Mosalaparwa

Para pemuda membawa Samba yang menyamar sebagai wanita hamil ke depan para resi.

Mosalaparwa atau Mausalaparwa menjadikan buku keenam belas dari seri kitab Mahabharata. Adapun tuturannya menuturkan cerita musnahnya para Wresni, Andhaka dan Yadawa, sebuah kaum di Mathura-Dwaraka (Dwarawati) tempat Sang Kresna memerintah. Kisah ini juga menuturkan cerita wafatnya Raja Kresna dan saudaranya, Raja Baladewa.

Ringkasan konten Kitab Mosalaparwa

Diberitahukan bahwa pada saat Yudistira meningkat tahta, dunia telah memasuki zaman Kali Yuga atau zaman kegelapan. Ia telah melihat tanda-tanda dunia yang mengerikan, yang seolah-olah memberitahu bahwa sesuatu yang mengenaskan akan sebagai. Hal yang cocok dirasakan oleh Kresna. Ia merasa bahwa kejayaan bangsanya akan berakhir, sebab ia melihat bahwa banyak pemuda Wresni, Yadawa, dan Andhaka yang telah sebagai sombong, takabur, dan senang minum minuman keras sampai mabuk.

Kutukan para brahmana

Pada suatu hari, Narada beserta sebagian resi bepergian ke Dwaraka. Sebagian pemuda yang jahil merancang sesuatu bagi mempermainkan para resi. Mereka mendandani Samba (putera Kresna dan Jembawati) dengan busana wanita dan diarak keliling kota belakang dihadapkan kepada para resi yang mengunjungi Dwaraka. Belakang salah satu dari mereka bercakap, "Orang ini menjadikan permaisuri Sang Babhru yang populer dengan kesaktiannya. Kalian menjadikan para resi yang pintar dan memiliki pengetahuan tinggi. Dapatkah kalian mengetahui, apa yang akan dilahirkannya? Bayi laki-laki atau perempuan?". Para resi yang tahu baru saja dipermainkan sebagai marah dan bercakap, "Orang ini menjadikan Sang Samba, keturunan Basudewa. Ia tidak akan melahirkan bayi laki-laki ataupun perempuan, melainkan senjata mosala yang akan membasmi kamu semua!" (mosala = gada)

Kutukan tersebut sebagai kenyataan. Sang Samba melahirkan gada besi dari dalam perutnya. Atas perintah Raja Ugrasena, senjata itu belakang dihancurkan sampai sebagai abuk. Sebagian anggota dari senjata tersebut sulit dihancurkan sehingga menyisakan sepotong besi kecil. Setelah senjata tersebut dihancurkan, abuk dan serpihannya dibuang ke laut. Belakang Sang Baladewa dan Sang Kresna melarang orang minum arak. Legenda menuturkan cerita bahwa serbuk-serbuk tersebut lagi ke pantai, dan dari abuk tersebut tumbuhlah tanaman seperti rumput tapi memiliki daun yang amat tajam bagaikan pedang. Potongan kecil yang sulit dihancurkan berakhir ditelan oleh seekor ikan. Ikan tersebut ditangkap oleh nelayan belakang dijual kepada seorang Jara seorang pemburu. Pemburu yang bernama Jara membeli ikan itu menemukan potongan besi kecil dari dalam perut ikan yang dibelinya. Potongan besi itu belakang ditempa sebagai anak panah.

Musnahnya Wangsa Wresni, Andhaka, dan Yadawa

Perkelahian selang Wangsa Wresni, Andhaka, dan Yadawa di Prabhasatirtha.

Setelah senjata yang dilahirkan oleh Sang Samba dihancurkan, datanglah Batara Kala, Dewa Maut, dan ini menjadikan pertanda buruk. Atas saran Kresna, para Wresni, Yadawa dan Andhaka mengerjakan perjalanan suci menuju Prabhastirtha, dan mereka melangsungkan upacara di pinggir pantai. Di pantai, para Wresni, Andhaka dan Yadawa tidak dapat menghilang hukum budaya buruk mereka, yaitu minum arak sampai mabuk. Dalam keadaan mabuk, Satyaki bercakap, "Kertawarma, kesatria macam apa kau ini? Dalam Bharatayuddha dahulu, engkau telah membunuh para putera Dropadi, termasuk Drestadyumna dan Srikandi dalam keadaan tidur. Perjalanan macam apa yang kau lakukan?". Sapaan tersebut disambut oleh tepuk tangan dari Pradyumna, yang artinya bahwa ia mendukung gagasan Satyaki. Kertawarma marah dan bercakap, "Kau juga kejam, membunuh Burisrawa yang tak bersenjata, yang baru saja membelakangi medan laga bagi memulihkan tenaga".

Setelah saling melontarkan ejekan, mereka berhantam ramai. Satyaki mengambil pedang belakang memenggal kepala Kertawarma di depan Kresna. Melihat hal itu, para Wresni marah belakang menyerang Satyaki. Putera Rukmini sebagai garang, belakang membantu Satyaki. Setelah sebagian lama, kedua kesatria perkasa tersebut tewas di depan Kresna. Belakang setiap orang berhantam satu cocok lain, dengan menggunakan apapun sebagai senjata, termasuk tanaman eruka yang tumbuh di sekeliling tempat tersebut. Ketika dicabut, daun tanaman tersebut berubah sebagai senjata setajam pedang. Dengan memakai senjata tersebut, para keturunan Wresni, Andhaka, dan Yadu saling membunuh sesama. Tidak peduli kawan atau lawan, bahkan ayah dan anak saling bunuh. Anehnya, tak seorang pun yang bermaksud bagi membelakangi tempat itu. Dengan mata kepalanya sendiri, Kresna menyadari bahwa rakyatnya digerakkan oleh takdir kehancuran mereka. Dengan menahan kepedihan, ia mencabut segenggam rumput eruka dan mengubahnya sebagai senjata yang dapat meledak kapan saja. Setelah putera dan kerabat-kerabatnya tewas, ia melemparkan senjata di tangannya ke arah para Wresni dan Yadawa yang baru saja berhantam. Senjata tersebut meledak dan menyudahi riwayat mereka semua.

Berakhir para keturunan Wresni, Andhaka dan Yadu tewas semua di Prabhasatirtha, dan disaksikan oleh Kresna. Hanya para wanita dan sebagian kesatria yang masih hidup, seperti contohnya Babhru dan Bajra. Kresna tahu bahwa ia mampu menyingkirkan kutukan brahmana yang mengakibatkan bangsanya hancur, tapi ia tidak bersedia mengubah kutukan Gandari dan jalannya takdir. Setelah menyaksikan kehancuran bangsa Wresni, Yadawa, dan Andhaka dengan mata kepalanya sendiri, Kresna menyusul Baladewa yang baru saja bertapa di dalam hutan. Babhru disuruh bagi mengamankan para wanita yang masih hidup sedangkan Daruka disuruh bagi memberitahu berita kehancuran rakyat Kresna ke depan Raja Yudistira di Hastinapura.

Di dalam hutan, Baladewa tutup usia dalam tapanya. Belakang keluar naga dari mulutnya dan naga ini masuk ke laut bagi bergabung dengan naga-naga lainnya. Setelah menyaksikan kepergian kakaknya, Kresna mengenang segala peristiwa yang menimpa bangsanya. Pada saat ia berbaring di bawah pohon, seorang pemburu bernama Jara (secara tidak sengaja) membunuhnya dengan anak panah dari sepotong besi yang bermula dari senjata mosala di dalam ikan yang telah dihancurkan. Ketika sadar bahwa yang ia panah bukanlah seekor rusa, Jara menginginkan ma'af kepada Kresna. Kresna tersenyum dan bercakap, "Apapun yang akan sebagai sudah sebagai. Diri sendiri sudah membereskan hidupku". Semasih belum Kresna wafat, teman Kresna yang bernama Daruka diutus bagi pergi ke Hastinapura, bagi memberi tahu para keturunan Kuru bahwa Wangsa Wresni, Andhaka, dan Yadawa telah hancur. Setelah Kresna wafat, Dwaraka mulai dihindari masyarakatnya.

Hancurnya Kerajaan Dwaraka

Ketika Daruka tiba di Hastinapura, ia segera memberitahu para keturunan Kuru bahwa keturunan Yadu di Kerajaan Dwaraka telah binasa karena peperangan saudara. Sebagian di selangnya masih bertahan hidup bersama sejumlah wanita. Setelah mendengar kabar duka tersebut, Arjuna mohon pamit demi menjenguk paman dari pihak ibunya, yaitu Basudewa. Dengan diantar oleh Daruka, ia pergi menuju Dwaraka.

Setibanya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota tersebut telah sepi. Ia juga bertemu dengan janda-janda yang dihindari oleh para suaminya, yang meratap dan berkeinginan supaya Arjuna mengamankan mereka. Belakang Arjuna bertemu dengan Basudewa yang baru saja lunglai. Setelah menuturkan cerita kesdiahnnya kepada Arjuna, Basudewa mangkat. Berdasarkan dengan amanat yang diberikan kepadanya, Arjuna mengajak para wanita dan sebagian kesatria bagi mengungsi ke Kurukshetra. Sebab menurut pesan penghabisan dari Sri Kresna, kota Dwaraka akan disapu oleh gelombang samudra, tujuh hari setelah ia wafat.

Dalam perjalanan menuju Kurukshetra, rombongan Arjuna dihadang oleh sekawanan perampok. Anehnya, daya Arjuna seoleh-oleh lenyap ketika berhadapan dengan perampok tersebut. Ia sadar bahwa takdir kemusnahan baru saja bangkit. Berakhir sebagian orang berhasil diselamatkan tapi banyak harta dan wanita yang lenyap. Di Kurukshetra, para Yadawa diberi petuah oleh Bajra.

Setelah menyesali peristiwa yang menimpa dirinya, Arjuna mengalami kakeknya, yaitu Resi Byasa. Atas nasihat beliau, para Pandawa serta Dropadi menetapkan bagi mengerjakan perjelanan suci bagi membelakangi kehidupan duniawi.

Lihat pula

  • Wresni (kisah hancurnya Wangsa Wresni)

Bacaan lebih lanjut

  • "Mosala, Mahaprastanika, Swargarohanika Parwa". Diartikan oleh Ketut Nila. Penerbit Upada sastra.
  • "Kepustakaan Jawa". Oleh Poerbatjaraka 1952
  • Shrimad Bhagawatam

Pranala luar

(Inggris) The Disappearance of the Yadu-dynasty


 
Daftar kitab
Kresna.png
 
Tokoh penting
 
Topik terkait
 


Asal :
id.wikipedia.org, andrafarm.com, pasar.pahlawan.web.id, wiki.edunitas.com, dsb-nya.