Melayu, Champa, Minang dan semua suku minoritas yang bertempat tinggal tetap di aceh.
Suku Aceh yaitu nama sebuah suku yang menempati wilayah pesisir dan beberapa pedalaman Aceh. Orang Aceh mayoritas taat kepada agama Islam. Bahasa yang dituturkan yaitu bahasa Aceh yang yaitu babak dari bahasa Melayu-Polinesia Barat, cabang dari keluarga bahasa Austronesia dan berkerabat dengan bahasa Cham di Vietnam dan Kamboja. Lain daripada di wilayah provinsi Aceh sendiri, populasi suku Aceh juga terdapat di Kedah, Malaysia[4].
Suku Aceh dikenal dengan kejayaan kerajaan Islam Aceh sampai perjuangan atas penaklukan kolonial Hindia Belanda.
Asal muasal suku Aceh berasal dari suku-suku asli seperti suku Mante (Bante) dan Lhan. Suku Mante pada mulanya menempati wilayah Aceh Luhur dan kemudian menyebar ke tempat-tempat lainnya.[5].
Di samping itu jumlah pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh, bangsa Arab dan India dikenal akrab hubungannya pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Bangsa Arab yang datang ke Aceh jumlah yang berasal dari provinsi Hadramaut (Negeri Yaman), dibuktikan dengan marga-marga mereka al-Aydrus, al-Habsyi, al-Attas, al-Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain lain, yang semuanya yaitu marga marga bangsa Arab asal Yaman. Mereka datang menjadi ulama dan berjualan. Saat ini jumlah dari mereka yang sudah kawin campur dengan masyarakat asli Aceh, dan melenyapkan nama marganya.
Sedangkan bangsa India biasanya dari Gujarat dan Tamil. Dapat dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa Aceh, serta variasi kebutuhan hidup (kari), dan juga warisan kebudayaan Hindu Tua (nama-nama desa yang diambil dari bahasa Hindi, contoh: Indra Puri). Keturunan India dapat ditemukan tersebar di seluruh Aceh. Karena jabatan geografis yang berdekatan maka keturunan India cukup dominan di Aceh.
Lain daripada itu juga jumlah keturunan bangsa Persia (Iran/Afghan) dan Turki, mereka sempat datang atas undanganKerajaan Aceh untuk dibuat menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit dan serdadu peperangan kerajaan Aceh, dan saat ini keturunan keturunan mereka biasanya tersebar di wilayah Aceh Luhur. Sampai saat ini bangsa Aceh sangat menyenangi nama-nama warisan Persia dan Turki. Bahkan sebutan Banda, dalam nama kota Banda Aceh pun yaitu warisan bangsa Persia (Bandar arti: pelabuhan).
Di samping itu telah tersedia pula keturunan bangsa Portugis, di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir barat Aceh). Mereka yaitu keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto, yang berlayar hendak menuju Malaka (Malaysia), dan sempat singgah dan berjualan di wilayah Lam No, dan beberapa luhur di selang mereka tetap tinggal dan bertempat tinggal tetap di Lam No. Sejarah mencatat peristiwa ini terjadi selang tahun 1492-1511, pada saat itu Lam No di bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya. Sampai saat ini masih dapat diamati keturunan mereka yang masih memiliki profil wajah Eropa yang masih kental.
Bahasa Aceh termasuk dalam kumpulan bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang memiliki kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh yaitu bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh yaitu bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.
Tags: acehnese, polinesia, barat cabang, dari, keluarga bahasa austronesia, menetap lam, no, sejarah mencatat peristiwa, aceh akit, alas, anak dalam aneuk, jamee angkola, bangka, melayu bugis minahasa, moma mongondow, mori, mori atas mori, collection of, free, studies kofei kokoda, kombai komyandaret, konda, koneraw kopkaka acehnese, acehnese collection, of