Suku Rejang
Rejang |
---|
Jumlah populasi |
1,5-2 juta jiwa[1] |
Kawasan dengan populasi yang signifikan |
Kepahiang Lebong Rejang Lebong Bengkulu Utara Bengkulu Tengah |
Bahasa |
Rejang Indonesia Melayu Bengkulu |
Agama |
Islam |
Kelompokan etnik terdekat |
Suku Lembak Suku Serawai Suku Pasemah |
Suku Rejang yaitu salah satu suku bangsa tertua di Sumatera. Suku Rejang mendominasi wilayah kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, dan kabupaten Lebong. Berdasarkan perbendaharaan kata dan dialek yang dimiliki bahasa Rejang, suku bangsa ini dikategorikan Melayu Proto.
Sejarah
Sejarah asal usul Rejang yang sebenarnya sudah sangat tidak memungkinkan diriwayatkan secara telah tersedia senyata fakta sebenarnya. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang mengakibatkan sejarah asal usul Rejang yang terhapus dan hilang ditelan ketidaktahuan generasi masa lalu. Faktor-faktor tersebut yaitu menjadi berikut:
- Suku Rejang belum memahami media yang berperan untuk menjadi pedoman yang tepat untuk meriwayatkan sejarah, seperti daya menggambar, menulis, memahat, maupun hal-hal lain yang dapat memungkinkan untuk terdeteksi oleh generasi yang hendak masuk untuk disejarahkan. Bukti-bukti arkeolog tersebut belum ditemukan keberadaannya hingga zaman sekarang.
- Suku Rejang masih dipengaruhi oleh tradisi yang bersifat khayalan, sehingga hal-hal yang tidak turut pikiran dibawa masuk dalam kisah sejarah. Hal ini menjadikan sejarah asal usul Rejang menjadi kisah khayalan yang validitas dan reliabilitasnya jauh dari patokan untuk meriwayatkan sejarah.
- Suku Rejang tidak amat sangat mempedulikan masa lampau, tapi menyambut sejarah masa lalu yang diriwayatkan oleh para sejarawan dan cendikiawan asing yang berstatus penjajah. Hal ini juga dihubungkan dengan beberapa oknum suku Rejang yang amat sangat percaya diri berpendapat menurut kemauannya sendiri, sedangkan daya bercakap Rejang dengan berbagai dialek Rejang yang tidak kekurangan tidak dikuasainya. Suku Rejang yang berpartisipasi dalam proyek tersebut juga bukan berstatus orang Rejang asli, apalagi menjalani kehidupan di komunitas suku Rejang yang masih asli.
- Suku Rejang dengan sumber daya lingkungan kehidupan yang paling dieksploitasi oleh penjajah menjadi daerah yang menjadi asal usul suku Rejang. Ini disebabkan oleh rekayasa dari para penjajah yang memang memiliki daya membaca dan menulis, sedangkan suku Rejang sangat dibodohkan. Sifat dari penjajah yang seperti ini ketahuan oleh para sejarawan Indonesia, yakni penjajah menjauhkan bangsa Indonesia untuk mengetahui ilmu pengetahuan modern. Pengetahuan modern seperti daya ilmu bahasa, ilmu hitung, ilmu filsafat, maupun ilmu-ilmu modern yang lainnya belum didapatkan oleh suku Rejang yang adalah suku bangsa di Indonesia. Ini terbukti dengan aksara kaganga yang konon adalah tulisan asli suku Rejang, tapi pada kenyataan tidak mampu dipahami suku Rejang masa silam hingga masa sekarang. Hal ini juga menumbuhkan keraguan bahwa aksara tersebut yaitu asli tulisan suku Rejang yang memang prakarsa suku Rejang itu sendiri.
- Suku Rejang amat sangat suka meniru secara tidak kreatif, ini terbukti dengan alat musik tradisional, tari tradisional, rumah adat, adat upacara pernikahan, dan bahkan pakaian adat yang tidak kekurangan semuanya imitasi dari suku bangsa terdekat dan pendatang yang tidak kekurangan di tanah Rejang. Fenomena ini secara kasat mata dapat langsung ditebak oleh setiap pengamatnya, meskipun pengamat tersebut yaitu seorang amatir.
Dari beberapa faktor di atas, sulit sekali mendeteksi sejarah asal usul suku Rejang. Meskipun demikian, masih tidak kekurangan satu peninggalan yang masih diwariskan secara nyata dan masih tidak kekurangan hingga sekarang. Warisan tersebut yaitu bahasa Rejang, sebuah bahasa yang unik yang belum punah hingga sekarang. Walaupun bukti-bukti arkeologi belum tidak kekurangan terbukti keberadaannya secara fakta, tapi bahasa dapat menjadi pedoman menelusuri sejarah Rejang. Hal ini membuktikan bahwa orang yang paling berperan untuk meriwayatkan Rejang yaitu suku Rejang dengan daya bahasa Rejang tingkat mahir atau penutur asli bahasa Rejang yang mampu berhubungan dengan orang-orang Rejang dengan daya meriwayatkan kisah lampau secara ilmiah.
Pikiran budi
![](https://pasar.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=9&kodegb=350px-Hukum_Rejang.jpg)
Suku Rejang menempati kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang, kabupaten Bengkulu Utara, kabupaten Bengkulu Tengah, dan kabupaten Lebong. Suku ini adalah suku dengan populasi terbesar di provinsi Bengkulu, suku ini tidak adaptif terhadap pengembangan di luar daerah. Ini disebabkan kultur masyarakat Rejang yang sulit untuk menyambut pendapat di luar dari pendapat kelaziman menurut pendapat mereka, dan ini menjadi bukti keyakinan dan ketaatan mereka terhadap adat-istiadat yang berlaku sejak dahulu saat. Hal ini menggambarkan bahwa sejak zaman dahulu suku Rejang telah memiliki adat-istiadat. Karena mayoritas suku Rejang masih mempertahankan kebudayaan mereka, tidak ajab jika hukum adat yang berupa denda dan cuci kampung masih dipertahankan hingga sekarang. Suku Rejang sangat memuliakan harga diri, seperti halnya penjagaan martabat kaum perempuan, penghinaan terhadap para pencuri, dan penyiksaan dan pemberian hukum denda terhadap pelaku zina. Disebabkan kesesuaian tradisi Rejang dengan petuah Islam, suku Rejang telah mengubah kepercayaan terdahulu mereka ke petuah agama Islam. Hingga saat ini, pikiran budi mereka juga identik dengan nuansa Islam. Pada zaman sekarang, sudah jumlah putra-putri suku Rejang telah menempuh pengolahan memberi latihan tinggi seperti ilmu pengolahan memberi latihan keguruan, ilmu kesehatan, ilmu hukum, ilmu ekonomi, sastra, dan menjadinya. Jumlah yang telah menekuni profesi menjadi pegawai negeri, pejabat teras, dokter, pegawai swasta, pengacara, polisi, dan berbagai profesi yang memiliki kehormatan menurut masyarakat modern pada era sekarang ini.
Peradaban
Setelah Inggris secara resmi menyerahkan pemerintahan di Bengkulu kepada Belanda pada 6 April 1825, nasib masyarakat Bengkulu dan daerah pesisir tetap menderita di bawah belenggu kolonial. Kondisi itu berbedaan dengan masyarakat Rejang di daerah pedalaman atau pegunungan yang tidak sudah menjalani menemui penjajahan hingga tahun 1860. Keberuntungan itu disebabkan letak daerah Rejang yang jauh di pedalaman dan dikelilingi bukit barisan serta hutan rimba yang masih sangat belantara. Sebelum Belanda menyambangi Tanah Pat Petulai, peradaban masyarakat Rejang sudah semakin maju dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Hal ini dibuktikan dalam masyarakat Rejang telah memiliki pemerintahan masyarakatnya sendiri yang terdiri dari 5 orang tui kutei. Kutei adalah suatu masyarakat hukum adat asli yang berdiri dan geneologis terdiri dari sekurang-kurangnya 10 hingga 15 keluarga atau rumah, sedangkan tui kutei adalah kepala kutei yang ditunjuk berdasarkan garis keturunan pendiri petulai (kesatuan kekeluargaan masyarakat Rejang yang asli).
Dengan tidak kekurangannya sistem petulai tersebut, menandakan masyarakat Rejang sudah memiliki hukum adat yang dipatuhi oleh pendukungnya. Peradaban yang maju pada masyarakat Rejang juga ditandai bahwa suku Rejang telah memiliki aksara sendiri menjadi alat penyampai informasi, yakni aksara kaganga. Hingga saat ini, masyarakat Rejang yang asli masih memiliki peradaban yang menjunjung harga diri. Sering terjadinya kerusakan peradaban dalam masyarakat Rejang karena jumlah masyarakat di daerah Rejang yang mampu bercakap Rejang, tetapi secara silsilah keturunan mereka bukanlah masyarakat Rejang yang asli (garis keturunan bukan patrilineal). Hal ini menjadi fenomena yang mencoreng citra suku Rejang.
Bahasa
Suku Rejang memiliki perbedaan yang mencolok dalam dialek penuturan bahasa. Dialek Rejang Kepahiang memiliki perbedaan dengan dialek Rejang di Kabupaten Rejang Lebong yang dikenal dengan dialek Rejang Curup, dialek Rejang Bengkulu Utara, dialek Rejang Bengkulu Tengah, dan dialek Rejang yang masyarakatnya di wilayah kabupaten Lebong. Secara kenyataan yang tidak kekurangan, dialek dominan Rejang terdiri tiga macam. Dialek tersebut yaitu menjadi berikut:
- Dialek Rejang Kepahiang (mencakup wilayah kabupaten Kepahiang)
- Dialek Rejang Curup (mencakup wilayah kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Tengah, dan kabupaten Bengkulu Utara)
- Dialek Rejang Lebong (mencakup wilayah kabupaten Lebong dan wilayah kabupaten Bengkulu Utara yang berdekatan dengan wilayah kabupaten Lebong)
Dari tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, saat ini Rejang terbagi menjadi Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun, meskipun dialek dari ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbedaan, tapi setiap penutur asli bahasa Rejang dapat memahami perbedaan kosakata pada saat komunikasi berlaku. Karena perbedaan tersebut seperti perbedaan dialek pada bahasa Inggris Amerika, bahasa Inggris Britania, dan bahasa Inggris Australia. Secara filosofis, perbedaan dialek bahasa Rejang terjadi karena faktor jarak, faktor sosial, dan faktor psikologis dari suku Rejang itu sendiri. Hal ini juga membuktikan bahwa tingkat persatuan dan kesatuan suku Rejang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan suku bangsa terdekat lainnya suku Lembak, suku Serawai, dan suku Pasemah. Itu disebabkan karena suku Rejang bukan suku bangsa perantau sehingga tingkat kepemilikan tanah mereka tergolong tinggi, mereka masih mudah dipengaruhi devide et empera yang dilancarkan penjajah sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada zaman sekarang, politik pecah belah tersebut dilancarkan oleh golongan tertentu dengan tujuan yang relatif sama dengan penjajahan Hindia Belanda.
Lihat pula
- Bahasa Rejang
- Pikiran budi Rejang
- Aksara Kaganga
Sumber acuan
- ^ Wurm, Stephen A. and Shiro Hattori, (eds.) (1981) Language Atlas of the Pacific Area Australian Academy of the Humanities in collaboration with the Japan Academy, Canberra, ISBN 0-85883-239-9
|
andrafarm.com, pasar.ggiklan.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dan sebagainya.