Lepki 5 Liki • Maden • Mai Brat • Mairasi • Maklew • Melayu Papua • Mander • Mandobo Atas • Mandobo Bawah • Manem • Manikion • Mapia • Marau • Marind • Marind Bian • Masimasi • Massep 3 Matbat • Mawes • Ma'ya • Mekwei • Meoswar • Mer • Meyah • Mlap • Mo • Moi • Molof 5 Mombum • Momina • Momuna • Moni • Mor • Mor • Morai • Morori • Moskona • Mpur 3 Munggui • Murkim 5 Muyu Utara • Muyu Selatan • Nafri • Nakai • Nacla • Namla 5 Narau • Ndom • Nduga • Ngalum • Nggem • Nimboran • Ninggerum • Nipsan • Nisa • Obokuitai • Onin • Onin Pijin 4 Ormu • Orya • Papasena • Papuma • Pom • Puragi • Rasawa • Riantana • Roon • Samarokena • Saponi • Sauri • Sause • Saweru • Sawi • Seget • Sekar • Semimi • Sempan • Sentani • Serui-Laut • Sikaritai • Silimo • Skou • Sobei • Sowanda • Sowari • Suabo • Sunum • Tabla • Taikat • Tamagario • Tanahmerah • Tandia • Tangko • Tarpia • Tause • Tebi • Tefaro • Tehit • Tobati • Tofanma 5 Towei • Trimuris • Tsaukambo • Tunggare • Una • Uruangnirin • Usku 5 Viid • Vitou • Wabo • Waigeo • Walak • Wambon • Wandamen • Wanggom • Wano • Warembori • Wares • Waris • Waritai • Warkay-Bipim • Waropen • Wauyai • Woi • Wolai • Woria • Yahadian • Yale Kosarek • Yali Angguruk • Yali Ninia • Yali Lembah • Yaqay • Yarsun • Yaur • Yawa • Yei • Yelmek • Yeretuar • Yetfa • Yoke • Zorop

 
*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, pasar.nomor.net, dan sebagainya.



Tags (tagged): , batak tribes, collection, of free studies, bata
Toll-free service
0800 1234 000
 Job Exchange
 Many Kinds Discussions
 Online Tuition in the Best 168 PTS
 Online Registration
eduNitas.com
Site Special Tuition
UNKRIS Jakarta
Online Registration
Profile UNKRIS Jakarta
Student Admission
Study Program
Postgraduate (MM, S2)
Prospects Alumnus
UNKRIS Jakarta web list
Employee Class Web
Main Websites
Helpful Topics
 ⛯ Disney
 ⛯ Europe
 ⛯ Football
 ⛯ Gorontalo
 ⛯ History
 ⛯ Marshall Islands
 ⛯ Naruto
 ⛯ Plant
 ⛯ Science
 ⛯ US Virgin Islands
 ⛯ West Kalimantan
 Reference book
 Psychological Test Practice
 Literature
 Multifarious Promotion
 Scholarship Submission
 Download Catalogs
 Tuition Scholarships
 Extension School Program
 Master School Program
 Morning College
 Regular Night Course Program
 Try Out Sample Questions
 Sholat Times
 Quran Online


Batak tribes   ⛯   Collection of Free Studies
_