Dropadi

Dropadi
द्रौपदी
Dewi Dropadi membawa kendi madu. Lukisan India karya Raja Ravi Varma.
Dewi Dropadi membawa kendi madu. Lukisan India karya Raja Ravi Varma.
Tokoh dalam mitologi Hindu
NamaDropadi
Ejaan Dewanagariद्रौपदी
Ejaan IASTDraupadī
Nama bedaKresna; Sailandri;
Yadnyaseni
AsalKampilya, Kerajaan Panchala

Dropadi, Drupadi, atau Draupadi (Sanskerta: द्रौपदी; Draupadī) yaitu salah satu tokoh dari wiracarita Mahabharata. Dia yaitu puteri Prabu Drupada, raja di kerajaan Panchala. Pada kitab Mahabharata versi aslinya, Dropadi yaitu istri para Pandawa lima semuanya. Tetapi dalam tradisi pewayangan Jawa di nantinya, dia hanyalah permaisuri Prabu Yudistira saja.

Arti nama

Pada mulanya, Dropadi diberi nama "Kresna", merujuk kepada warna kulitnya yang kehitam-hitaman. Dalam bahasa Sanskerta, ucap "Krishna" dengan programa harfiah berarti gelap atau hitam. Lambat laun dia bertambah dikenal menjadi "Dropadi" (ejaan Sanskerta: Draupadī), yang dengan programa harfiah berarti "puteri Drupada". Nama "Pañcali" juga diberikan kepadanya, yang dengan programa harfiah berarti "puteri kerajaan Panchala". Karena dia merupakan saudari dari Drestadyumna, maka dia juga dinamakan "Yadnyaseni" (Yajñasenī).

Kelahiran Dropadi

Dropadi yaitu anak yang kelahiran dari hasil Putrakama Yadnya, yaitu ritual memohon anak dalam wiracarita Mahabarata. Diceritakan sehabis Drupada dipermalukan oleh Drona, dia pergi ke dalam hutan untuk merancang balas dendam. Kemudian dia menetapkan untuk ada putra yang hendak membunuh Drona, dan seorang putri yang hendak menikah dengan Arjuna. Dibantu oleh resi Jaya dan Upajaya, Drupada melaksanakan Putrakama Yadnya dengan fasilitas api suci. Dropadi kelahiran dari api suci tersebut.

Perkawinan dengan para Pandawa

Dropadi dihina di muka umum. Lukisan India karya Raja Ravi Varma.

Dalam kitab Mahabharata versi India dan dalam tradisi pewayangan di Bali, Dewi Dropadi bersuamikan lima orang, yaitu Panca Pandawa. Pernikahan tersebut dijadikan sehabis para Pandawa mengunjungi Kerajaan Panchala dan memasuki sayembara di sana. Sayembara tersebut diikuti oleh para kesatria terkemuka di seluruh penjuru daratan Bharatawarsha (India Kuno), seperti misalnya Karna dan Salya. Para Pandawa berkumpul bersama para kesatria beda di arena, tetapi mereka tidak berpakaian selayaknya seorang kesatria, melainkan menyamar menjadi brahmana. Di tengah-tengah arena ditempatkan sebuah sasaran yang wajib dipanah dengan tepat oleh para peserta dan yang berhasil menjalankannya hendak menjadi suami Dewi Dropadi.

Para peserta pun mencoba untuk memanah sasaran di arena, tetapi satu per satu gagal. Karna berhasil menjalankannya, tetapi Dropadi mendorongnya dengan alasan bahwa dia tidak mau menikah dengan putera seorang kusir. Karna pun kecewa dan perasaannya sangat kesal. Sehabis Karna tidak diterima, Arjuna tampil ke muka dan mencoba memanah sasaran dengan tepat. Panah yang dilepaskannya mampu mengenai sasaran dengan tepat, dan berdasarkan dengan persyaratan, maka Dewi Dropadi berhak menjadi miliknya. Tetapi para peserta bedanya menggerutu karena seorang brahmana memasuki sayembara sedangkan para peserta ingin agar sayembara tersebut hanya diikuti oleh golongan kesatria. Karena keadaan keluhan tersebut maka keributan tak dapat dijauhi kembali. Arjuna dan Bima bertarung dengan kesatria yang memeranginya sedangkan Yudistira, Nakula, dan Sadewa pulang mengawal Dewi Kunti, ibu mereka. Kresna yang turut ada dalam sayembara tersebut kenal siapa sebenarnya para brahmana yang telah mendapatkan Dropadi dan dia berkata kepada para peserta bahwa sudah selayaknya para brahmana tersebut mendapatkan Dropadi sebab mereka telah berhasil memenangkan sayembara dengan baik.

Sehabis keributan bubar, Arjuna dan Bima pulang ke rumahnya dengan membawa serta Dewi Dropadi. Sesampainya di rumah didapatinya ibu mereka baru saja tidur berselimut sambil memikirkan hal kedua anaknya yang baru saja bertarung di arena sayembara. Arjuna dan Bima turut menghadap dan menyebutkan bahwa mereka sudah pulang serta membawa hasil meminta-minta. Dewi Kunti menyuruh agar mereka membagi rata apa yang mereka peroleh. Tetapi Dewi Kunti terkejut ketika kenal bahwa putera-puteranya tidak hanya membawa hasil meminta-minta saja, tetapi juga seorang wanita. Dewi Kunti tidak mau berdusta maka Dropadi pun menjadi istri Panca Pandawa.

Upacara Rajasuya

Pada saat Yudistira menyelenggarakan upacara Rajasuya di Indraprastha, seluruh kesatria di penjuru Bharatawarsha diundang, termasuk sepupunya yang licik dan selalu iri, yaitu Duryodana. Duryodana dan Dursasana terkagum-kagum dengan suasana balairung Istana Indraprastha. Mereka tidak kenal bahwa di tengah-tengah istana ada kolam. Air kolam begitu jernih sehingga landasannya tampak sehingga tidak tampak seperti kolam. Duryodana dan Dursasana tidak mengetahuinya kemudian mereka tercebur. Melihat hal itu, Dropadi tertawa terbahak-bahak. Duryodana dan Dursasana sangat aib. Mereka tidak dapat melupakan penghinaan tersebut, jangankan yang menertawai mereka yaitu Dropadi yang sangat mereka kagumi kecantikannya.

Ketika tiba waktunya untuk memberikan jamuan kepada para undangan, sudah menjadi tradisi bahwa tamu yang paling dihormati yang pertama kali mendapat jamuan. Atas usul Bisma, Yudistira memberikan jamuan pertama kepada Sri Kresna. Melihat hal itu, Sisupala, beradik-berkakak sepupu Sri Kresna, menjadi keberatan dan menghina Sri Kresna. Penghinaan itu diterima Sri Kresna bertubi-tubi sampai kemarahannya memuncak. Sisupala dibunuh dengan Cakra Sudarsana. Pada waktu menarik Cakra, tangan Sri Kresna mengeluarkan darah. Melihat hal tersebut, Dewi Dropadi segera menyobek kain sari-nya untuk membalut luka Sri Kresna. Bantuan itu tidak dapat dilupakan Sri Kresna.

Permainan dadu

Sehabis menghadiri upacara Rajasuya, Duryodana mengalami rasa iri kepada Yudistira yang memiliki harta berlimpah dan istana yang megah. Melihat keponakannya termenung, timbul argumen jahat dari Sangkuni. Dia menyuruh keponakannya, Duryodana, agar mengundang Yudistira bermain dadu dengan taruhan harta, istana, dan kerajaan di Indraprastha. Duryodana menanggapi usul tersebut karena yakin pamannya, Sangkuni, merupakan ahlinya permainan dadu dan keinginan untuk merebut kekayaan Yudistira ada di tangan pamannya. Duryodana menghasut ayahnya, Dretarastra, agar mengizinkannya jadi pemain dadu. Yudistira yang juga suka bermain dadu, tidak mendorong untuk diundang.

Bagian babak dalam lakon Dropadi ditelanjangi oleh Dursasana dalam sebuah lukisan tradisional dari daerah Punjab, dibuat bertambah kurang abad ke-18.

Yudistira mempertaruhkan harta, istana, dan kerajaannya sehabis dihasut oleh Duryodana dan Sangkuni. Karena tidak memiliki apa-apa kembali untuk dipertaruhkan, maka dia mempertaruhkan saudara-saudaranya, termasuk istrinya, Dropadi. Yang belakang sekalinya Yudistira kalah dan Dropadi diminta untuk ada di arena judi karena sudah menjadi milik Duryodana. Duryodana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Dropadi, tetapi Dropadi mendorong. Sehabis gagal, Duryodana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput Dropadi. Dropadi yang mendorong untuk turut, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta untuk menanggalkan bajunya, tetapi Dropadi mendorong. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi, tetapi kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat daya gaib dari Sri Kresna yang melihat Dropadi dalam bahaya. Bantuan Sri Kresna diakibatkan karena akhlak Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di Indraprastha.

Kematian

Dewi Dropadi dalam nyata wayang Jawa.

Dalam kitab Mahaprasthanikaparwa diceritakan, sehabis Dinasti Yadu musnah, para Pandawa beserta Dropadi menetapkan untuk menjalankan pergerakan suci mengelilingi Bharatawarsha. Menjadi tujuan yang belakang sekali pergerakan, mereka mengarah pegunungan Himalaya sehabis melintasi gurun yang terbentang di utara Bharatawarsha. Dalam pergerakan mengarah ke sana, Dropadi berpulang.

Suami dan keturunan

Dalam kitab Mahabharata versi aslinya, dan dalam tradisi pewayangan di Bali, suami Dropadi berjumlah lima orang yang dinamakan lima Pandawa. Dari hasil hubungannya dengan kelima Pandawa dia memiliki lima putera, yakni:

  1. Pratiwinda (dari hubungannya dengan Yudistira)
  2. Sutasoma (dari hubungannya dengan Bima)
  3. Srutakirti (dari hubungannya dengan Arjuna)
  4. Satanika (dari hubungannya dengan Nakula)
  5. Srutakama (dari hubungannya dengan Sadewa)

Kelima putera Pandawa tersebut dinamakan Pancawala atau Pancakumara.

Dropadi dalam pewayangan Jawa

Dalam budaya pewayangan Jawa, khususnya sehabis mendapat pengaruh Islam, Dewi Dropadi diceritakan sedikit beda dengan kisah dalam kitab Mahabharata versi aslinya. Dalam cerita pewayangan, Dewi Dropadi dinikahi oleh Yudistira saja dan bukan milik kelima Pandawa. Cerita tersebut dapat disimak dalam lakon Sayembara Gandamana. Dalam lakon tersebut dikisahkan, Yudistira memasuki sayembara mengalahkan Gandamana yang disediakan Raja Dropada. Siapa yang berhasil memenangkan sayembara, berhak memiliki Dropadi. Yudistira ikut serta tetapi dia tidak terjun ke arena sendirian melainkan diwakili oleh Bima. Bima berhasil mengalahkan Gandamana dan yang belakang sekalinya Dropadi berhasil didapatkan. Karena Bima mewakili Yudistira, maka Yudistiralah yang menjadi suami Dropadi. Dalam tradisi pewayangan Jawa, putera Dropadi dengan Yudistira bernama Raden Pancawala. Pancawala sendiri merupakan sebutan untuk lima putera Pandawa.

Dijadikannya perbedaan cerita selang kitab Mahabharata dengan cerita dalam pewayangan Jawa karena pengaruh peningkatan agama Islam di tanah Jawa. Sehabis kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu runtuh, munculah Kerajaan Demak yang bercorak Islam. Pada masa itu, segala sesuatu wajib disesuaikan dengan hukum agama Islam. Tontonan wayang yang pada saat itu sangat digemari oleh masyarakat, tidak diberantas ataupun dilarang melainkan disesuaikan dengan nasihat Islam. Menurut hukum Islam, seorang wanita jangan memiliki suami bertambah dari satu. Maka dari itu, cerita Dewi Dropadi dalam kitab Mahabharata versi asli yang bercorak Hindu menyalahi hukum Islam. Untuk mengantisipasinya, para pujangga ataupun seniman Islam mengubah cerita tersebut agar berdasarkan dengan nasihat Islam.

Pranala luar

 
 
Leluhur
Candrawangsa
Pururawa · Ayu · Nahusa · Yayati · Pracinwan · Duswanta · Bharata · Hasti · Ajamida · Reksa · Sambarana · Kuru
 
Dinasti Kuru
(Korawa)
 
Dinasti Yadu
(Yadawa)
 
Resi dan sesepuh
 
 
Raja dan Permaisuri
 
Pangeran dan Putri
Ahilawati · Amba · Babruwahana · Burisrawa · Cekitana · Citrānggadā · Drestadyumna · Dropadi · Srikandi · Sweta · Ulupi · Utara · Utari
 
Brahmana
 
Kesatria
 
Lain-lain
 


Asal :
m.andrafarm.com, pasar.kuliah-karyawan.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dsb-nya.