Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia
Dituturkan diIndonesia, Malaysia, Timor Leste, Brunei, Singapura
WilayahIndonesia, Malaysia, Timor Leste, Brunei, Singapura
Banyak penutur17–30 juta penutur asli
total 140–220 juta  (tidak mempunyai tanggal)
Rumpun bahasa
Status resmi
Bahasa resmi diIndonesia
Diregulasi olehBadan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kode-kode bahasa
ISO 639-1id
ISO 639-2ind
ISO 639-3ind
Indonesian Language Map.svg
Keterangan:
     Wilayah Bahasa Indonesia dominan dipertuturkan dan sebagai bahasa resmi.
     Wilayah Bahasa Indonesia dituturkan oleh minoritas.

Bahasa Indonesia yaitu bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia[1] dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.[2] Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya sehabis Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai terjadinya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia yaitu salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu.[3] Dasar yang dipakai yaitu bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang)[4] dari seratus tahun ke-19. Dalam perkembangannya beliau merasai perubahan akhir suatu peristiwa penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan beragam proses pembakuan sejak awal seratus tahun ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap dipergunakan.[5] Proses ini menyebabkan berbedaannya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang dipergunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia yaitu bahasa yang hidup, yang terus memproduksi kata-kata baru, baik menempuh penciptaan maupun penyerapan dari bahasa kawasan dan bahasa asing.

Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi banyakan penuturnya. Beberapa akbar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang mempunyai di Indonesia sebagai bahasa ibu.[6] Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia dipergunakan sangat lapang di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan beragam forum publik lainnya,[7] sehingga dapatlah dituturkan bahwa Bahasa Indonesia dipergunakan oleh semua warga Indonesia.

Fonologi dan atur bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif gampang.[8] Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat ditelaah hanya dalam kurun waktu beberapa hari pertama.[9]

Sejarah

Lihat pula Sejarah bahasa Melayu.

Masa lewat sebagai bahasa Melayu

Bahasa Indonesia yaitu varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang dipergunakan sebagai lingua franca di Nusantara probabilitas sejak abad-abad awal penanggalan modern.

Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke beragam tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana dikenal bahasa Melayu yang dipergunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang dengan cara lapang dan dijadikan beragam.

Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada seratus tahun ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, benar dengan cara geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang yaitu beberapa dari wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu meliputi wilayah geografis yang lebih lapang dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, meliputi negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut dinamakan juga Bumi Melayu seperti diceritakan dalam Kakawin Nagarakretagama.

Ibukota Kerajaan Melayu lebih mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat pendukungnya yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau dijadikan klan Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang yaitu salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh lapang hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu lebih lebih lapang, tampak dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.

Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o" seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama dinamakan Hujung Medini berarti Semenanjung Medini.

Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (= Hujung Medini) dan banyakan kembali pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya yaitu Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka (= Semenanjung Malaysia) yang kesudahannya dinamakan Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar kawasan Semenanjung Malaka berlogat "e".

Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, benar diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.

Penduduk asli Sumatera ketika belumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut yaitu nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu selanjutnya merasai perluasan makna, sehingga timbul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.

Dengan cara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang dijadikan nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Sehabis merasai kurun masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai etnik merasai penyempitan makna dijadikan sebuah etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya didalamnya juga telah merasai amalgamasi dari beberapa unsur etnis.

M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai berikut: "Melayu dengan cara puak (etnis, suku), bukan diawasi dari faktor genekologi seperti banyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, mempunyai beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu

Kerajaan Sriwijaya dari seratus tahun ke-7 Masehi dikenal memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera anggota selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini dikenal cukup lapang, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari seratus tahun berikutnya di Pulau Jawa[10] dan Pulau Luzon.[11] Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga seratus tahun ke-15 Masehi.

Pada seratus tahun ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak dinamakan sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan hal mempunyai bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang dijadikan juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini yaitu mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akhir suatu peristiwa dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak seratus tahun ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlanjut hingga sekarang.

Kedatangan pedagang Portugis, dihadiri oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah budaya masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk budaya Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, keaktifan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal seratus tahun ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel yaitu pinjaman dari bahasa ini.

Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akhir suatu peristiwa kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, kenal, loteng, teko, tauke, dan cukong.

Jan Huyghen van Linschoten pada seratus tahun ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada seratus tahun ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur".[12] Lapangnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan beragam varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di beragam pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa satu tempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama bicara Melayu (sejak kesudahan seratus tahun ke-19).[13] Varian-varian lokal ini dengan cara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.

Terobosan penting terjadi ketika pada menengah seratus tahun ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dituturkan bahwa bahasa ini yaitu bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.

Hingga kesudahan seratus tahun ke-19 dapat dituturkan terdapat paling seberapa dua himpunan bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dituturkan sebagai lingua franca, tetapi banyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman

Bahasa Indonesia

Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilaksanakan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akhir suatu peristiwa pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang dengan cara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.

Pada awal seratus tahun ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak dijadikan anggota dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

Intervensi pemerintah lebih kuat dengan dibuatnya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini dijadikan Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di beragam sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.[14] Bahasa Indonesia dengan cara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan mahir sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,

"Bila mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang mempunyai di Indonesia dan kesusastraannya, hanya mempunyai dua bahasa yang bisa diharap dijadikan bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Namun dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun hendak dijadikan bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."[15]

Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak memasukkan dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.[16]

Peristiwa-peristiwa penting


  • Tahun 1908 pemerintah kolonial membangun sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang selanjutnya pada tahun 1917 diubah dijadikan Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak seberapa membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat lapang.
  • Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.[17]
  • Tanggal 28 Oktober 1928 dengan cara resmi Muhammad Yamin mengusulkan supaya bahasa Melayu dijadikan bahasa persatuan Indonesia.
  • Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
  • Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana membenahi Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
  • Tanggal 25-28 Juni 1938 diteruskan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilaksanakan dengan cara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
  • Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) mengambil keputusan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
  • Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang terjadi ketika belumnya.
  • Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diadakan Kongres Bahasa Indonesia II di Area. Kongres ini yaitu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditentukan sebagai bahasa negara.
  • Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) menempuh pidato kenegaraan di depan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
  • Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Budaya mengambil keputusan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi terjadi di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
  • Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diadakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan jabatan dan fungsi bahasa Indonesia.
  • Tanggal 21-26 November 1983 diadakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diadakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya diceritakan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Akbar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan telah tersedia, dapat tercapai semaksimal mungkin.
  • Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diadakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh agak tujuh ratus mahir bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya akbar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Akbar Bahasa Indonesia dan Atur Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
  • Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diadakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 mahir bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan supaya Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya dijadikan Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
  • Tanggal 26-30 Oktober 1998 diadakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibuatnya Badan Pertimbangan Bahasa.

Penyempurnaan ejaan

Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia merasai beberapa tahapan sebagai berikut:

Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim membenahi ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman atur bahasa yang selanjutnya dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

  1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai imbuhan akhir dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga dipergunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
  2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dll.
  3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dll.
  4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dll.

Ejaan Republik

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan ketika belumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:

  1. Huruf oe ditukar dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dll.
  2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dll.
  3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
  4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang menyertainya.

Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Pemikiran ejaan ini dikenal pada kesudahan tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, lebih dibakukan.

Perubahan:

Indonesia
(pra-1972)
Malaysia
(pra-1972)
Sejak 1972
tjchc
djjj
chkhkh
njnyny
sjshsy
jyy
oe*uu

Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".

Daftar kata serapan dalam bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia yaitu bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak meresap kata-kata dari bahasa lain.

Asal BahasaBanyak Kata
Belanda3.280 kata
Inggris1.610 kata
Arab1.495 kata
Sanskerta-Jawa Kuno677 kata
Tionghoa290 kata
Portugis131 kata
Tamil83 kata
Parsi63 kata
Hindi7 kata

Sumber: Buku berjudul "Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia" (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).

Adapun banyak kata-kata yang diserap dari bahasa Nusantara dalam KBBI Edisi Keempat dipandukan di dalam daftar berikut:[18]

Asal bahasaBanyak kata
Jawa1109 kata
Minangkabau929 kata
Sunda223 kata
Madura221 kata
Bali153 kata
Aceh112 kata
Banjar100 kata

Penggolongan

Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya yaitu cabang dari bahasa Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra

Distribusi geografis

Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun banyakan dipergunakan di area perkotaan (seperti di Jakarta dengan dialek Betawi serta logat Betawi).

Penggunaan bahasa di kawasan biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek dan logat di kawasan bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk mengadakan komunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang-kadang bahasa daerahlah yang dipergunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.

Jabatan resmi

Bahasa Indonesia memiliki jabatan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:

  1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
  2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.

Dari Kedua hal tersebut, maka jabatan bahasa Indonesia sebagai:

  1. Bahasa kebangsaan, jabatannya mempunyai di atas bahasa-bahasa kawasan.
  2. Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Fonologi

Bahasa Indonesia mempunyai 26 fonem yaitu 21 huruf mati dan 5 huruf hidup. Di samping itu sistem atur bahasanya sederhana, di mana:

Vokal
DepanMadyaBalik
Tertutup 
Tengaheəo
Nyaris Terbuka(ɛ) (ɔ)
Terbukaa  

Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam suku kata tertutup seperti cairan kedua vokal tidak dijelaskan sebagai diftong

Konsonan
BibirGigiLangit2
keras
Langit2
lunak
Celah
suara
Sengaumnɲŋ 
Letupp bt dc ɟk gʔ
Desis(f)s (z)(ç)(x)h
Getar/Sisi l r   
Hampiranw j  
  • Vokal di dalam tanda kurung yaitu alofon sedangkan konsonan di dalam tanda kurung yaitu fonem pinjaman dan hanya timbul di dalam kata serapan.
  • /k/, /p/, dan /t/ tidak diaspirasikan
  • /t/ dan /d/ yaitu konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di dalam bahasa Inggris.
  • /k/ pada kesudahan suku kata dijadikan konsonan letup celah suara
  • Penekanan ditaruh pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar. Tetapi apabila suku kata ini berisi pepet maka penekanan pindah ke suku kata terakhir.

Sistem Penulisan

Huruf akbarHuruf kecilIPAHuruf akbarHuruf kecilIPA
Aa/ɑː/Nn/n/
Bb/b/Oo/ɔ, o/
Cc/tʃ/Pp/p/
Dd/d/Qq/q/
Ee/e, ɛ, ə/Rr/r/
Ff/f/Ss/s/
Gg/ɡ/Tt/t/
Hh/h/Uu/u/
Ii/i/Vv/v, ʋ/
Jj/dʒ/Ww/w/
Kk/k/Xx/ks/
Ll/l/Yy/j/
Mm/m/Zz/z/

Atur bahasa

Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak menggunakan kata bergender. Sebagai contoh kata tukar seperti "dia" tidak dengan cara spesifik memperlihatkan apakah orang yang dinamakan itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar" sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai contohnya.

Mempunyai juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya "putri" dan "putra". Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain. Pada kasus di atas, kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta menempuh bahasa Jawa Kuno.

Untuk mengubah sebuah kata benda dijadikan bentuk jamak digunakanlah reduplikasi (perulangan kata), namun hanya bila banyaknya tidak terlibat dalam konteks. Sebagai contoh "seribu orang" dipakai, bukan "seribu orang-orang". Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada kata benda.

Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata tukar orang pertama jamak, yaitu "kami" dan "kita". "Kami" yaitu kata tukar eksklusif yang berarti tidak termasuk sang lawan bicara, sedangkan "kita" yaitu kata tukar inklusif yang berarti himpunan orang yang dinamakan termasuk lawan bicaranya.

Bentuk kata dasar yaitu Subyek - Predikat - Obyek (SPO), walaupun bentuk kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang atau banyak subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (tense). Waktu dijelaskan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, "kemarin" atau "esok"), atau tuntunan lain seperti "sudah" atau "belum".

Dengan atur bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin hendak cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali berusaha bisa bahasa Indonesia.

Awalan, imbuhan akhir, dan sisipan

Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, imbuhan akhir, maupun sisipan, baik yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing.

AwalanFungsi (pembentuk)Perubahan bentukKaitan
ber-verbabe-; bel-per-
ter-verba; adjektivate-; tel-ke-
meng-verba (aktif)me-; men-; mem-; meny-di-; pe-; ku-; kau;
di-verba (pasif) meng-
ke-nomina; numeralia; verba (percakapan) ter-
per-verba; nominape-; pel-ber-
peng-nominape-; pen-; pem-; peny-meng-
se-klitika; adverbia  
ku-, kau-verba (aktif) me-

Dialek dan ragam bahasa

Lihat pula: Varian-varian bahasa Melayu

Pada kondisinya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang dinamakan sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang dinamakan sebagai ragam bahasa.

Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:

  1. Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang dipergunakan di kawasan tertentu sehingga beliau membedakan bahasa yang dipergunakan di suatu kawasan dengan bahasa yang dipergunakan di kawasan yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karenanya, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Area.
  2. Dialek sosial, yaitu dialek yang dipergunakan oleh himpunan masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja.
  3. Dialek temporal, yaitu dialek yang dipergunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
  4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kami semua bicara Indonesia, kami masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, atur bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.

Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, beliau dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.

Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:

  1. ragam undang-undang
  2. ragam jurnalistik
  3. ragam ilmiah
  4. ragam sastra

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:

  1. ragam lisan, terdiri dari:
    1. ragam dialog
    2. ragam pidato
    3. ragam kuliah
    4. ragam panggung
  2. ragam tulis, terdiri dari:
    1. ragam teknis
    2. ragam undang-undang
    3. ragam catatan
    4. ragam surat-menyurat

Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat dipergunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:

  1. komunikasi resmi
  2. wacana teknis
  3. pembicaraan di depan khalayak ramai
  4. pembicaraan dengan orang yang dihormati

Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Pasal 36 Undang-Undang Dasar RI 1945
  2. ^ Butir ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928
  3. ^ Kridalaksana H. 1991. Pendekatan mengenai Pendekatan Historis dalam Telaahan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Dalam Kridalaksana H. (penyunting). Masa Lampau bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
  4. ^ Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I 1939 di Solo: "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe' hendak tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan lingkungan kehidupan baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat diseloeroeh Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem mahir jang beralam baharoe, ialah lingkungan kehidupan kebangsaan Indonesia", dikutip di Pendahuluan KBBI cetakan ketiga.
  5. ^ Asmadi T.D. Guna Tanggal 2 Mei bagi Bahasa Indonesia. Laman Lembaga Pers Dr. Sutomo. Edisi 08 Februari 2010. diakses 5 Maret 2010.
  6. ^ Depdiknas Terbitkan Peta Bahasa Blog BahasaKami 4 Maret 2009, mirror dari berita AntaraOnline edisi 22 Oktober 2008.
  7. ^ http://www.ohio.edu/LINGUISTICS/indonesian/index.html Why Indonesian is important to learn. Situs pengajaran bahasa Indonesia di Ohio State University.
  8. ^ Farber, Barry. J. How to learn any language quickly, enjoyably and on your own. Citadel Press. 1991.
  9. ^ Eliot, J., Bickersteth, J. Sumatra Handbook. Footprint. 2000.
  10. ^ Penemuan prasasti bicara Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun seratus tahun ke-9) dan di tidak jauh Bogor (Prasasti Bogor) dari seratus tahun ke-10 memperlihatkan hal mempunyai penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa
  11. ^ Keping Tembaga Laguna (900 M) yang ditemukan di tidak jauh Manila, Pulau Luzon, bicara Melayu Kuna, memperlihatkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
  12. ^ a b (Inggris)Best of The Best (Crème de la Crème)
  13. ^ Hal ini tidak jarang telah tersedia karena banyak dari pengusaha penerbitan di kala itu berasal dari etnis Tionghoa.
  14. ^ Balai Pustaka, Berbenah Sehabis Satu Seratus tahun. Kompas daring, 25 November 2009.
  15. ^ [1]
  16. ^ Teeuw, A (1986). Modern Indonesian Literature I.  Unknown parameter |published= ignored (help)
  17. ^ Etek, Azizah (2008). Kelah Sang Demang, Jahja Datoek Kajo, Pidato Otokritik di Volksraad 1927 - 1939.  Unknown parameter |published= ignored (help)
  18. ^ Kontribusi Kosakata Bahasa Kawasan dalam Bahasa Indonesia artikel oleh Adi Budiwidiyanto di situs Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diakses 3 November 2012

Pranala luar

Pembelajaran bahasa Indonesia

Kamus Indonesia - asing

  • Untuk daftar situs kamus, lihat Kamus


Bahasa Indonesia
 
Mengenai
 
Ortografi
 
Huruf
 
Era
 
Variasi
 
Akademik
 
Linguistik
  • Fonologi
  • Atur bahasa
  • IPA
 
Otoritas
 
Prefiks
ber- · ter- · me- · di- · ke-  · pe-  · se-  · ku-/kau-
 
Bahasa Indonesia (Isyarat 2)
 
 
 
 
 
 

Baduy Betawi Indonesia Peranakan 1 Javindo 1 Jawa Kangean Kawi Madura Osing Pecok 1 Sunda Tengger

 
 
 

Abui Adang Adonara Alor Amarasi Anakalangu Bali Bengkala 2 Bilba Bima Blagar Bunak b Dela-Oenale Dengka Dhao Ende Hamap Helong Ile Ape Kabola • Kafoa • Kamang • Kambera Kedang Kelon • Kemak b Ke'o Kepo' Kodi Komodo Kui Kula Lamaholot Lamalera Lamatuka Lamboya Lamma • Laura Lembata Barat Lembata Selatan Levuka Lewo Eleng Lewotobi Lio Lole Melayu Bali Melayu Kupang Melayu Larantuka Mamboru Manggarai Nage Nedebang Ngada Ngada Timur Palue Rajong Rembong Retta • Ringgou Riung Rongga Sabu Sasak Sawila Sikka So'a • Sumbawa Tambora Tereweng • Termanu Tetun b Tewa • Tii • Uab Meto Wae Rana • Wanukaka Wejewa Wersing

 
 
 

Abal Ampanang Aoheng Bahau Bakati' Barangas Bekati' Rara • Bekati' Sara • Bakumpai Banjar Basap • Benyadu' Bidayuh Biatah • Bidayuh Bukar-Sadong • Bolongan • Bukat Bukitan • Burusu • Dusun Deyah Dusun Malang Dusun Witu Embaloh Hovongan Iban a Jangkang Kayan Mahakam Kayan Busang Kayan Sungai Kayan Kayan Mendalam Kayan Wahau Kelabit a Kembayan Kendayan Keninjal Kenyah Kelinyau Kenyah Wahau Kereho Kohin Lawangan Lengilu Lun Bawang Ma'anyan Melayu Berau Melayu Bukit Melayu Kutai Kota Bentuk Melayu Kutai Tenggarong Melayu Dayak Modang Mualang Ngaju Okolod Ot Danum Paku Punan Aput Punan Merah Punan Merap • Punan Tubu • Putoh • Ribun • Sa'ban • Sanjau Basap • Sanggau Seberuang Segai Selungai Murut • Semandang • Sembakung Murut • Siang Tagal Murut • Taman Tausug Tawoyan Tidong Tunjung Uma' Lasan • Uma' Lung

 
 
 

Andio Aralle-Tabulahan Bada Bahonsuai Bajau Indonesia Balaesang Balantak Bambam Banggai Bantik • Baras • Batui • Behoa • Bentong • Bintauna • Boano • Bobongko Bolango • Bonerate • Budong-Budong • Bugis Bungku Buol • Busoa • Campalagian Cia-Cia Dakka • Dampelas • Dondo • Duri Enrekang Gorontalo Kaidipang Kaili Da'a • Kaili Ledo • Kaili Unde • Kaimbulawa • Kalao • Kalumpang • Kamaru Kioko • Kodeoha • Konjo Pegunungan • Konjo Pesisir Koroni • Kulisusu • Kumbewaha • Laiyolo • Lasalimu • Lauje Lemolang Liabuku Lindu • Lolak • Maiwa Makassar Melayu Makassar Melayu Manado Malimpung Mamasa Mamuju • Mandar Moma • Mongondow Mori Atas Mori Bawah Moronene • Muna Napu • Padoe Pamona Panasuan Pancana • Pannei • Pendau • Ponosakan • Rahambuu • Rampi • Ratahan • Saluan • Sangir Sarudu Sedoa • Seko Padang • Seko Tengah • Selayar Suwawa • Tae' Taje • Tajio • Talaud Taloki Talondo' • Toala' • Tolaki Tomadino Tombelala Tombulu Tomini • Tondano • Tonsawang Tonsea Tontemboan Topoiyo • Toraja-Sa'dan Totoli Tukang Besi Selatan Tukang Besi Utara Ulumanda' • Uma • Waru • Wawonii Wolio Wotu

 
 
 

Alune Amahai Ambelau Aputai Asilulu Babar Tenggara • Babar Utara • Banda • Barakai Bati • Batuley • Benggoi • Boano • Bobot • Buli Buru • Dai • Damar Barat • Damar Timur • Dawera-Daweloor • Dobel • Elpaputih • Emplawas • Fordata • Galela Gamkonora • Gane • Gebe • Geser-Gorom • Gorap • Haruku • Hitu • Horuru • Hoti • Huaulu • Hukumina • Hulung • Ibu • Ili'uun • Imroing • Kadai • Kaibobo • Kamarian • Kao • Karey • Kayeli Kei Kisar Koba • Kola • Kompane • Kur • Laba • Laha • Larike-Wakasihu • Latu • Leti • Liana-Seti • Lisabata-Nuniali • Lisela • Lola • Loloda • Lorang • Loun • Luang • Luhu • Maba • Makian Barat • Makian Timur • Melayu Ambon Melayu Bacan Melayu Banda Melayu Celaku Utara Mangole • Manipa • Manombai • Manusela • Mariri • Masela Barat • Masela Tengah • Masela Timur • Masiwang • Modole • Moksela • Naka'ela • Nila • Naulu Selatan • Naulu Utara • Nusa Laut • Oirata • Pagu • Palumata • Patani • Paulohi • Perai • Piru • Roma • Sahu • Salas • Saleman • Saparua • Sawai Seit-Kaitetu • Selaru • Seluwasan • Sepa • Serili • Serua • Sula • Tabaru • Taliabu • Talur • Tarangan Barat • Tarangan Timur • Tela-Masbuar • Teluti • Teor • Ternate Ternateño1 Te'un • Tidore Tobelo Tugun Tugutil • Tulehu • Ujir • Waioli • Watubela • Wamale Selatan • Wamale Utara • Yalahatan • Yamdena

 
 
 

Abinomn 3 Abun 3 Aghu Airoran Ambai Anasi Ansus Arandai Arguni As Asmat Pantai Kasuari • Asmat Tengah • Asmat Utara • Asmat Yaosakor • Atohwaim Auye Awbono Awera Awyi Awyu Asue Awyu Tengah • Awyu Edera • Awyu Jair • Awyu Utara • Awyu Selatan • Bagusa Baham Barapasi Bauzi • Bayono • Bedoanas • Beneraf • Berik • Betaf • Biak Biga • Biritai • Bonggo • Burate • Burmeso • Burumakok • Buruwai • Busami • Citak Citak Tamnim • Dabe • Damal • Dani Lembah Bawah • Dani Lembah Tengah • Dani Lembah Atas • Dani Barat • Dao • Dem • Demisa • Dera • Diebroud • Dineor • Diuwe • Doutai • Duriankere • Dusner Duvle • Edopi • Eipomek • Ekari • Elseng 3 Emem • Eritai • Erokwanas • Fayu • Fedan • Foau • Gresi • Hatam 3 Hupla • Iau • Iha • Iha Pijin 4 Irarutu Iresim • Isirawa • Itik • Iwur • Jofotek-Bromnya • Kaburi • Kais • Kaiy • Kalabra • Kamberau • Kamoro • Kanum Bädi • Kanum Ngkâlmpw • Kanum Smärky • Kanum Sota • Kapauri • Kaptiau • Karas • Karon Dori • Kaure • Kauwera • Kawe • Kayagar • Kayupulau • Kehu 5 Keijar • Kemberano • Kembra 5 Kemtuik Ketengban • Ketum • Kimaghima • Kimki • Kirikiri • Kofei • Kokoda • Kombai • Komyandaret • Konda • Koneraw • Kopkaka • Korowai • Korupun-Antara • Kosare • Kowiai • Kuri • Kurudu • Kwer • Kwerba • Kwerba Mamberamo • Kwerisa • Kwesten • Kwinsu • Legenyem Lepki 5 Liki • Maden • Mai Brat Mairasi • Maklew • Melayu Papua Mander • Mandobo Atas • Mandobo Bawah • Manem • Manikion • Mapia • Marau • Marind • Marind Bian • Masimasi • Massep 3 Matbat • Mawes • Ma'ya • Mekwei • Meoswar • Mer • Meyah • Mlap • Mo • Moi • Molof 5 Mombum • Momina • Momuna • Moni • Mor • Mor • Morai • Morori • Moskona • Mpur 3 Munggui • Murkim 5 Muyu Utara • Muyu Selatan • Nafri Nakai • Nacla • Namla 5 Narau • Ndom • Nduga • Ngalum • Nggem • Nimboran • Ninggerum • Nipsan • Nisa • Obokuitai • Onin • Onin Pijin 4 Ormu • Orya • Papasena • Papuma • Pom • Puragi • Rasawa • Riantana • Roon • Samarokena • Saponi • Sauri • Sause • Saweru • Sawi • Seget • Sekar • Semimi • Sempan • Sentani Serui-Laut • Sikaritai • Silimo • Skou Sobei Sowanda • Sowari • Suabo • Sunum • Tabla • Taikat • Tamagario • Tanahmerah • Tandia • Tangko • Tarpia • Tause • Tebi • Tefaro • Tehit • Tobati Tofanma 5 Towei • Trimuris • Tsaukambo • Tunggare • Una • Uruangnirin • Usku 5 Viid • Vitou • Wabo • Waigeo • Walak • Wambon • Wandamen • Wanggom • Wano • Warembori • Wares • Waris • Waritai • Warkay-Bipim • Waropen Wauyai • Woi • Wolai • Woria • Yahadian • Yale Kosarek • Yali Angguruk Yali Ninia • Yali Lembah • Yaqay • Yarsun • Yaur • Yawa • Yei • Yelmek • Yeretuar • Yetfa • Yoke • Zorop

 

1 Kreol 2 Bahasa isyarat 3 Bahasa isolat 4 Bahasa Pidgin 5 Tidak diklasifikasikan
a juga dituturkan di Malaysia dan/ Brunei Darussalam. • b juga dituturkan di Timor Leste, Papua Nugini dan/ negara-negara Oseania lainnya. Italik: Bahasa punah atau bahasa mati.

*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


Sumber :
ilmuwan.web.id, pasar.ptkpt.net, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dll.