Abimanyu (Dewanagari: अभिमन्यु; ,IAST: abhiman'yu, अभिमन्यु) yaitu seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata. Dia yaitu putra Arjuna dan Subadra. Dalam wiracarita Mahabharata, ditentukan bahwa Abimanyulah yang akan meneruskan Yudistira sebagai pewaris takhta. Riwayatnya dituturkan sebagai pahlawan yang tragis. Dia gugur dalam pertempuran agung di Kurukshetra sebagai salah satu kesatria termuda dari pihak Pandawa, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utara, putri Raja Wirata dan memiliki seorang putra bernama Parikesit, yang kelahiran tak lama setelah dia gugur.
Arti nama
Abimanyu terdiri dari dua istilah Sanskerta, yaitu abhi (berani) dan man'yu (tabiat). Dalam bahasa Sanskerta, istilah Abhiman'yu berarti "ia yang memiliki sifat tak kenal takut" atau "yang bersifat kepahlawanan".
Riwayat
Saat belum kelahiran karena hadir dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan hal memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, dia menguping pembicaraan Kresna yang baru saja membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna bicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan akhir Subadra tertidur, maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.
Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Dia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang yaitu seorang kesatria agung dan dididik di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara, putri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha kelak. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa dikenal di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya.
Sebagai cucu Dewa Indra, dewa senjata jarang mempunyai sekaligus dewa peperangan, Abimanyu yaitu ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena diasumsikan setingkat dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan kesatria-kesatria agung seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Dia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayah, paman, dan sekutunya.
Kematian
Formasi Chakrawyuha.
Abimanyu terbunuh di dalamnya
Pada pertempuran di hari ketiga belas, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai Cakrawyuha. Para Pandawa memberi sambutan tantangan tersebut karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan beragam formasi. Pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan Raja Trigarta dan laskar Samsaptaka. Karena Pandawa sudah memberi sambutan tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan selain mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan hal bagaimana cara mematahkan formasi Cakrawyuha namun tidak tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk mempercayakan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut.
Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. Pandawa bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya, namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa agar mampu menahan para Pandawa—kecuali Arjuna—hanya untuk satu hari. Setelah tertinggal, Abimanyu berjuang sendirian dalam menghadapi serangan pasukan Korawa. Abimanyu membunuh beberapa kesatria yang mendekatinya, termasuk putera Duryodana, yaitu Laksmana. Setelah menyaksikan putra kesukaannya terbunuh, Duryodana marah agung dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal menghancurkan zirah Abimanyu, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari yang belakang sekali. Akhir keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putra Dursasana mencoba untuk melawan Abimanyu dengan tangan kosong. Tanpa menghiraukan perkiraan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang dia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama akhir, Abimanyu dibunuh oleh putra Dursasana dengan cara menghancurkan kepalanya dengan gada.
Arjuna membalas dendam
Lukisan dari Kuil Hoysaleswara di India, menampilkan adegan saat Abimanyu dikurung dalam formasi Cakrawbyuha.
Berita kematian Abimanyu membikin Arjuna sangat sedih dan sakit hati. Dia sadar, bahwa kalau Jayadrata tidak menghalangai para Pandawa memasuki formasi Chakrawyuha, Abimanyu mesti mendapat bantuan. Dia akhir bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari berikutnya ketika belum matahari tenggelam, sekiranya gagal maka Arjuna siap membakar dirinya sendiri hidup-hidup. Menanggapi hal itu, pihak Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna menggunakan kecerdikannya. Dia membikin gerhana matahari, sehingga suasana diproduksi sebagai gelap seolah-olah matahari sudah tenggelam. Pihak Korawa maupun Pandawa mengira hari sudah malam, dan berlandaskan perkiraan, mereka menghentikan peperangan dan pulang ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa tidak meneruskan pertarungan dan Jayadrata tidak dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari timbul lagi dan Kresna menyuruh Arjuna agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata. Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, hari sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata.
Pernyataan mengenai kematiannya
Abimanyu yaitu inkarnasi dari putera Dewa bulan. Ketika Sang Dewa bulan ditanya oleh Dewa yang lain mengenai kepergian puteranya ke bumi, dia membikin perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selagi 16 tahun sebagaimana dia tak dapat menahan perpisahan dengan puteranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat dia terbunuh dalam pertempuran.
Putra Abimanyu, yaitu Parikesit, kelahiran setelah kematiannya, dan diproduksi sebagai satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang selamat setelah Bharatayuddha, dan meneruskan garis keturunan Pandawa. Abimanyu seringkali diasumsikan sebagai kesatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang sudi meloloskan hidupanya saat peperangan dalam usia yang masih sangat muda.
Abimanyu dalam pewayangan Jawa
Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, yaitu tokoh penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam hukum budaya istiadat Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sesuai di India.
Riwayat
Abimanyu dalam versi pewayangan Jawa
Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya menemukan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan diproduksi sebagai penerus tahta Para Raja Hastina. Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pengalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Dia yaitu putra Arjuna, salah satu dari lima ksatria Pandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa, Raja Mandura dengan Dewi Dewaki. Dia mempunyai 13 orang beradik-berkakak lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu yaitu makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam kandungan dia telah mendapat "Wahyu Hidayat", yang mampu membikinnya memahami dalam segala hal. Setelah dewasa dia mendapat "Wahyu Cakraningrat", suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja agung.
Abimanyu mempunyai sifat dan watak yang halus, baik perbuatannya, ucapannya terang, hatinya keras, agung tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan dia mendapat nasihat dari ayahnya, Arjuna. Baru saja dalam olah ilmu kebathinan mendapat nasihat dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita. Dia mempunyai dua orang istri, yaitu:
- Dewi Siti Sundari, puteri Prabu Kresna, Raja Negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi, kisah pernikahan Abimanyu dengan Siti Sundari dilakonkan dalam pentas wayang kulit dengan judul "Alap-Alapan Siti Sundari" atau "Jaya Murcita Ngraman".;
- Dewi Utari, puteri Prabu Matsyapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputera Parikesit, kisah pernikahan Abimanyu dengan Utari dilakonkan dalam pentas wayang kulit dengan judul "Putu Rabi Nini" atau "Kalabendana Gugur".
Bharatayuddha
Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha setelah ketika belumnya seluruh beradik-berkakaknya mendahului gugur, pada saat itu kesatria dari Pihak Pandawa yang hadir di medan laga dan menguasai strategi perang hanya tiga orang yakni Bima, Arjuna dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karna merentangkan senjata Kunta Wijayadanu. Bima dan Arjuna dipancing oleh satria dari pihak Korawa untuk keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu.
Ketika tahu semua beradik-berkakaknya gugur Abimanyu diproduksi sebagai lupa untuk mengatur formasi perang, dia maju sendiri ke tengah barisan Kurawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan pasukan Kurawa. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap, Kurawa menghujani senjata ke tubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya arang kranjang = banyak sekali). Abimanyu terlihat seperti landak karena beragam senjata menancap di tubuhnya. Konon tragedi itu yaitu risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Utari, bahwa dia masih belum punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk beragam senjata ketika perang Bharatayuddha. Abimanyu berbohong karena ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari.
Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya sehingga dia tidak dapat jalan lagi tidak membikin Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh putera mahkota Hastinapura (Lesmana Mandrakumara putera Prabu Duryudana) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya. Pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh Abimanyu, mereka harus memutus langsang yang hadir didadanya, akhir Abimanyu pun gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, satria Banakeling.
Kakawin Bharatayuddha
Kutipan di bawah ini diambil dari Kakawin Bharatayuddha, yang mengisahkan pertempuran paling akhir Sang Abimanyu.
Sloka | Terjemahan |
Ngkā Sang Dharmasutā təgəg mulati tingkahi gəlarira nātha Korawa, āpan tan hana Sang Wrəkodara Dhanañjaya wənanga rumāmpakang gəlar. Nghing Sang Pārthasutābhimanyu makusāra rumusaka gəlar mahā dwija, manggəh wruh lingirāng rusak mwang umasuk tuhu i wijili rāddha tan tama
| Pada saat itu Yudistira tercengang melihat formasi perang Raja Korawa, sebab Bima dan Arjuna tak hadir padahal merekalah yang dapat menghancurkannya. Hanya Putera Arjuna, yaitu Abimanyu yang mau merusak formasi yang disusun pendeta Drona itu. Dia bicara bahwa dia yakin dapat menggempur dan memasuki formasi tersebut, hanya saja dia belum tahu bagaimana cara keluar dari formasi tersebut.
|
Sāmpun mangkana çighra sāhasa masuk marawaça ri gəlar mahā dwija. Sang Pārthātmaja çūra sāra rumusuk sakəkəsika linañcaran panah, çirṇa ngwyuha lilang təkap Sang Abhimanyu təka ri kahanan Suyodhana. Ḍang Hyang Droṇa Krəpāpulih karaṇa Sang Kurupati malayū marīnusi.
| Setelah demikian, mereka segera membelah dan menyerang formasi pendeta Drona tersebut dengan dahsyat. Sang Abimanyu yaitu kekuatan yang membinasakan formasi tersebut dengan tembakan panah. Sebagai akhir suatu peristiwa serangan Abimanyu, formasi tersebut hancur sampai ke pertahanan Duryodana. Dengan ini Dona dan Krepa mengadakan serangan sambutan, sehingga Duryodana dapat melarikan diri dan tidak dikejar lagi.
|
Ṇda tan dwālwang i çatru çakti mangaran Krətasuta sawatək Wrəhadbala. Mwang Satyaçrawa çūra mānta kəna tan panguḍili pinanah linañcaran. Lāwan wīra wiçesha putra Kurunātha mati malara kokalan panah. Kyāti ng Korawa wangça Lakshmanakumāra ngaranika kaish Suyodhana.
| Dengan ini tak dapat dipungkiri lagi musuh yang sakti mulai berkurang seperti Kretasuta dan keluarga Wrehadbala. Juga Satyaswara yang berani dan gila bertarung tertembak ketika belum dapat memunculkan kerusakan sedikit pun karena dihujani panah. Putera Raja Korawa yang berani juga gugur setelah dia tertusuk panah. Putera tersebut sangat terkenal di antara keluarga Korawa, yaitu Laksmanakumara, yang disayangi Suyodhana.
|
Ngkā ta krodha sakorawālana manah panahira lawan açwa sarathi. Tan wāktān tang awak tangan suku gigir ḍaḍa wadana linaksha kinrəpan. Mangkin Pārthasutajwalāmurək anyakra makapalaga punggəling laras. Dhīramūk mangusir ỵaçānggətəm atễn pəjaha makiwuling Suyodhana.
| Pada waktu itu seluruh keluarga Korawa diproduksi sebagai marah, dan dengan tiada hentinya mereka memanahkan senjatanya. Baik kuda maupun kusirnya, badan, tangan, kaki, punggung, dada, dan muka Abimanyu terkena ratusan panah. Dengan ini Abimanyu makin semangat. Dia memegang cakramnya dan dengan panah yang patah dia mengadakan serangan. Dengan ketentuan hati dia mengamuk untuk mencari keharuman nama. Dengan hati yang penuh dendam, dia gugur di tangan Suyodhana.
|
Ri pati Sang Abhimanyu ring raṇāngga. Tənyuh araras kadi çéwaling tahas mas. Hanana ngaraga kālaning pajang lèk. Çinaçah alindi sahantimun ginintən.
| Ketika Abimanyu terbunuh dalam pertempuran, badannya hancur. Indah untuk diamati bagaikan lumut dalam periuk emas. Mayatnya terlihat dalam sinar bulan dan telah tercabik-cabik, sehingga diproduksi sebagai halus seperti mentimun.
|
Lihat pula
Pranala luar
Sumber :
m.andrafarm.com, pasar.ptkpt.net, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dsb-nya.