Gula

Kristal Gula yang sudah dimurnikan.

Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang dibuat sebagai asal energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling jumlah diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula dipakai untuk mengubah rasa dibuat sebagai manis dan keadaan konsumsi atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang dibuat dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan dipakai oleh sel.

Gula sebagai komoditi

Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga memproduksi semacam gula/pemanis tetapi bukan tersusun dari sukrosa. Ronde untuk memproduksi gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diiringi dengan pemurnian menjalani distilasi (penyulingan).

Negara-negara penghasil gula terbesar merupakan negara-negara dengan iklim hangat seperti Australia, Brasil, dan Thailand. Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) mempunyai kalanya dibuat sebagai produsen gula utama dunia pada tahun 1930-an, tetapi yang belakang sekali tersaingi oleh industri gula baru yang bertambah efisien. Pada tahun 2001/2002 gula yang dibuat di negara sebagai bertambah sempurna dua kali lipat bertambah jumlah dibandingkan gula yang dibuat negara maju. Penghasil gula terbesar merupakan Amerika Latin, negara-negara Karibia, dan negara-negara Asia Timur.

Lain halnya dengan bit, gula bit dibuat di tempat dengan iklim yang bertambah sejuk, Eropa Barat Laut dan Timur, Jepang utara, dan sebagian daerah di Amerika Serikat, musim penumbuhan bit berakhir pada pemanenannya di bulan September. Pemanenan dan pemrosesan berlanjut sampai Maret di sebagian kasus. Lamanya pemanen dan pemrosesan dipengaruhi dari ketersediaan tumbuhan, dan cuaca. Bit yang telah dipanen dapat disimpan untuk di ronde bertambah lanjut, namum bit yang membeku tidak dapat lagi diproses.

Pengimpor gula terbesar merupakan Uni Eropa. Peraturan pertanian di EU memastikan kuota maksimum produksi dari setiap anggota berdasarkan dengan permintaan, penawaran, dan harga. Sebagian dari gula ini merupakan gula "kuota" dari industry levies, sisanya merupakan gula "kuota c" yang dijual pada harga pasar tanpa subsidi. Subsidi-subsidi tersebut dan pajak impor yang tinggi membikin negara lain sulit untuk mengekspor ke negara negara UE, atau berkompetisi dengannya di pasar dunia. Amerika Serikat memastikan harga gula tinggi untuk mendukung pembuatnya, hal ini mempunyai efek samping tetapi, jumlah para konsumen beralih ke sirup jagung (pembuat minuman) atau pindah dari negara itu (pembuat permen)

Pasar gula juga diserang oleh harga sirup glukosa yang murah. Sirup tersebut di produksi dari jagung (maizena), Dengan mengkombinasikannya dengan pemanis buatan pembuat minuman dapat memproduksi barang dengan harga yang sangat murah.

Sejarah singkat pergulaan di Indonesia

Asal gula di Indonesia sejak masa lampau merupakan cairan bunga (nira) kelapa atau enau, serta cairan batang tebu. Tebu merupakan tumbuhan asli dari Nusantara, terutama di anggota timur.

Ketika orang-orang Belanda mulai membuka koloni di Pulau Jawa kebun-kebun tebu monokultur mulai dibentangkan oleh tuan-tuan tanah pada zaman ke-17, pertama di sekitar Batavia, lalu sebagai bertambah sempurna ke arah timur.

Puncak kegemilangan perkebunan tebu dicapai pada tahun-tahun permulaan 1930-an, dengan 179 pabrik ronde dan produksi tiga juta ton gula per tahun[1]. Penurunan harga gula yang belakang sekali suatu peristiwa krisis ekonomi merontokkan industri ini dan pada kesudahan dekade hanya tersisa 35 pabrik dengan produksi 500 ribu ton gula per tahun. Situasi persangkaan pulih menjelang Perang Pasifik, dengan 93 pabrik dan prduksi 1,5 juta ton. Seusai Perang Dunia II, tersisa 30 pabrik aktif. Tahun 1950-an menyaksikan keaktifan baru sehingga Indonesia dibuat sebagai eksportir netto. Pada tahun 1957 semua pabrik gula dinasionalisasi dan pemerintah sangat meregulasi industri ini. Sejak 1967 hingga sekarang Indonesia kembali dibuat sebagai importir gula.

Macetnya riset pergulaan, pabrik-pabrik gula di Jawa yang ketinggalan teknologi, tingginya tingkat konsumsi (termasuk untuk industri minuman ringan), serta tidak begitunya investor untuk pembukaan lahan tebu di luar Jawa dibuat sebagai penyebab sukarnya swasembada gula[1].

Pada tahun 2002 dicanangkan target Swasembada Gula 2007[2]. Untuk mendukungnya dibentuk Dewan Gula Indonesia pada tahun 2003 (berdasarkan Kepres RI no. 63/2003 tentang Dewan Gula Indonesia)[3]. Target ini yang belakang sekali diundur bertali-tali[2].

Macam-macam gula

Gula merah

Gula merah merupakan macam gula yang terbuat nira, merupakan cairan yang dibawa keluar dari bunga pohon keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Gula merah yang disebarluaskan dalam bentuk cetakan batangan silinder, cetakan setengah bola dan bubuk curah dinamakan sebagai gula semut

Gula tebu

Gula tebu kebanyakan disebarluaskan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama tama bahan mentah dihancurkan dan diperah, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan yang terbentuk yang belakang sekali ditambahkan bahan tambahan (biasanya menggunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan ketidakkemurnian, campuran tersebut yang belakang sekali diputihkan dengan belerang dioksida. Campuran yang terbentuk yang belakang sekali dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang yang belakang sekali dapat dipisahkan. Sehabis cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat dipakai pada ronde kristalisasi.

Gula batu merupakan gula tebu yang tidak menjalani tahap kristalisasi. Gula kotak/blok merupakan gula kristal lembut yang dipres dalam bentuk dadu. Gula mentah (raw sugar) merupakan gula kristal yang dibuat tanpa menjalani ronde pemutihan dengan belerang. Warnanya persangkaan kecoklatan karena masih mengandung molase.


Gula bit

Sehabis dicuci, bit yang belakang sekali di potong potong dan gulanya yang belakang sekali di ekstraksi dengan cairan panas pada sebuah diffuse. Pemurnian yang belakang sekali ditangani dengan menambahkan larutan kalsium oksida dan karbon dioksida. Sehabis penyaringan campuran yang terbentuk lalu dididihkan hingga kandungan cairan yang tersisa hanya tinggal 30% saja.

Gula yang belakang sekali diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal gula pertama tama dipisahkan dengan mesin sentrifugal. Sentrifugasi dimainkan untuk memisahkan kristal gula dengan molasses. Upaya supaya sentrifugasi berlanjut secara optimal merupakan dengan penyusunan kecepatan putaran. Kecepatan putaran sangat mempengaruhi daya mesin tersebut dalam meloloskan lapisan molasses dari kristal gula. Kecepatan putaran sentrifugasi dan cairan yang tersisa dipakai untuk tambahan pada ronde kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (dimana sudah tidak dapat lagi diambil gula darinya) dipakai untuk konsumsi ternak dan dengan itu terbentuklah gula putih yang yang belakang sekali disaring ke dalam tingkat mutu tertentu untuk yang belakang sekali dijual.

Rujukan

  1. ^ a b Indonesia. Proc. of the Fiji/FAO Asia Pacific Sugar Conference
  2. ^ a b Arifin, B. 2009. Ekonomi swasembada gula di Indonesia.
  3. ^ Kepres RI no. 63/2003. Artikel di TempoInteraktif, edisi 02 April 2004

Lihat pula


Pranala luar



Asal :
pasar.kurikulum.org, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, perpustakaan.web.id, dsb.