Gustavo Gutierrez - Uskup di Peru - Pejuang Teologi Pembebasan
Teologi Pembebasan yaitu sebuah paham mengenai peranan agama dalam ruang lingkup lingkungan sosial.[1] Dengan kata lain Teologi Pembebasan yaitu suatu usaha kontekstualisasi ajaran-ajaran dan nilai keagamaan pada masalah kongkret di sekitarnya.[1] Teologi Pembebasan yaitu upaya berteologi dengan cara kontekstual.[2] Teologi Pembebasan yang diartikan dari Bahasa Inggris Liberation Theology dijadikan keharusan bagi keaktifan gereja-gereja dalam komitmen kristianinya pada kehidupan sosial.[1] Teologi pembebasan lahir sebagai respons terhadap situasi ekonomi dan politik yang dinilai menyengsarakan rakyat.[1] Masalah-masalah itu dijabarkan dalam penindasan, rasisme, kemiskinan, penjajahan, bias adicita dll.[1] Pada kalangan Jesuit, baik di Asia termasuk Indonesia, Brazil , Amerika Latin, dan Afrika Selatan Teologi ini berkembang pesat sebagai dampak dari hermeneutika Alkitab dengan cara kontekstual untuk menjawab persoalan yang dihadapi umat manusia.[1][3]
Teologi Pembebasan yaitu refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial.[1] Karenanya masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan.[2] Mereka mempertanyakan seperti apa tanggung jawab agama dan apa yang harus dilaksanakan agama dalam konteks pemiskinan struktural.[3]
Teologi Pembebasan timbul pada seratus tahun 20 seiring banyaknya permasalahan dunia yang sedang tidak merdeka dinilai dari sudut pandang keadilan sebagai manusia yang sama di depan Tuhan.[3][4]Dunia harus merdeka dari gerak-gerak yang dibuat yang menindas sesamanya, bahkan seharusnya yang kaya dan memiliki jabatan harus membela dan memperhatikan kebutuhan rakyat kecil dan miskin.[3] Kemunculan pertamanya di Eropa yang berkonsentrasi pada persoalan globalisasi, berprihatin pada dosa sosial yang terdapat pada sistem pemerintahan sebuah negara.[3] Teologi Pembebasan menawarkan sistem sosial yang mengedepankan keadilan sebagai warga negara dan warga dunia dalam pandangan agama (manusia yang berpegang pada kebenaran, tidak tertindas)yang dirusak oleh manusia sendiri.[3][4] Tidak selamanya itu, teologi pembebasan yang lahir di Amerika Latin berpusat pada gerakan perlawanan yang banyakan dilaksanakan oleh para agamawan terhadap kekuasaan yang hegemoni dan otoriter.[3]
Salah Satu Pemikiran Teologi Pembebasan
Pemikiran teologi pembebasan berasal dari Hermeneutika Alkitab.[4] Sehabis menafsirkan pesan-pesan dalam Alkitab berdasarkan gerak-gerak yang dibuat Yesus yang membela dan menolong orang-orang lemah, sakit, dan tertindas, maka peran agama juga seharusnya demikian.[4] Dalam agama Kristen sendiri, hal ini dijadikan tanggung jawab gereja sebagai lembaga agama yang memiliki pengaruh, baik kepada jemaatnya, masyarakat di mana dia tinggal, maupun kepada pemerintahannya.[4] nilai-nilai yang timbul itu biasanya diawasi dari perikemanusiaan dan perikeadilan.[4] Pelanggaran nilai-nilai ini di sejumlah negara telah menggerakkan keprihatinan di kalangan aktivis Teologi Pembebasan.[4] Nilai-nilai yang diperoleh dari tafsir Kitab Sucinya masing-masing.[4]
Sebagai contoh, Umat Kristen dengan nasihat Kristologi yang menafsirkan bahwa Kristus (Tuhan) yaitu seorang yang berada dalam situasi karut marut dan membawa pembebasan bagi rakyat kecil dan tertindas.[4] Dari landasan inilah, maka orang Kristen menyertai teladan Yesus dan menentang ketidakadilan. Mereka mengalami rasa mendapat tugas untuk meneruskan perjuangan Tuhan yang disembahnya.[4]
Aloysius Pieris mengkritik Teologi Pembebasan dari Amerika Latin dan Afrika kurang cocok untuk masyarakat Asia.[5] Kemiskinan yang diawasi dari kacamata Marxisme belumlah efektif ketika tidak melihat akar permasalahan dengan cara lebih dalam di Asia sendiri.[5] Hal penting lain yang perlu dipertimbangkan dari konteks Asia yaitu pendekatan multikulural.[5] Asia oleh Pieris dinamakan sebagai 'dunia ketiga' yang memiliki akar 'religio-kultural' yang tidak terpisahkan.[5] 'Reoligio-Kultural' ini setidaknya diuraikan oleh Pieris dalam tiga hal; 1. heterogenitas linguistik, 2. integrasi unsur-unsur kosmik dan metakosmik dalam agama-agama di Asia, dan 3. kehadiran luar biasa dari ajaran-ajaran keselamatan (soteriologis') bukan Kristen.[5]
Tokoh Indonesia; Abdurahman Wahid dan Romo Mangun Wijaya di tahun 1980-an yang mempunyai waktu untuk memperjuangkan hak rakyat kecil dari arogansi pemerintahan.[3] Peran Abdurahman Wahid yaitu dalam bidang pluralisme, yang menghargai kebebasan manusia dalam menganut agama, yaitu dengan menjamin kebebasan itu menempuh pengajaran kepada masyarakat menempuh seminar-seminar, selanjutnya juga menempuh perubahan undang-undang negara di Indonesia.[3]
Sedangkan Romo Mangung Wijaya terkenal dengan gerak-gerak yang dibuatnya membela himpunan masyarakat di kawasan tertentu (Kalo Code dan Lokasi pengembangan Waduk Kedung Ombo)yang terkena gusur oleh pemerintah.[3]
Gustavo Gutiérrez Merino, O.P yaitu seorang teolog Peru dan imam Dominikan yang diasumsikan sebagai pendiri Teologi Pembebasan.[6] Beliau menjabat sebagai Profesor John Cardinal O'Hara dalam bidang Teologi di Universitas Notre Dame.[6] Beliau mempunyai waktu untuk dijadikan profesor di Universitas Katolik Kepausan di Peru dan profesor tamu di banyak universitas terkemuka di Amerika Utara dan Eropa.[6] Beliau yaitu anggota Akademi Bahasa Peru, dan pada 1993 beliau dianugerahi Legiun Kehormatan oleh pemerintah Perancis untuk karyanya yang tak mengenal lelah.[6] Gustavo Gutiérrez menawarkan teologi kepada umat Kristen suatu tema baru dengan cara etis menempuh praksis.[6][2] Berarti yaitu bahwa etika masyarakat seharusnya didirikan berdasarkan perenungan bersama yang dilaksanakan dengan cara nyata dalam kehidupannya.[2] Teologinya berpusat pada pengentasan rakyatmiskin yang diperlakukan tidak berpegang pada kebenaran oleh sistem masyarakat kelas yang memisahkan manusia dalam kategori borjuis (para bangsawan yang biasanya kaya) dan proletar (rakyat jelata yang hanya milik anak tetapi tanpa harta).[6] Ini sebagai respons terhadap kritik Karl Marx terhadap 'masyarakat kelas' dampak dominasi kapitalisme.[6]
Teologi Pembebasan yang dimaksud oleh Gutiérrez yaitu pengentasan di bidang politik dan sosial.[4] Sekalipun berasal dari pemahaman politik, tetapi ini bukanlah pengurangan paham iman, melainkan refleksi iman yang malampaui refleksi sosial dan politik.[4] Benar teologinya berpusat pada yudaisme Yesus Kristus dengan cara historis.[4] Gutiérrez menyatakan bahwa Yesus Kristus yaitu "Si orang miskin" yang disamakan dengan orang-orang yang tertindas kala ini di dunia.[4] Hal ini didasarkan pula dari Alkitab Injil Matius 5:10.[4] Pembebasan yang dilaksanakan Yesus di atas kayu salib mempunyai peran dua aspek, yaitu membebaskan manusia dari penindasan duniawi (kehidupan fisik sosial politik) dan penindasan iman (dosa, kematian, kefanaan dsb).[4]
Gutiérrez juga berteologi dengan memakai sumber Alkitab, yaitu kisah Ayub yang bergumul dengan kisah sengsara yang dipandang oleh kaum Teodise sebagai kejahatan.[7] Gutierrez dan Ayub memandang bahwa kejahatan dan penderitaan bukan berasal dari Allah, malainkan sebuah nilai moral yang melampuai hukum manusia.[7] Menempuh kisah Ayub yang terbentur dengan para sahabatnya yang menyebutkan bahwa penderitaan Ayub yaitu dampak dosa, maka pandangan ini dengan cara otomatis tidak bersifat mutlak kembali[7], karena penderitaan dan kejahatan yaitu peleburan cinta kasih Allah menempuh kasih yang tak bersyarat.[7]
(terjemahan dari bahasa Spanyol ke dalam bahasa Inggris)
A Theology of Liberation: History, Politics, Salvation
We Drink From Our Own Wells: The Spiritual Journey of A People
On Job: God-Talk and the Suffering of the Innocent
The Truth Shall Make You Free
The God of Life
Las Casas: In Search of the Poor of Jesus Christ.
sumber acuan
^abcdef(Inggris) Paul E. Sigmund., Liberation Theology and The Crossroad, New York: Oxford University Press, 1990
^abc(Indonesia)Y. W. Wartaya Winangun., Tanah sumber nilai hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004
^abcdefghijklmnop(Indonesia)Wahono Nitiprawiro,Moh. Sholeh Isre., Teologi pembebasan: sejarah, cara, praksis, dan isinya, Yogyakarta: Lembaga Telaahan Islam dan Sosial (LKIS), 2000
^abcdefghijklmnop(Indonesia)Roy Eckardt., Menggali Ulang Yesus Sejarah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996
^abcde(Indonesia) Douglas J. Elwood., Teologi Kristen Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006
^abcdefg(Indonesia) Tony Lane., Runtut Pijar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
^abcde(Indonesia) Michael Taylor., Dilarang Melarat-Narasi Teologis Mengenai Kemiskinan, Yogyakarta: Kanisius, 2007
Pranala luar
(Indonesia) Bayang-bayang Teologi pembebasan
(Indonesia) Teologi Pembebasan
(Indonesia) Teologi pembebasan dan gerakan mahasiswa