_
Special District
Change to views  Mobile1, 2 Laptop 
Football   ➤ Sekayu   ➤ Sukabumi   ➤ Table of Content
Search in Collection of Free Studies   
Banjar Area  (Beforehand article)(Next articleSpecial Capital Region

Daerah istimewa

Pembagian administratif Indonesia
Garuda Pancasila
Tingkat provinsi

Provinsi
Daerah khususDaerah istimewa

Tingkat kabupaten/kota

KabupatenKota
Kabupaten administrasi
Kota administrasi

Tingkat disktrik

DisktrikDistrik

Tingkat kemukiman

Mukim (khusus Aceh)

Tingkat kelurahan/desa

KelurahanDesaNagari
Kampung (Lampung)
Kampung (Papua)
Gampong • Nagori • Pekon
Dusun (Bungo)
Lembang (Toraja)

Lihat pula

BanjarDusun
Anggota yang terkaitPedukuhan
Rukun kampung
Rukun warga
Rukun tetangga

sunting

[1]Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat perkembangan makna mengenai daerah istimewa mulai dari BPUPKI (1945) sampai dengan pengaturan dan pengakuan keistimewaan Aceh (2006) dan Yogyakarta (2012). Perkembangan makna inilah yang menyebabkan perbedaan penafsiran mengenai pengertian dan isi keistimewaan suatu daerah, yang pada akhir-akhirnya menyebabkan pembentukan, penghapusan, dan pengakuan kembali suatu daerah istimewa.

Daftar isi

Konsep Dasar

Konsep dasar daerah istimewa merupakan konsep-konsep yang muncul dalam persidangan pendiri bangsa dalam BPUPKI dan PPKI, UUD 1945 asli, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950, dan UUD 1945 setelah amandemen.

BPUPKI dan PPKI

Perdebatan mengenai apa itu daerah istimewa sebenarnya diawali dari voting bentuk negara Indonesia dalam sidang BPUPKI [2]. Keadaan tersebut berlanjut dalam diskusi para bapak pendiri bangsa mengenai bentuk negara [3]. Akhir-akhirnya dicari jalan tengah untuk jabatan daerah yang berstatus zelfbesturende landchappen dalam anggota yang terkait negara Indonesia dengan menimbulkan konsep daerah istimewa.

Tetapi demikian dalam sidang BPUPKI benar penyamaan selang zelfbesturende landchappen dan volksgemeinschaften. Dengan demikian tidak hanya kesultanan maupun kerajaan, tetapi juga daerah mempunyai susunan asli, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dll yang bisa dipastikan sebagai daerah yang bersifat istimewa [4]. Negara menghormati dan memperhatikan susunan asli daerah tersebut. Tetapi demikian belum benar bentuk jelas bagaimana daerah istimewa tersebut.

Dalam sidang PPKI konsepnya dekat beda. Zelfbesturende landchappen ditegaskan hanya sebagai daerah bukan sebagai negara. Kesitimewaannyapun dikaitkan dengan susunan asli dari daerah tersebut. Demikian pula susunan asli zelfstandige gemeenschappen/Inheemsche Rechtsgemeenschappen seperti negeri di Minangkabau dihormati susunan aslinya. Panitia kecil yang dibuat PPKI tidak memajukan usul apapun mengenai daerah istimewa [5]. PPKI mengesahkan jabatan daerah istimewa (Kooti – bahasa waktu itu) untuk sementara dipastikan tidak benar perubahan dan penuntasan seterusnya diserahkan pada presiden [6]. Di luar sidang PPKI, Presiden Indonesia mengesahkan empat piagam jabatan untuk empat penguasa Jawa[7].

UUD 1945 asli

Daerah istimewa dalam UUD 1945 asli diatur dalam bab VII pasal 18 mengenai pemerintahan daerah [8]. Tidak jumlah yang diberikan keterangan dalam pasal tersebut selain persyaratan “hak asal-usul” dan kata “daerah yang bersifat istimewa” [9]. Bila ditilik dari peristilahan maka daerah istimewa pada waktu itu dekat dengan kata daerah otonomi khusus saat ini. Hanya saja pemberian otonomi khusus tersebut diberikan untuk daerah-daerah yang berstatus “zelfbesturende landchappen dan volksgemeenschappen” pada zaman Hindia Belanda [10]. Sayang tidak benar penjelasan lebih lanjut mengenai daerah-daerah mana saja yang berstatus khusus tersebut.

Konstitusi RIS 1949

Kata daerah istimewa hanya muncul sekali dalam konstitusi RIS. Itupun hanya menyangkut satu daerah yang berstatus sebagai “Satuan Kenegaraan Yang Tegak Sendiri” [11]. Dalam konstitusi ini muncul kata Daerah Swapraja sebagai tukar kata Zelfbesturende landchappen. Benar empat pasal yang mengatur daerah swapraja pada konstitusi tersebut, mulai dari pasal 64-67 [12]. Dalam konstitusi tersebut ditegaskan Negara mengakui semua swapraja yang benar. Jabatan swapraja sangat kuat. Pengaturan daerah swapraja diserahkan pada daerah anggota yang memiliki daerah swapraja tersebut dengan perjanjian politik, bukan dengan Undang-undang daerah anggota. Pengurangan maupun penghapusan wilayah atau kekuasaan daerah swapraja memerlukan kuasa Undang-undang Federal RIS. Semua pejabat Indonesia yang menjalankan tugas di daerah swapraja diwakili oleh pejabat daerah swapraja yang bersangkutan. Segala perselisihan yang dijadikan selang daerah anggota dan daerah swapraja diputus oleh Mahkamah Luhur Federal.

UUD Sementara 1950

Sama seperti Konstitusi RIS, dalam UUD Sementara hanya muncul kata daerah swapraja. Tetapi demikian pengaturannya yang beda dengan Konstitusi RIS. Dalam UUD ini daerah swapraja diatur dalam pasal 132-133 [13]. Jabatan daerah swapraja diatur dengan Undang-undang, dengan pengertian kehendak daerah swapraja akan dipertimbangkan oleh pemerintah [14]. Pemerintahan di daerah swapraja wajib berdasarkan otonomi, permusyawaratan, dan perwakilan rakyat dalam kerangka negara kesatuan. Daerah swapraja bisa dihapus atas perintah Undang-undang. Perselisihan yang dijadikan selang pemerintah mengenai undang-undang yang mengatur daerah swapraja dan peraturan pelaksanaannya diadili oleh pengadilan perdata. Semua pejabat daerah anggota RIS diwakili dengan pejabat Indonesia.

UUD 1945 Setelah Amandemen

Pada tahun 2000, melalui Perubahan Kedua UUD, pasal 18 asli diamandemen dijadikan pasal 18, 18A, dan 18B. Pengaturan daerah istimewa ditempatkan dalam pasal 18B ayat (1) [15]. Kata yang dipergunakan juga beda dijadikan “satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa”. Pengaturannya didasarkan pada undang-undang, tanpa merinci syarat suatu daerah istimewa. Selain itu dalam pasal ini dibedakan selang “satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa” dan “satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus” [16].

Konsep Pelaksanaan

Konsep pelaksanaan daerah istimewa merupakan konsep-konsep yang muncul dalam undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah secara umum sebagai pelaksanaan pasal (atau pasal-pasal) mengenai pemerintahan daerah dalam konstitusi. Konsep ini disusun secara kronologis, meliputi UU 22/1948 (UUD 1945 asli), UU 1/1957 (UUD Sementara 1950), UU 18/1965, UU 5/1974, UU 22/1999 (ketiganya UUD 1945 asli), dan UU 32/2004 (UUD 1945 amandemen).

UU 22/1948

Undang-undang yang mengatur daerah istimewa pertama kali merupakan UU 22/1948 mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, syarat utama daerah istimewa merupakan daerah yang telah memiliki pemerintahan sendiri ketika belum demikianlah keadaanya Republik Indonesia (zelfbestuur) [17]. Sedangkan bentuk keistimewaannya merupakan terletak pada kepala daerahnya [18]. Kepala daerah istimewa merupakan penguasa monarki [19]. Selain itu dalam daerah istimewa yang terdiri atas gabungan dua zelfbestuur diangkatkan wakil kepala daerah [20]. Selain itu daerah istimewa memiliki tingkatan daerah istimewa setingkat provinsi, setingkat kabupaten, dan setingkat desa [21] [22] .

UU 1/1957

Undang-undang 1/1957 mengenai pokok-pokok pemerintahan daerah merupakan undang-undang yang disusun sebagai pelaksanaan pasal 131 dan 132 UUD Sementara 1950 [23]. Dalam undang-undang ini, syarat utama daerah istimewa merupakan daerah yang berkedudukan sebagai daerah swapraja dan dengan ingat pentingnya jabatan daerah tersebut dalam kepentingan nasional dan perkembangan penduduk [24]. Keistimewaannya tetap benar pada kepala daerahnya [25] [26]. Selain itu bisa pula diangkatkan wakil kepala daerah [27]. Pengesahan daerah swapraja dijadikan daerah istimewa sebenarnya pemberian bentuk baru kepada swapraja tersebut sekaligus merupakan penghapusan pemerintahan swapraja itu [28].

UU 18/1965

Beda dengan dua undang-undang pemerintahan daerah ketika belumnya, Undang-undang 18/1965 mengenai pokok-pokok pemerintahan daerah, merupakan titik belakang bagi daerah istimewa [29]. Semua daerah swaparaja yang masih benar dihapus [30]. Hanya Aceh dan Yogyakarta yang diakui sebagai daerah istimewa, itupun hanya sampai waktu tertentu [31]. Daerah istimewa tidak diatur dalam bab khusus tetapi hanya ditempatkan pada aturan peralihan. Pemerintah mendesain untuk menghapuskan daerah istimewa secara pelan tetapi pasti [32]. Dengan demikian akhir-akhirnya semua daerah di Indonesia sama jabatannya dan hanya benar satu daerah khusus, Jakarta [33].

UU 5/1974

Kebijakan pemerintah Orde Baru meneruskan kebijakan dari Orde lama, bahkan lebih sistematis untuk menghapus daerah istimewa. Hanya Daerah Istimewa Yogyakarta yang disebutkan secara tegas dalam aturan peralihan Undang-undang 5/1974 [34]. Nama Aceh sebagai daerah istimewa tidak satupun dinamakan dalam undang-undang tersebut. Alih-alih DKI Jakarta diberi jaminan untuk diatur dengan undang-undang tersendiri [35].

UU 22/1999

Walaupun reformasi mulai berlanjut tetapi jabatan daerah istimewa semakin miris. Penyelenggaraan pemerintahan di semua daerah dilangsungkan sama, tidak terkecuali Aceh dan Yogyakarta [36]. Jaminan keistimewaan hanya diletakkan pada penjelasan sehingga jabatannya tidak sekuat jaminan di dalam pasal-pasal [37]. Hanya DKI Jakarta yang diberi kekhususan sebagai Ibukota Negara [38]. Selain itu Provinsi Timor Timur juga akan diberi otonomi khusus sebagai opsi untuk mencegah separatisme di daerah bekas koloni Portugis itu [39] [40]. Di sisi lain muncul konsep baru bahwa yang dimaksud daerah istimewa merupakan desa, bukan zelfbestuur [41].

Konsep UU 32/2004

Pasca perubahan UUD 1945, daerah istimewa tidak sendiri lagi dengan demikianlah keadaanya daerah khusus [42]. Walaupun demikian, daerah istimewa hanya diterjemahkan sebagai Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta [43]. Sebagaimana undang-undang pemerintahan daerah semenjak 1965, undang-undang ini pun daerah istimewa hanya diatur dalam bab xiv ketentuan lain-lain pasal 225-227. Undang-undang ini mensyaratkan daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus wajib diatur dengan undang-undang tersendiri [44]. Semua ketentuan dalam undang-undang ini, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri, berlanjut juga bagi daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus [45]. Dari semua daerah istimewa dan daerah khusus hanya Aceh, DKI Jakarta, dan Papua yang memiliki UU tersendiri [46]. Sementara itu Yogyakarta yang tidak diatur dengan UU tersendiri, wajib tunduk pada semua pengaturan undang-undang ini [47]. Dari realita ini keistimewaan Yogyakarta hanya tinggal nama [48].

Konsep Teknis

Konsep teknis daerah istimewa merupakan konsep-konsep yang muncul dalam undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah istimewa secara khusus sebagai pelaksanaan pasal (atau pasal-pasal) mengenai pemerintahan daerah dalam konstitusi dan dalam peraturan perundang-undangan yang lain. Konsep teknis ini meliputi UU 44/1999 dan UU 11/2006 untuk Aceh, serta UU 13/2012 untuk DIY.

UU 44/1999

UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh merupakan undang-undang pertama yang khusus mengatur Aceh. Undang-undang ini termasuk undang-undang pendek, sebab hanya terdiri dari 13 pasal.

Dalam undang-undang ini keistimewaan [Aceh] diberikan rumusan sebagai kewenangan khusus untuk menyelenggarakan kehidupan beribadat, hukum budaya, edukasi, dan peran ulama dalam pengesahan kebijakan Daerah [49]. Keistimewaan [Aceh] merupakan pengakuan dari bangsa Indonesia yang diberikan kepada Aceh karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki penduduk yang tetap dihidupi secara turun-temurun sebagai dasar spiritual, moral, dan kemanusiaan [50].

Adapun penyelenggaraan keistimewaan meliputi penyelenggaraan kehidupan beribadat, penyelenggaraan kehidupan hukum budaya, penyelenggaraan edukasi, dan peran ulama dalam pengesahan kebijakan Aceh [51]. Aceh diberi kewenangan untuk mengembangkan dan mengatur keistimewaan yang dipunyai dengan Peraturan Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlanjut [52].

UU 11/2006

UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh merupakan perpaduan harmonis selang UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Undang undang ini termasuk undang-undang yang panjang sebab memiliki 273 pasal. Dalam UU ini, tidak benar makna baru mengenai keistimewaan Aceh. Tetapi langsung kepada urusan wajib lainnya yang dijadikan kewenangan Pemerintahan Aceh merupakan pelaksanaan keistimewaan Aceh [53]. Selain itu keistimewaan Aceh juga dinikmati oleh Kabupaten dan Kota di anggota yang terkait Aceh [54].

UU 13/2012

UU 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan undang-undang pengakuan kembali keistimewaan Yogyakarta, setelah 47 tahun keistimewaan Yogyakarta mati segan hidup tak mau. Undang undang ini termasuk undang-undang yang pertengahan, berisi 51 pasal dan termasuk salah satu undang-undang yang terlama pembahasannya (2007-2012). Versi resmi dari pemerintah meliputi versi 2007 (Depdagri-JIP UGM) dan versi 2010.

Keistimewaan Yogyakarta diberikan rumusan sebagai keistimewaan jabatan hukum yang dipunyai oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa. Kewenangan Istimewa merupakan wewenang tambahan tertentu yang dipunyai DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah.

Sebagaimana DKI Jakarta, kewenangan istimewa DIY terletak pada level provinsi [55]. Kewenangan istimewa DIY meliputi: (a). atur prosedur pengisian jabatan, jabatan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; (b). kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; (c). kebudayaan; (d). pertanahan; dan (e). atur ruang. DIY diberikan kewenangan untuk mengatur urusan keistimewaan dengan Perdais (Peraturan Daerah Istimewa) [56].

Daerah-daerah Istimewa di Indonesia

Daerah-daerah istimewa di Indonesia merupakan daerah maupun entitas hukum yang memiliki status istimewa di wilayah Indonesia, baik karena hak asal-usulnya maupun sejarahnya, baik yang dibuat maupun hanya sekedar diakui, baik oleh Negara Indonesia maupun oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

Aceh (1959-sekarang)

Aceh merupakan daerah Provinsi yang merupakan kesatuan penduduk hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan penduduk setempat berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diberi nasihat oleh seorang Gubernur [57]. Aceh menerima status istimewa pada 1959, tiga tahun setelah pembentukan kembali pada 1956 [58], dan sepuluh tahun sejak pembentukan pertama 1949 [59]. Status istimewa diberikan kepada Aceh dengan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959, yang isi keistimewaannya meliputi agama, peradatan, dan edukasi. Tetapi demikian pelaksanaan keistimewaan tidak berlanjut dengan semestinya dan hanya sebagai formalitas belaka [60].

Pasca penerbitan UU 44/1999 keistimewaan Aceh meliputi penyelenggaraan kehidupan beribadat, hukum budaya, edukasi, dan peran ulama dalam pengesahan kebijakan Daerah. Keistimewaan di bidang penyelenggaraan kehidupan beribadat dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh, dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beribadat, meliputi: ibadah, ahwal alsyakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha’ (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam [61]. Keistimewaan di bidang penyelenggaraan kehidupan hukum budaya meliputi Lembaga Wali Nanggroe dan Lembaga Hukum budaya Aceh (misal Majelis Hukum budaya Aceh, Imeum mukim, dan Syahbanda) [62].

Keistimewaan di bidang edukasi meliputi penyelenggaraan edukasi yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal berdasarkan dengan syari’at Islam serta menyelenggarakan edukasi madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah [63]. Keistimewaan di bidang peran ulama meliputi Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh dan Kabupaten/Kota yang memiliki tugas dan wewenang untuk memberi fatwa baik diminta maupun tidak diminta terhadap persoalan pemerintahan, pembangunan, pembinaan penduduk, dan ekonomi; dan mengedukasi terhadap perbedaan gagasan pada penduduk dalam masalah keagamaan [64].

Berau (1953-1959)

Daerah Istimewa Berau merupakan daerah istimewa setingkat kabupaten di dalam anggota yang terkait Provinsi Kalimantan. Daerah Istimewa Berau dibuat oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal-usul yang dipunyainya. Daerah Istimewa Berau terdiri atas swapraja Sambaliung dan swapraja Gunung-Tabur. Keistimewaan Daerah Istimewa Berau meliputi pengangkatan Kepala Daerah Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Berau dijabat oleh Sultan Muhammad Amminuddin. Daerah Istimewa Berau dihapus dengan UU 27/1959 tentang Pengesahan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten Berau di dalam anggota yang terkait Provinsi Kalimantan Timur.

Bulongan (1953-1959)

Daerah Istimewa Bulongan merupakan daerah istimewa setingkat kabupaten di dalam anggota yang terkait Provinsi Kalimantan. Daerah Istimewa Bulongan dibuat oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal-usul yang dipunyainya. Daerah Istimewa Bulongan terdiri atas swapraja Bulongan. Keistimewaan Daerah Istimewa Bulongan meliputi pengangkatan Kepala Daerah Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Bulongan dijabat oleh Sultan Maulana Muhammad Jalaluddin, sampai mangkat beliau pada 1958. Daerah Istimewa Bulongan dihapus dengan UU 27/1959 tentang Pengesahan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten Bulongan di dalam anggota yang terkait Provinsi Kalimantan Timur. Kini wilayah bekas Daerah Istimewa Bulongan, yang meliputi kabupaten-kabupaten Bulungan, Malinau, Nunukan, Tana Tidung, dan Kota Tarakan, dibuat satu provinsi, Provinsi Kalimantan Utara pada 17 November 2012, terpisah dari Provinsi Kalimantan Timur.

Kalimantan Barat (1946-1950)

Daerah Istimewa Kalimantan Barat merupakan Satuan Kenegaraan Yang Tegak Sendiri dalam anggota yang terkait Republik Indonesia Serikat yang berkedudukan sebagai daerah istimewa. Daerah Istimewa Kalimantan Barat dibuat oleh Pemerintah Sipil Hindia Belanda pada 28 Oktober 1946 sebagai Dewan Borneo Barat dan mendapat jabatan sebagai Daerah Istimewa pada 12 Mei 1947 [65]. Daerah Istimewa Kalimantan Barat meliputi Swapraja Sambas, Swapraja Pontianak, Swapraja Mampawah, Swapraja Landak, Swapraja Kubu, Swapraja Matan, Swapraja Sukadana, Swapraja Simpang, Swapraja Sanggau, Swapraja Tayan, Swapraja Sintang, Neo-swapraja Meliau, Neo-swapraja Pinoh, dan Neo-swapraja Kapuas Hulu [66]. Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat merupakan Sultan Swapraja Pontianak, Hamid II Algadrie [67]. Ketika belum 5 April 1950 Satuan Kenegaraan Yang Tegak Sendiri Daerah Istimewa Kalimantan Barat bergabung dengan Negara Anggota Republik Indonesia (RI-Yogyakarta) [68]. Daerahnya akhir dijadikan anggota dari Provinsi Administratif Kalimantan [69]. Kini wilayah Daerah Istimewa Kalimantan Barat dijadikan Provinsi Kalimantan Barat yang telah dibuat pada tahun 1956 [70].

Kutai (1953-1959)

Daerah Istimewa Kutai merupakan daerah istimewa setingkat kabupaten di dalam anggota yang terkait Provinsi Kalimantan. Daerah Istimewa Kutai dibuat oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal-usul yang dipunyainya. Daerah Istimewa Kutai terdiri atas swapraja Kutai. Keistimewaan Daerah Istimewa Kutai meliputi pengangkatan Kepala Daerah Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Kutai dijabat oleh Sultan A.M. Parikesit. Daerah Istimewa Kutai dihapus dengan UU 27/1959 tentang Pengesahan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten Kutai, Kota Balikpapan, dan Kota Samarinda di dalam anggota yang terkait Provinsi Kalimantan Timur. Kini wilayah bekas Daerah Istimewa Kutai meliputi Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang di dalam anggota yang terkait Provinsi Kalimantan Timur [71].

Surakarta (1945-1946)

Daerah Istimewa Surakarta merupakan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran yang diakui Negara Indonesia sebagai daerah yang memiliki sifat istimewa berdasarkan jabatan kedua daerah tersebut sebagai Kooti. Pengakuan ini didasarkan atas Piagam Pengesahan Presiden RI tertanggal 19 Agustus 1945. Karena perselisihan kedua kerajaan yang benar, Kepala Daerah Istimewa dipegang oleh Komisaris Tinggi yang dijabat oleh Gubernur RP Suroso [72] [73], yang akhir Gubernur Suryo [74] [75]. Karena beragam gagasan, baik persaingan dua kerajaan, politik, keamanan, Pemerintah Pusat mengeluarkan Pengesahan Pemerintah Nomor 16/SD/1946 pada 15 Juli 1946, yang pada isinya berisi mengenai bentuk dan susunan pemerintahan di Surakarta dan Yogyakarta, yang satu diantaranya menjadikan Daerah Istimewa Surakarta sebagai Karesidenan biasa dibawah Pemerintah Pusat [76]. Kini wilayah bekas Daerah Istimewa Surakarta, yang meliputi Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, dan Kabupaten Wonogiri, serta Kota Surakarta, dijadikan anggota Provinsi Jawa Tengah, yang dibuat pada 1950 [77].

Yogyakarta (1945-sekarang)

Daerah Istimewa Yogyakarta, seterusnya dinamakan DIY, merupakan daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia [78]. Keistimewaan merupakan keistimewaan jabatan hukum yang dipunyai oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul [79] menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa [80]. Kewenangan Istimewa merupakan wewenang tambahan tertentu yang dipunyai DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah [81].

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah istimewa sejak pembentukannya secara de jure tahun 1950 [82], maupun sejak pengakuannya secara de facto pada 1945 [83]. Dalam undang-undang pembentukan DIY [84], DIY berkedudukan hukum sebagai daerah istimewa setingkat provinsi. Sedang keistimewaannya terletak pada pengangkatan kepala daerah istimewa dan wakil kepala daerah istimewa dari Sultan dan Paku Dunia yang bertahta. Tetapi demikian, bentuk keistimewaan DIY tidak dicantumkan dalam undang-undang pembentukan tetapi hanya dalam undang-undang pemerintahan daerah yang mengatur semua daerah di Indonesia secara umum [85]. Dengan realitas ini, pada tahun 1965 jabatan hukum DIY diturunkan dijadikan daerah provinsi biasa [86], dan akhir-akhirnya pada tahun 1999 dan 2004 keistimewaan DIY mengikuti wilayah kekosongan hukum [87].

Pasca penerbitan UU 13/2012, keistimewaan DIY meliputi (a). atur prosedur pengisian jabatan, jabatan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; (b). kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; (c). kebudayaan; (d). pertanahan; dan (e). atur ruang [88]. Keistimewaan dalam bidang atur prosedur pengisian jabatan, jabatan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur diantaranya syarat khusus bagi yang akan menjadi gubernur DIY merupakan Sultan Hamengku Buwono yang bertahta, dan wakil gubernur merupakan Raja muda Paku Dunia yang bertahta. Gubernur dan Wakil Gubernur memiliki jabatan, tugas, dan wewenang sebagaimana Gubernur dan Wakil Gubernur lainnya, ditambah dengan penyelenggaran urusan – urusan keistimewaan [89]. Kelembagaan dalam bidang kelembagaan Pemerintah Daerah DIY merupakan penataan dan pengesahan kelembagaan, dengan Perdais, untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan penduduk berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli [90].

Keistimewaan dalam bidang kebudayaan merupakan memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, kebudayaan, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam penduduk DIY, yang diatur dengan perdais [91]. Keistimewaan dalam bidang pertanahan merupakan Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan menggunakan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya peningkatan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan penduduk [92]. Keistimewaan dalam bidang atur ruang merupakan kewenangan Kasultanan dan Kadipaten dalam atur ruang pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten [93].

Serba serbi daerah istimewa

Aceh

  1. Satu-satunya daerah isimewa yang diberi otonomi khusus
  2. Satu-satunya daerah isimewa yang masih benar yang mendapat keistimewaan bukan karena hak asal-usul.
  3. Satu-satunya daerah isimewa yang benar di pulau Sumatera.
  4. Daerah isimewa yang terakhir dibuat (1959).

Berau

  1. Daerah isimewa setingkat kabupaten yang memiliki wilayah terkecil

Bulongan

  1. Satu-satunya bekas daerah istimewa setingkat kabupaten yang bekas wilayahnya dijadikan satu provinsi tersendiri.

Kalimantan Barat

  1. Satu-satunya daerah istimewa yang namanya dinamakan secara jelas dalam konstitusi.
  2. Daerah istimewa dengan anggota swapraja terbanyak (14 swapraja).

Kutai

  1. Satu-satunya daerah istimewa setingkat kabupaten yang daerahnya langsung dimekarkan dijadikan satu kabupaten dan dua kota begitu ditiadakan.

Surakarta

  1. Daerah istimewa yang pertama kali ditiadakan (1946).
  2. Daerah istimewa yang memiliki usia terpendek (10 bulan 3 hari pertama 5 hari).
  3. Satu-satunya daerah isimewa yang hanya diakui secara de facto (tidak dibuat dengan konstitusi atau undang-undang atau peraturan yang setingkat)

Yogyakarta

  1. Satu-satunya daerah isimewa yang masih benar, yang mendapat sifat istimewa sejak dibuat dengan undang-undang.
  2. Satu-satunya daerah isimewa yang memiliki hak asal usul yang masih bertahan (sejak 1945; pada saat UU Keistimewaan DIY disahkan pada 31 Agustus 2012, DIY berusia 67 tahun 1 hari pertama 5 hari).
  3. Satu-satunya daerah isimewa yang dibuat oleh negara anggota Republik Indonesia.
  4. Daerah istimewa yang undang-undang khususnya diajukan paling awal tetapi mendapat persetujuan paling kesudahan (Tahun 1946 dan 2001 diajukan oleh Yogyakarta tetapi tidak dibahas. Tahun 2007 diajukan oleh pemerintah. Tahun 2010 diajukan kembali oleh pemerintah. Disetujui pada 2012)

Catatan

  1. ^ Editor Wikipedia tidak menuliskan makna artikel pada anggota awal artikel ini, menyimpang dari budaya di Wikipedia umumnya. Hal ini disebabkan demikianlah keadaanya makna yang beda selang Undang-undang satu dengan yang lain maupun daerah satu dengan yang lain
  2. ^ Dalam pemungutan suara 55 memilihkan yang dipilih republik, 6 kerajaan, 1 abstain, dan 2 lain-lain. (Saafrudin Bahar, 1992:106)
  3. ^ Dalam panitia kecil perancang UUD yang dipimpin Ir Sukarno, 17 suara memilihkan yang dipilih bentuk kesatuan dan 2 suara memilihkan yang dipilih bentuk federasi. (Saafrudin Bahar, 1992:174)
  4. ^ Saafrudin Bahar, 1992:218
  5. ^ Saafrudin Bahar, 1992:342
  6. ^ Saafrudin Bahar, 1992:348-350; Berita Republik Indonesia Tahun II No 7 Tahun 1946 hal 48
  7. ^ Keempat penguasa jawa itu merupakan Seri Paduka (SP) Paku Buwono XII dari Surakarta; SP Hamengku Buwono IX dari Yogyakarta; SP Mangku Negara VIII dari Mangkunegaran Surakarta; dan SP Paku Dunia VIII dari Paku Alaman Yogyakarta
  8. ^ “Pembagian daerah Indonesia atas daerah akbar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya dipastikan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.” Pasal 18 UUD 1945 asli
  9. ^ Pada saat disahkan, UUD hanya terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal. Penjelasan UUD baru dimuat pada tahun berikutnya. Lihat Saafrudin Bahar, 1992 dan Berita Republik Indonesia Tahun II No 7 Tahun 1946.
  10. ^ “Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih belum cukup 250 zelfbesturende landchappen dan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dll. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh sebab itu bisa diasumsikan sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati jabatan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.” Penjelasan UUD 1945 pasal 18 sub II.
  11. ^ “Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh daerah Indonesia, merupakan daerah bersama:.……...Kalimantan Barat (Daerah istimewa)………..daerah anggota yang dengan kemerdekaan memilihkan nasib sendiri…..” Pasal 2 Konstitusi RIS 1949
  12. ^ Pasal 64 Daerah-daerah Swapraja yang sudah benar, diakui. Pasal 65 Mengatur jabatan daerah-daerah Swapraja masuk dalam tugas dan kekuasaan daerah-daerah anggota yang bersangkutan dengan pengertian, bahwa mengatur itu dimainkan dengan kontrak yang diadakan selang daerah anggota dan daerah-daerah Swapraja bersangkutan dan bahwa dalam kontrak itu jabatan istimewa Swapraja akan diperhatikan dan bahwa tiada suatupun dari daerah-daerah Swapraja yang sudah benar, bisa dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang federal yang menyatakan, bahwa, kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada pemerintah daerah anggota bersangkutan. Pasal 66 Sambil menunggu peraturan-peraturan sebagai dimaksud dalam pasal yang lalu diciptakan, maka peraturan-peraturan yang sudah benar tetap berlanjut, dengan pengertian, bahwa penjabat-pejabat Indonesia dahulu yang tersebut dalamnya diwakili dengan penjabat-pejabat yang demikian pada daerah-bagian bersangkutan. Pasal 67 Perselisihan-perselisihan selang Daerah-daerah anggota dan daerah-daerah Swapraja bersangkutan tentang peraturan-peraturan sebagai dimaksud dalam pasal 65 dan tentang menjalankannya, diputuskan oleh Mahkamah Luhur Indonesia baik pada tingkat yang pertama dan yang tertinggi juga, ataupun pada tingkat apel.” Pasal 64-67 Konstitusi RIS 1949
  13. ^ Pasal 132 (1) Jabatan daerah-daerah Swapradja diatur dengan undang-undang dengan ketentuan bahwa dalam bentuk susunan pemerintahannja wajib diingat pula ketentuan dalam pasal 131, dasardaerah permusjawaratan dan perwakilan dalam sistim pemerintahan negara. (2) Daerah-daerah Swapradja jang benar tidak bisa dihapuskan atau diperketjil bertentangan dengan kehendaknja, ketjuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang jang menjatakan bahwa kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengetjilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada Pemerintah. (3) Perselisihan-perselisihan hukum tentang peraturan-peraturan jang dimaksud dalam ajat (1) dan tentang mendjalankannja diadili oleh badan pengadilan jang dimaksud dalam pasal 108. Pasal 133 Sambil menunggu ketentuan-ketentuan sebagai dimaksud dalam pasal 132 maka peraturanperaturan jang sudah benar tetap berlanjut, dengan pengertian bahwa pendjabat-pedjabat daerah anggota dahulu jang tersebut dalam peraturan-peraturan itu diwakili dengan pendjabat-pedjabat jang demikian pada Republik Indonesia.” Pasal 132-133 UUD Sementara 1950
  14. ^ “… pada pembentukan Undang-undang itu serta pemerintahannya, yang akan dimainkan dengan mengingati hak asal-usul, akan didengar fihak yang bersangkutan...”. Penjelasan UU RIS 7/1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara RIS dijadikan UUD Sementara RI.
  15. ^ “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang” Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 setelah amandemen
  16. ^ Belum benar akses untuk mengamati risalah sidang komisi MPR RI yang menjalankan tugas menjalankan amandemen. Dengan demikian tidak bisa dikenal secara pasti gagasan penggunaan kedua kata yang beda
  17. ^ “Daerah-daerah yang mempunyai hak-hak asal-usul dan dizaman ketika belum Republik Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa dengan Undang-Undang pembentukan termaksud dalam ayat (3) bisa dipastikan sebagai Daerah Istimewa yang setingkat dengan Provinsi, Kabupaten atau Desa, yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.” Pasal 1 ayat (2) UU 22/1948
  18. ^ “Daerah-daerah Istimewa yang sebagai termasuk dalam Undang-undang Dasar,Pasal 18, diatur juga tentang pemerintahannya di dalam Undang-undang Isi ini. Tentang dasar pemerintahan di daerah Istimewa merupakan tidak beda dengan pemerintahan di daerah biasa; kekuasaan pemerintahan benar ditangan rakyat (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Yang beda ialah tentang tingkatan Kepala Daerahnya, lihatlah Pasal 18 ayat (5). Juga terdapat perbedaan sebagai tersebut dalam Pasal 18 ayat (6), yang mengenai tingkatan Wakil Kepala Daerah…”. Penjelasan umum sub X nomor 29
  19. ^ “Kepala Daerah istimewa diangkatkan oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa didaerah itu dizaman ketika belum Republik Indonesia dan yang masih menempati daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan dan dengan ingat kebudayaan didaerah itu” Pasal 18 ayat (5) UU 22/1948
  20. ^ “…Adapun yang dimaksudkan menurut ayat (6) ini ialah jikalau benar dua daerah Istimewa dibuat dijadikan satu daerah menurut Undang-undang Isi ini, maka perlulah diadakan Wakil Kepala Daerah dari keturunan salah satu daerah yang digabungkan tadi”. Penjelasan umum sub X nomor 29
  21. ^ “Daerah-daerah yang mempunyai hak-hak asal-usul dan dizaman ketika belum Republik Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa dengan Undang-Undang pembentukan termaksud dalam ayat (3) bisa dipastikan sebagai Daerah Istimewa yang setingkat dengan Provinsi, Kabupaten atau Desa, yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.” Pasal 1 ayat (2) UU 22/1948
  22. ^ “ Tingkatan Daerah Istimewa sama dengan tingkatan daerah biasa. Untuk memilihkan tingkatan Daerah Istimewa, diselidiki lebih dahulu keadaan daerah itu. Hatsil penyelidikan itu akan memilihkan apakah Daerah Istimewa itu masuk tingkatan Propinsi, Kabupaten, ataukah desa. Jikalau masuk tingkatan Kabupaten, maka Daerah Istimewa itu masuk kedalam anggota yang terkait Propinsi biasa”. Penjelasan umum sub XI nomor 30
  23. ^ "Pasal 131 (1). Pembagian daerah Indonesia atas daerah akbar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonom), dengan bentuk susunan pemerintahannya dipastikan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara. (2). Kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri. (3). Dengan undang-undang bisa diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas kepada daerah-daerah yang tidak termasuk dalam urusan rumah tangganya. Pasal 132 (1). Jabatan daerah-daerah Swapraja diatur dengan undang-undang dengan ketentuan bahwa dalam bentuk susunan pemerintahannya wajib diingat pula ketentuan dalam pasal 131, dasar-dasar permusyawaratan dan perwakilan dalam sistem pemerintahan negara. (2). Daerah-daerah Swapraja yang benar tidak bisa dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang yang menyatakan bahwa kepentingan umum menuntut penghapusan dan pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada Pemerintah. (3). Perselisihan-perselisihan hukum tentang peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat 1 dan tentang menjalankannya diadili oleh bad an pengadilan yang dimaksud dalam pasal 108.” Pasal 131-132 UUD Sementara 1950
  24. ^ “Daerah Swapraja menurut pentingnya dan perkembangan penduduk matang ini, bisa dipastikan sebagai Daerah Istimewa tingkat ke I,II atau III atau Daerah Swatantra tingkat ke I, II atau III, yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri.” Pasal 2 ayat (2) UU 1/1957
  25. ^ “Kepala Daerah Istimewa diangkatkan dari yang akan menjadi yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu dijaman ketika belum Republik Indonesia dan yang masih menempati daerahnya, dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan serta kebudayaan dalam daerah itu ….” Pasal 25 ayat (1) UU 1/1957
  26. ^ “… Ad. d. Beda dengan Kepala Daerah biasa, maka Kepala Daerah Istimewa itu tidak dipilih oleh dan dari anggota-anggota DPRD. melainkan diangkatkan oleh Pemerintah Pusat dari keturunan keluarga yang berkuasa di Daerah itu di zaman ketika belum Republik Indonesia dan yang masih menempati Daerahnya, dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan serta adat-istiadat dalam daerah itu. Ketentuan ini pada isinya sama bunyinya dengan apa yang ditentukan dalam Undang-undang Republik Indonesia No.22 tahun 1948. Jadi keistimewaannya dari suatu Daerah Istimewa masih tetap terletak dalam jabatan Kepala Daerahnya. Berhubung dengan itu, maka mengenai perwakilan Kepala Daerah, serta penghasilan dan segala "emolumenten" yang melakat kepada jabatan Kepala Daerah itu agak beda pula dari pada apa yang telah diuraikan mengenai hal tersebut bagi Kepala Daerah biasa. Seperti telah tercantum dalam Rancangan Undang-undang tersebut maka dalam suatu Daerah Istimewa bisa pula diangkatkan seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa. Hal ini misalnya bisa dijadikan, apabila Daerah Istimewa itu terbentuk sebagai gabungan dari beberapa bekas Swapraja-Swapraja, seperti misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan dengan sistim yang telah diuraikan di atas, maka Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa merupakan Ketua dan Wakil Ketua serta anggota dari DPD. Berhubung dengan itu, maka apabila diangkatkan Wakil Kepala Daerah Istimewa tersebut, maka dengan sendirinya ialah yang mewakili Kepala Daerah Istimewa. Sedangkan apabila Wakil Kepala Daerah Istimewa ini juga berhalangan, maka Kepala Daerah Istimewa diwakili oleh seorang anggota DPD. yang dipilih oleh dan dari anggota DPD. Apabila dalam Daerah Istimewa itu tidak diangkatkan Wakil Kepala Daerah Istimewa, maka perwakilan Kepala Daerah Istimewa diatur seperti perwakilan Kepala Daerah biasa. Selain daripada itu, karena Kepala Daerah Istimewa ini diangkatkan oleh penguasa Pemerintah Pusat yang berwajib, maka: (1). ia tidak bisa ditumbangkan oleh DPRD., sedangkan (2). mengenai gaji dan segala "emolumenten" yang melekat kepada jabatan Kepala Daerah itu, tidak dipastikan oleh Daerah itu sendiri, melainkan oleh Pemerintah Pusat." Penjelasan Umum UU 1/1957
  27. ^ “Untuk Daerah Istimewa bisa diangkatkan dari yang akan menjadi yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa yang diangkatkan dan diberhentikan oleh penguasa yang mengangkat/memberhentikan Kepala Daerah Istimewa, dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut dalam ayat (1)” Pasal 25 ayat (2) UU 1/1957
  28. ^ “Mengenai Daerah Istimewa, tiap kali suatu daerah Swapraja itu dibuat dijadikan Daerah Istimewa, maka pada azasnya kami telah memberikan status baru kepada daerah Swapraja tersebut, yang bentuk susunan pemerintahannya menurut pasal 132 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara wajib disesuaikan dengan dasar-dasar yang dimaksud dalam pasal 131 Undang-undang Dasar Sementara. Kepada daerah Swapraja itu mestilah diberikan pemerintahan berotonomi menurut undang-undang, sehingga tidak dibolehkan suatu daerah Swapraja terbebas dari pemerintahan otonomi yang bersifat demokratis menurut undang-undang itu, dimana kepada rakyat diserahkan hampir semua kekuasaan Swapraja itu, sehingga tinggal lagi urusan-urusan hukum budaya yang bisa dipertahankan dalam tangan Kepala Swapraja dan orang-orang akbarnya selama rakyatnya bertakluk kepada hukum-adatnya. Tiap-tiap kali daerah Swapraja dibuat dijadikan Daerah Istimewa atau Daerah Swatantra biasa, maka hal itu berarti hapusnya daerah Swapraja yang bersangkutan, sehingga akibat-akibat dari penghapusan itu haruslah pula diatur tersendiri, jadi diantaranya mengenai Kepala-kepala/pembesar-pembesar dan pegawai-pegawai lainnya dari Swapraja-Swapraja, yang sedapat-dapatnya diisikan pula ke dalam formasi pegawai Daerah Istimewa/Swatantra itu berdasarkan dengan syarat-syarat kecakapannya dll.” Penjelasan UU 1/1957
  29. ^ “Sifat istimewa sesuatu Daerah yang berdasarkan atas ketentuan ingat jabatan dan hak-hak asal-usul dalam pasal 18 Undang-undang Dasar yang masih diakui dan berlanjut hingga sekarang atau istilah Daerah Istimewa atas gagasan lain, berlanjut terus hingga dihapuskan” Pasal 88 ayat (2) sub a UU 18/1965
  30. ^ “Daerah-daerah Swapraja yang de facto dan/atau de jure sampai pada saat berlanjutnya Undang-undang ini masih benar dan wilayahnya telah dijadikan wilayah atau anggota wilayah administratif dari sesuatu Daerah, dinyatakan hapus. Akibat-akibat dan kesulitan yang timbul diatur oleh Menteri Dalam Negeri atau Penguasa yang ditunjuk olehnya dan apabila dipandang perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah” Pasal 88 ayat (3) UU 18/1965
  31. ^ “Pada saat mulai berlanjutnya Undang-undang ini maka: a."Daerah tingkat I dan Daerah Istimewa Yogyakarta" yang berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1957 serta Daerah Istimewa Aceh berdasarkan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. I/Missi/1959 merupakan "Propinsi" termaksud pada pasal 2 ayat (1) sub a Undang-undang ini. …” Pasal 88 ayat (1) UU 18/1965
  32. ^ “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang, sekarang pada saat mulai berlanjutnya Undang-undang ini dijadikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Baginya lepas sama sekali jangka masa jabatan dimaksud pasal 17 ayat (1) dan pasal 21 ayat (5), dengan pengertian bahwa bagi pengangkatan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah akhir, berlanjut ketentuan proseduril menurut pasal 11 dan 12” Penjelasan UU 18/1965
  33. ^ “Kecuali keistimewaan yang benar pada ketiga Daerah dimaksud diatas merupakan Daerah Khusus Ibu-Kota Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh, status atau sifat istimewa bagi Daerah-daerah lain tidak akan diadakan lagi pada saatnya diinginkan bahwa status atau sifat istimewa bagi Yogyakarta dan Aceh akan hapus” Penjelasan UU 18/1965
  34. ^ Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang sekarang merupakan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut Undang, undang ini dengan istilah Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, yang lepas sama sekali pada ketentuan masa jabatan, syarat, dan prosedur pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya” Pasal 91 huruf b UU 5/1974
  35. ^ “Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, ingat pertumbuhan dan perkembangannya bisa mempunyai dalam wilayahnya susunan pemerintahan dalam bentuk lain yang sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, yang pengaturannya dipastikan dengan Undang-undang”. Pasal 6 UU 5/1974
  36. ^ “Keistimewaan untuk Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, merupakan tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Propinsi Istimewa Aceh dan Propinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada undang-undang ini.” Pasal 122 UU 22/1999
  37. ^ “Pengakuan keistimewaan Propinsi Daerah Aceh didasarkan pada sejarah perjuangan kemerdekaan nasional, sedangkan isi keistimewaannya berupa pelaksanaan kehidupan beribadat, hukum budaya, dan edukasi serta memperhatikan peranan ulama dalam pengesahan kebijlakan Daerah. Pengakuan keistimewaan Propinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada asal-usul dan peranannya dalam sejarah perjuangan nasional, sedangkan isi keistimewaannya merupakan Pengangkatan Gubernur dengan mempertimbangkan yang akan menjadi dari keturunan Sultan Yogyakarta dan Wakil Gubernur dengan mempertimbangkan yang akan menjadi dari keturunan Paku Dunia yang memenuhi syarat berdasarkan dengan undang-undang ini.” Penjelasan Pasal 122 UU 22/1999
  38. ^ “Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta karena jabatannya diatur tersendiri dengan Undang-undang.” Pasal 117 UU 22/1999
  39. ^ (1) Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur bisa diberikan otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali dipastikan lain oleh peraturan perundang-undangan. (2) Pengaturan mengenai penyelenggaraan otonomi khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ditetapkan dengan Undang-undang”. Pasal 118 UU 22/1999
  40. ^ “Pemberian otonomi khusus kepada Propinsi Daerah I Timor Timur didasarkan pada perjanjian bilateral selang Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Portugal di bawah supervisi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Yang dimaksud dengan dipastikan lain merupakan Ayat (1) Ketetapan MPR RI yang mengatur status Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur” Penjelasan Pasal 118 UU 22/1999
  41. ^ “Desa berdasarkan Undang-undang ini merupakan Desa atau yang dinamakan dengan nama lain sebagai suatu kesatuan penduduk hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 18 Undang- Undang Dasar 1945 Dasar penlikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa merupakan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan penduduk.” Penjelasan Umum Sub 9 UU 22/1999
  42. ^ “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Pasal 2 Ayat (8) UU 32/2004
  43. ^ “Yang dimaksud satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus merupakan daerah yang diberikan otonomi khusus, sedangkan daerah istimewa merupakan Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta.” Penjelasan Pasal 2 Ayat (8) UU 32/2004
  44. ^ “Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini dilangsungkan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.” Pasal 225 UU 32/2004
  45. ^ “Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlanjut bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersendiri” Pasal 226 ayat (1) UU 32/2004
  46. ^ “Yang dimaksud dengan Undang-Undang tersendiri merupakan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, jo Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.” Penjelasan Pasal 226 ayat (1) UU 32/2004
  47. ^ “Keistimewaan untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, merupakan tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didasarkan pada Undang-Undang ini.” Pasal 226 ayat (2) UU 32/2004
  48. ^ Lihat peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya Pasal 119 UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu (hanya mengatur daerah istimewa yang memiliki UU tersendiri [Aceh]), Pasal 400 UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (juga memiliki aturan pengecualian bagi daerah istimewa yang memiliki UU tersendiri [Aceh]). Peraturan pelaksana UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah: Pasal 19 PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan selang Pemerintah, Pemprov, dan Pemkab/kota (hanya DKI Jakarta, Aceh, dan Papua yang dikecualikan dari aturan). PP 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pasal 136 (Yogyakarta wajib tunduk selama tidak diatur dengan UU tersendiri)
  49. ^ Pasal 1 angka 8 UU 44/1999
  50. ^ Pasal 3 ayat (1) UU 44/1999
  51. ^ Pasal 3 ayat (2) UU 44/1999
  52. ^ Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 11 UU 44/1999
  53. ^ “Urusan wajib lainnya yang dijadikan kewenangan Pemerintahan Aceh merupakan pelaksanaan keistimewaan Aceh yang diantaranya meliputi: (a). penyelenggaraan kehidupan beribadat dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama; (b). penyelenggaraan kehidupan hukum budaya yang bersendikan agama Islam; (c). penyelenggaraan edukasi yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal berdasarkan dengan syari’at Islam; (d). peran ulama dalam pengesahan kebijakan Aceh; dan (e). penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji berdasarkan dengan peraturan perundangundangan.” Pasal 16 ayat (2) UU 11/2006
  54. ^ “Urusan wajib lainnya yang dijadikan kewenangan khusus pemerintahan kabupaten/kota merupakan pelaksanaan keistimewaan Aceh yang diantaranya meliputi: (a). penyelenggaraan kehidupan beribadat dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama; (b). penyelenggaraan kehidupan hukum budaya yang bersendikan agama Islam; (c). penyelenggaraan edukasi yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal berdasarkan dengan syari’at Islam; dan (d). peran ulama dalam pengesahan kebijakan kabupaten/kota.” Pasal 17 ayat (2) UU 11/2006
  55. ^ “Kewenangan Istimewa DIY benar di Provinsi.” Pasal 6 UU 13/2012
  56. ^ “(1) Kewenangan DIY sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam urusan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah dan urusan Keistimewaan yang dipastikan dalam Undang-Undang ini. (2) Kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. atur prosedur pengisian jabatan, jabatan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; b. kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; c. kebudayaan; d. pertanahan; dan e. atur ruang. (3) Penyelenggaraan kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Perdais.” Pasal 7 UU 13/2012
  57. ^ Pasal 1 angka 2 UU 11/2006
  58. ^ UU 24/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara
  59. ^ Peraturan Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah No. 8/Des/WKPM/49
  60. ^ Penjelasan UU 44/1999 dan UU 11/2006
  61. ^ Pasal 125-127, 128-137 UU 11/2006
  62. ^ Pasal 96-97, 98-99 UU 11/2006
  63. ^ Pasal 17-18, 215-220 UU 11/2006
  64. ^ Pasal 138-140 UU 11/2006
  65. ^ Amran Halim (ed). (1998) 30 Tahun Indonesia Medeka. Jilid 1. Cetakan 8. Jakarta: Sekretariat Negara RI dan PT Citra Lamtoro Gung Persada
  66. ^ Data swapraja ini diambil dari UU 27/1959 tentang tentang Pengesahan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9), sebagai Undang-Undang
  67. ^ Amran Halim (ed). (1998) 30 Tahun Indonesia Medeka. Jilid 1. Cetakan 8. Jakarta: Sekretariat Negara RI dan PT Citra Lamtoro Gung Persada
  68. ^ Amran Halim (ed). (1998) 30 Tahun Indonesia Medeka. Jilid 2. Cetakan 8. Jakarta: Sekretariat Negara RI dan PT Citra Lamtoro Gung Persada
  69. ^ berdasarkan kesepakatan RIS-RI (lihat PP RIS 21/1950)
  70. ^ UU 25/1956 dan UU 27/1959
  71. ^ UU 27/1959 dan UU 47/1999
  72. ^ Gubernur RP Suroso merupakan Gubernur Provinsi Administratif Jawa Tengah
  73. ^ Nasution, Abdul Haris. (1993) Lebih kurang Perang Kemerdekaan Indonesia: diplomasi atau bertempur. Jilid 2 Cet 5. Bandung: Disjarah Tingkatan Darat dan Penerbit Angkasa
  74. ^ Gubernur Suryo merupakan Gubernur Provinsi Administratif Jawa Timur
  75. ^ Nasution, Abdul Haris. (1996) Lebih kurang Perang Kemerdekaan Indonesia: diplomasi sambil bertempur. Jilid 3 Cet 6. Bandung: Disjarah Tingkatan Darat dan Penerbit Angkasa
  76. ^ Nasution, Abdul Haris. (1996) Lebih kurang Perang Kemerdekaan Indonesia: periode linggajati. Jilid 4 Cet 8. Bandung: Disjarah Tingkatan Darat dan Penerbit Angkasa
  77. ^ UU Negara anggota RI-Yogyakarta 10/1950
  78. ^ Pasal 1 angka 1 UU 13/2013
  79. ^ Pengakuan atas hak asal-usul merupakan “bentuk penghargaan dan penghormatan negara atas pernyataan berintegrasinya Kasultanan dan Kadipaten ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk dijadikan anggota wilayah setingkat provinsi dengan status istimewa”. Penjelasan pasal 4 huruf a UU 13/2012
  80. ^ Pasal 1 angka 2 UU 13/2013
  81. ^ Pasal 1 angka 3 UU 13/2013
  82. ^ UU Negara anggota RI-Yogyakarta 3/1950
  83. ^ Piagam Pengesahan Jabatan dari Presiden Indonesia untuk Seri Paduka Sultan dari Yogyakarta dan Seri Paduka Paku Dunia dari Pakualaman
  84. ^ UU Negara anggota RI-Yogyakarta 3/1950
  85. ^ UU 22/1948 dan UU 1/1957
  86. ^ UU 18/1965
  87. ^ UU 22/1999 dan UU 32/2004
  88. ^ Pasal 7 ayat (2) UU 13/2012
  89. ^ Pasal 9-16, 18-29 UU 13/2012
  90. ^ Pasal 30 UU 13/2012
  91. ^ Pasal 31 UU 13/2012
  92. ^ Pasal 32-33 UU 13/2012
  93. ^ Pasal 34-35 UU 13/2012
 
Smallcaps menandakan kata yang dipergunakan di Indonesia.
 
Kata bahasa Indonesia
yang dipergunakan saat ini
 
Kata nonbahasa Indonesia
yang dipergunakan saat ini
 
Kata bahasa Indonesia
yang tidak dipergunakan lagi
 
Kata nonbahasa Indonesia
yang tidak dipergunakan lagi
  • Afdeeling
  • Agency
  • Barony
  • Burgh
  • Cantref
  • Commote
  • Mark
  • Riding
  • Viscounty**
 
** saat ini belum benar padanan ujar untuk county.


Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), pasar.ggkarir.com, wiki.edunitas.com, dll-nya.



 Encyclopedists
 Job Vacancies
 Psychological Test Practice
 Various Sponsorship

 Morning Tuition
 Executive Class
 Tuition Scholarships
 Online College Programs in the Best 168 PTS
 Online Registration
 Download Brochures / Catalogs
 Waivers Cost of Education Application
Click Register Online
Get the Scholarship Info
eduNitas.com
Being Successful is Easy
Site
Master Degree (S2) Program

Profile & Objectives
Student Admission
Study Program each PTS
Study Program + Curriculum
Main Solutions
Improvement Income or Got New Jobs
Quality Portal
 ➤ Animals
 ➤ Astronomy
 ➤ Biography
 ➤ Biology
 ➤ Brazil
 ➤ Chemistry
 ➤ Culture
 ➤ Economics
 ➤ Mexico
 ➤ National Hero
 ➤ Serdang Bedagai
 ➤ Sidikalang
Web List Afternoon / Evening Lecture
Web List Main
Web List Morning Tuition
Web List S2 Class Program
Web List Executive Class
 Various Debate
 Al Qur'an Online
 Sholat Schedule
 Informatics Science Reference



Collection of Free Studies
_