Konsili Nicea I

Konsili Nicea I
Waktu325 M
Diakui olehGereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, Gereja Timur Asiria
Konsili ketika belumnyaKonsili Yerusalem (meskipun tidak diasumsikan ekumenis)
Konsili berikutnyaKonsili Konstantinopel Pertama
Dihimpunkan olehKaisar Konstantinus I
Dipimpin olehUskup Aleksander dari Aleksandria
Peserta250-318 (hanya 5 orang dari Gereja Barat)
Topik pembahasanArianisme, perayaan Paskah, skisma Miletia, keabsahan baptisan oleh kaum bidaah, orang Kristen yang murtad
Dokumen dan pernyataanPengakuan Iman Nicea yang Asli dan sekitar 20 dekrit
Daftar kronologis dari Konsili ekumenis
Konsili Pertama Nicea

Konsili Nicea I, yang diadakan di Nicaea, Bithynia (sekarang İznik di Turki), dan yang dihimpunkan oleh Kaisar Romawi Konstantinus Mulia pada tahun 325, yaitu Konsili Ekumenis yang pertama[1] dari Gereja Kristiani, dan hasil utamanya yaitu keseragaman dalam doktrin Kristiani, yang dinamakan Kredo Nicea. Dengan dibuatnya kredo ini, terbentuk suatu preseden bagi konsili-konsili umum (ekumenis) para uskup (sinode-sinode) untuk menciptakan pokok-pokok pernyataan iman dan kanon-kanon ortodoksi doktrinal— guna mewujudkan kesatuan iman bagi seluruh umat Kristiani.

Tujuan diadakannya konsili ini yaitu untuk membereskan perbedaan argumen dalam Gereja Aleksandria mengenai hakikat Yesus dalam hubungannya dengan Sang Bapa; khususnya, mengenai apakah Yesus memiliki substansi yang sesuai dengan Allah Bapa ataukah sekadar memiliki substansi yang serupa belaka dengan Allah Bapa. St. Aleksander dari Aleksandria dan Athanasius berpegang pada argumen yang pertama; sedangkan seorang presbiter populer bernama Arius, yang dari namanya timbul sebutan Arianisme, berpegang pada argumen yang kedua. Konsili memutuskan bahwa pendukung Arius telah keliru (dari kira-kira 250-318 peserta, seluruhnya kecuali 2 orang, memberi suara menentang Arius[2]). Hasil lain dari konsili ini yaitu kesepakatan mengenai waktu perayaan Kebangkitan Kristus (Paskha dalam Bahasa Yunani; Paskah dalam Bahasa Indonesia), hari raya terpenting dalam kalender gerejawi. Konsili memutuskan untuk merayakan hari Kebangkitan Kristus pada hari Ahad pertama sesudah bulan purnama pertama terhitung sejak vernal equinox, lepas dari Kalender Ibrani (lihat pula Quartodecimanisme). Konsili memberikan wewenang kepada Uskup Aleksandria (yang menggunakan Kalender Aleksandrian) untuk setiap tahun mengumumkan tanggal perayaan Paskah kepada rekan-rekan uskupnya.

Konsili Nicea signifikan secara historis sebab konsili ini yaitu upaya pertama untuk mencapai konsensus dalam Gereja menempuh suatu permusyawaratan yang mewakili keseluruhan umat Kristiani.[3] "Konsili ini yaitu peluang pertama bagi upaya memperkembangkan mutu Kristologi teknis."[3] Lebih dari pada itu, "Konstantinus, dengan menghimpun dan memimpin konsili ini, menandakan hal mempunyai kemudi kekaisaran atas Gereja."[3] Suatu preseden telah ditentukan bagi konsili-konsili umum berikutnya untuk menciptakan kredo-kredo dan kanon-kanon.

Sifat dan tujuan

Kaisar Konstantinus Mulia mengimbau para uskup Gereja Kristiani untuk berhimpun di Nicea guna membereskan perbedaan-perbedaan argumen dalam Gereja. (mosaik dalam Hagia Sophia, Konstantinopel, sekitar tahun 1000 Masehi).

Konsili Nicea pertama diperhimpunkan oleh Konstantinus I atas rekomendasi-rekomendasi dari sebuah sinode yang dipimpin Hosius dari Cordoba pada masa Paskah tahun 325. Sinode ini menjalankan tugas menginvestigasi permasalahan yang timbul akibat kontroversi Arianisme di kawasan Timur yang bercakap Yunani.[4] Bagi banyakan uskup, ajaran-ajaran Arius yaitu bidaah dan berbahaya bagi keselamatan jiwa-jiwa. pada musim panas tahun 325, para uskup dari seluruh provinsi dipanggil ke Nicea (kini dikenal dengan nama İznik, di negara Turki modern), suatu lokasi yang mudah dicapai oleh mayoritas dari para uskup tersebut, khususnya mereka yang datang dari Asia Kecil, Syria, Palestina, Mesir, Yunani, dan Trakea.

Dianggarkan mempunyai 250 sampai 318 uskup yang telah tersedia, dari tiap wilayah Kekaisaran Romawi kecuali Britania. Konsili ini yaitu konsili umum pertama dalam sejarah Gereja sejak Konsili Apostolik di Yerusalem, yang mengambil keputusan syarat-syarat penerimaan orang-orang non-Yahudi dijadikan bagian Gereja.[5] Dalam Konsili Nicea, “Gereja mengambil langkah mulia pertamanya untuk merumuskan suatu doktrin secara lebih jelas sebagai tanggapan atas tantangan dari suatu teologi bidaah.”[6] Resolusi-resolusi konsili yang ekumenis ini, ditujukan bagi Gereja secara keseluruhan.

Peserta konsili

Konstantinus mengundang seluruh dari 1800 uskup Gereja Kristiani (kira-kira 1000 uskup di Timur dan 800 uskup di Barat), hendak tetapi jumlah hadirin belum cukup dari 1800, dan tidak dikenal secara pasti. Menurut perhitungan Eusebius dari Kaisarea, jumlah peserta mencapai 250 orang,[7] menurut Athanasius dari Aleksandria mempunyai 318 peserta,[8] dan menurut Eustathius dari Antiokhia mempunyai 270 peserta[9] (ketiga-tiganya telah tersedia dalam konsili ini). Di kemudian hari, Socrates Scholasticus mencatat bahwa jumlah peserta mencapai lebih dari 300 orang,[10] dan Evagrius,[11] Hilarius,[12] Hieronimus[13] dan Rufinus mencatat mempunyai 318 orang.

Para uskup yang berpartisipasi diberi perjalanan gratis pulang-pergi dari keuskupannya setiap ke lokasi konsili, serta penginapan cuma-cuma. Para uskup ini tidak datang sendirian; setiap diizinkan membawa serta dua orang imam dan tiga orang diakon; dengan demikian jumlah total hadirin dapat mencapai 1500 orang. Eusebius mencatat mengenai rombongan mulia para pengiring yang terdiri atas para imam, diakon, dan akolit yang hampir tak terhitung jumlahnya.

Konsili ini juga penting mengingat penganiayaan terhadap umat Kristiani baru saja hasilnya dengan dibawa keluarnya Maklumat Milano pada Februari 313 oleh Kaisar Konstantinus dan Kaisar Licinius.

Mayoritas peserta konsili yaitu para uskup dari Timur. Dari selang mereka, peringkat utama ditempati oleh tiga orang patriark: Aleksander dari Aleksandria, Eustathius dari Antiokhia, dan Makarius dari Yerusalem. Banyak dari para Bapa Konsili yang hadir— misalnya, Pafnutius dari Thebes, Potamon dari Heraklea dan Paulus dari Neokaisarea — telah bertahan sebagai saksi-saksi iman mereka dan datang ke konsili dengan tanda-tanda penganiayaan yang sedang berbekas di wajah mereka. Peserta lain yang terkemuka yaitu Eusebius dari Nikomedia; Eusebius dari Kaisarea; Nikolaus dari Myra; Aristakes dari Armenia (putra Santo Gregorius Sang Illuminator); Leontius dari Kaisarea; Yakub dari Nisibis, seorang mantan pertapa; Hipatius dari Granga; Protogenes dari Sardika; Melitius dari Sebastopolis; Achilleus dari Larissa; Athanasius dari Thessalia[14] dan Spyridion dari Trimythous, seorang uskup yang mencari nafkah dengan berprofesi sebagai gembala. Peserta yang berasal dari luar Kekaisaran Romawi yaitu uskup Persia bernama Yohanes, uskup Goth bernama Theophilus dan Stratofilus, uskup Pitsunda di Egrisi (sekarang ini bertempat di batas Rusia dan Georgia di luar Kekaisaran Romawi).

Provinsi-provinsi bercakap Latin mengutus sekurang-kurangnya lima wakil: Markus dari Calabria dari Italia, Cecilianus dari Kartago dari Afrika, Hosius dari Córdoba dari Hispania, Nikasius dari Dijon dari Gallia,[14] dan Domnus dari Stridon dari provinsi Danube. Paus Silvester I tidak dapat telah tersedia, dengan gagasan sudah tidak kuat lagi, namun dia diwakili oleh dua orang imam.

Di selang para asisten yaitu Athanasius dari Aleksandria, seorang diakon muda dan pendamping Uskup Aleksander dari Aleksandria. Athanasius kelak membaktikan hampir beberapa mulia sisa umurnya untuk melawan Arianisme. Aleksander dari Konstantinopel, yang kala itu seorang presbiter, juga telah tersedia mewakili uskupnya yang sudah lanjut usia. .[14]

Para pendukung Arius yaitu Sekundus dari Ptolemais, Theonus dari Marmarika, Zphyrius, dan Dathes, semuanya dari Libya dan Pentapolis. Pendukung lainnya yaitu Eusebius dari Nikomedia,[15] Eusebius dari Kaisarea, Paulinus dari Tirus, Aktius dari Lydda, Menofantus dari Efesus, dan Theognus dari Nicea.[16][14]

"Dengan mengenakan kain ungu dan emas, Konstantinus melakukan arak-arakan masuk seremonial pada pembukaan konsili, mungkin di awal bulan Juni, namun dengan penuh penghormatan meletakkan para uskup mendahuluinya dalam arak-arakan."[5] Menurut deskripsi Eusebius, Konstantinus "sendiri lewat di tengah-tengah barisan para uskup, seperti seorang utusan Allah, mengenakan busana yang berkerlipan seakan-akan dibuat dari berkas-berkas cahaya, memantulkan warna jubah ungunya, dan bertatahkan perhiasan emas yang cemerlang serta ratna mutu manikam."[17] Dia telah tersedia sebagai seorang pengamat, namun tidak ikut dalam pemungutan suara. Konstantinus mengorganisir konsili menurut tata-tertib Senat Romawi. "Ossius [Hosius] memimpin konsili pada kala perumusan keputusan; sangat mungkin dia, dan tentunya dua orang imam dari Roma, datang sebagai wakil Sri Paus."[5] “Eusebius dari Nikomedia kemungkinan mulia menyampaikan kata sanggahan."[5][18]

Cara dan cara

Cara sinode adalah:

  1. Masalah Arianisme,
  2. Tanggal perayaan Paskah,
  3. Skisma Meletia,
  4. Apakah Sang Bapa dan Sang Anak itu satu keinginan atau satu pribadi,
  5. Validitas pembaptisan yang diterapkan oleh kaum bidaah, dan
  6. Status dari orang-orang yang murtad pada masa penganiayaan Kaisar Licinius.

Konsili ini resmi dibentangkan pada 20 Mei, di proses tengah istana kekaisaran, dengan percakapan pendahuluan mengenai permasalahan Arianisme. Dalam diskusi-diskusi ini, tokoh-tokoh yang menonjol yaitu Arius serta beberapa pesertanya. “Sekitar 22 uskup dalam konsili itu, dipimpin Eusebius dari Nikomedia, telah tersedia sebagai pendukung Arius. Hendak tetapi tatkala beberapa proses dalam tulisannya yang lebih mengguncang dibacakan, tulisan-tulisan tersebut hampir secara universal dipandang sebagai hujat.”[5] Uskup Theognis dari Nicea dan Maris dari Khalsedon termasuk dalam golongan yang ketika belumnya berpihak pada Arius.

Eusebius dari Kaisarea menghimbau hadirin untuk mempertimbangkan kredo-pembaptisan (symbolum) yang dipergunakan keuskupannya di Kaisarea, Palestina, sebagai sebuah susunan rekonsiliasi. Mayoritas uskup setuju. Dahulu para berbakat berpendapat bahwa Kredo Nicea yang asli didasarkan atas pernyataan dari Eusebius tersebut. Kini banyak berbakat berpendapat bahwa Kredo Nicea diturunkan dari kredo-pembaptisan di Yerusalem, sebagaimana yang dianjurkan oleh Hans Lietzmann. Kemungkinan lainnya yaitu bahwa kredo tersebut diturunkan dari Kredo Para Rasul.

Dalam tiap kasus, selama berlanjutnya konsili, para uskup ortodoks mendapat persetujuan dari semua orang atas proposal-proposal mereka. Sesudah bersidang sebulan penuh, konsili mengeluarkan Kredo Nicea asli pada 19 Juni. Pernyataan iman ini diadopsi oleh semua “kecuali dua uskup dari Libya yang sejak semula sangat berpihak pada Arius.”[6] Tidak mempunyai catatan historis mengenai ketidaksetujuan mereka; lain daripada bahwa tanda tangan dari kedua uskup tersebut tidak tercantum dalam kredo.

Kontroversi Arian

Kontroversi Arian yaitu pertentangan Kristologis yang timbul di Aleksandria selang para peserta Arius (kaum Arian) dan para peserta Santo Aleksander dari Aleksandria (kini dinamakan kaum Homoousian). Aleksander dan para pesertanya meyakini bahwa Sang Putera memilki substansi yang sesuai dengan Sang Bapa, kekal bersama Sang Bapa. Kaum Arian meyakini bahwa Sang Bapa dan sang putera itu berbeda dan sang putera itu, sekalipun mungkin yaitu makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, tetaplah suatu ciptaan belaka.

Selama sekitar dua bulan, kedua belah pihak berpendapat dan bertukar pikiran, dengan menarik dari Alkitabnya setiap untuk membenarkan argumennya. Menurut banyak pihak, saling berargumentasi dijadikan begitu panas sampai pada satu titik, Arius ditampar wajahnya oleh Nicholas dari Myra, yang kemudian hendak dikanonisasi.

Banyakan perdebatan berkisar seputar masalah perbedaan selang "dilahirkan" atau "diciptakan" dan "diperanakkan". Kaum Arian menyamakan ketiga hal tersebut; para peserta Aleksander membedakannya. Sesungguhnya, makna persis dari banyak kata yang dipergunakan dalam perdebatan-perdebatan di Nicea sedang tidak jelas bagi para penutur bahasa-bahasa lain. Kosa kata Yunani seperti "esensi" (ousia), "substansi" (Hypostasis), "sifat" (physis), "pribadi" (prosopon) mengandung serangkaian makna yang berasal dari para filsuf pra_Kristiani, yang dapat menimbulkan kesalahpahaman bila tidak diterangkan. Kata homoousia, khususnya, awal mulanya tidak disenangi banyak uskup sebab kaitannya dengan kaum bidaah Gnostik (yang menggunakannya dalam teologi mereka), dan sebab kata itu telah dikutuk dalam Sinode-sinode Antiokhia tahun 264-268.

Arius menerangkan bahwa anak Tuhan yaitu makhluk, dibuat dari ketiadaan, dan bahwa dia yaitu ciptaan pertama Tuhan, ketika belum segala masa. Dan dia berpendapat bahwa segala sesuatu yang lain dibuat menempuh anak. Dengan demikian, kata Arian, hanya anak itu yang langsung dibuat dan milik Tuhan, dan sebabnya mempunyai waktu dimana dia tak punya eksistensi. Arius percaya bahwa putra Yesus memiliki keinginan lepasnya sendiri terkait aci dan yang salah, bukan sekedar robot atau avatar mempunyai susunan manusia yang tak punya keinginan sendiri. Tuhan tak dapat mati, meski dalam susunan apapun, kecuali hanya berpura-pura mati. Arian menarik dari Alkitab, mengutip ayat-ayat seperti Yohanes 14:28: "Bapa lebih mulia daripada aku", dan juga Kolose 1:15: "Sulung dari semua ciptaan." Dosa melanggar perintah Tuhan tak dapat ditebus dengan dosa membunuh Tuhan, sebab dosa yaitu urusan makhluk dengan Tuhannya. Iblis tak memiliki kuasa maut atas manusia, sehingga absurd tuhan mati dan merebut kunci maut yang tak pernah dimiliki iblis.

Pihak Homoousian meyakini bahwa tindakan mengikuti pandangan kaum Arian berarti menghancurkan kesatuan Allah, dan menjadikan Sang Putera tidak setingkat dengan Sang Bapa, bertentangan dengan Kitab Suci ("Bapa dan Saya yaitu satu", Yohanes 10:30). Kaum Arian, di lain pihak, meyakini bahwa sebab Allah Bapa menciptakan Sang Putera, maka Sang Putera itu keluar dari Sang Bapa, berarti lebih rendah dari Sang Bapa, Sang Bapa itu bersifat kekal, Sang Putera dibuat kemudian, berlaku, tidak bersifat kekal. Pihak Arian juga menggunakan landasan ayat-ayat Kitab Suci seperti Yohanes 14:28: "Bapa lebih mulia daripada Aku". Pihak Homoousian melawan gagasan pihak Arian dengan menyebutkan bahwa aspek kebapaan dari Sang Bapa, sebagaimana segala atribut Sang Bapa, bersifat kekal. Jadi, Sang Bapa itu senantiasa seorang Bapa, dan oleh sebab itu Sang Putera senantiasa mempunyai bersama-sama dengan Sang Bapa.

Konsili menerangkan bahwa Sang Bapa dan Sang Putera memiliki substansi yang sesuai dan kekal bersama-sama, dengan mendasarkan deklarasi tersebut pada klaim bahwa inilah definisi iman Kristiani tradisional yang diwariskan para Rasul. Keyakinan ini diungkapkan dalam Kredo Nicea.

Kredo Nicea

Ikon yang menggambarkan Para Bapa Suci dari Konsili Nicea Pertama memegang Kredo Nicea.

Secara keseluruhan, mempunyai banyak kredo yang dapat diterima para peserta konsili. Dari perspektifnya sendiri, Arius pun dapat mengutip salah satu dari kredo-kredo tersebut.

Hendak tetapi bagi Uskup Aleksander dan yang lainnya, perlu mempunyai kejelasan yang lebih mendalam. Beberapa unsur khusus, yang mungkin sumbangan Hosius dari Cordova, ditambahkan ke dalam Kredo Nicea.

  1. Yesus Kristus digambarkan sebagai "Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah sejati dari Allah sejati," yang menerangkan keillahianNya. Walaupun semua terang berasal dari dunia, esensi dari terang itu diasumsikan identik, apapun susunannya.
  2. Yesus Kristus diberitahukan "diperanakkan, bukan dijadikan," menerangkan keabadianNya bersama Allah, dan menegaskannya dengan menerangkan perananNya dalam Penciptaan.
  3. Akhirnya, Yesus Kristus diberitahukan "berasal dari substansi Sang Bapa," yang bertentangan secara langsung dengan Arianisme. Beberapa orang menghubung-hubungkan sebutan Konsubstansial, yakni, "memiliki substansi yang sesuai " (dengan Sang Bapa), dengan Konstantinus yang, untuk khusus untuk pokok bahasan ini, dapat memilih untuk menerapkan wewenangnya.

Dari butir ke-3 hanya perkataan "dan hendak Roh Kudus" yang tersisa; Kredo Nicea asli diakhiri dengan perkataan ini. Selanjutnya diikuti kanon-kanon konsili. Jadi, bukannya sebuah kredo-pembaptisan yang dapat diterima oleh baik kubu homoousian maupun kubu Arian, sebagaimana yang diusulkan Eusebius, konsili justru mengeluarkan kredo yang tidak rancu dalam aspek-aspek yang menyentuh poin-poin yang dipertentangkan oleh kedua kubu, dan kredo yang bertentangan dengan keyakinan kubu Arian. Sedari dahulu beragam kredo dimanfaatkan sebagai sarana identifikasi oleh umat Kristiani, sebagai sarana inklusi dan pengakuan, khususnya pada pembaptisan. Di Roma, misalnya, Kredo Para Rasul populer, teristimewa untuk dipergunakan pada masa Prapaskah dan masa Paskah. Dalam konsili Nicea, satu kredo khusus dipergunakan untuk mendefinisikan iman Gereja dengan jelas, untuk merangkul orang-orang yang mengimaninya, dan untuk mendepak orang-orang yang tidak mengimaninya.

Naskah pernyataan iman ini terlestarikan dalam sepucuk surat dari Eusebius kepada umatnya, dalam tulisan Atanasius, dan beberapa tulisan lainnya. Sekalipun pihak anti-Arian yang paling lantang bersuara, yakni kubu Homoousian (dari kata Bahasa Yunani Koine yang didefinisikan "substansi yang sama" yang dikutuk dalam Konsili Antiokhia pada 264-268), yaitu minoritas, kredo tersebut diterima oleh konsili sebagai sebuah pengungkapan iman bersama para uskup dan iman purba seluruh Gereja.

Uskup Hosius dari Cordova, salah satu Homoousian yang gigih, membantu menuntun konsili mencapai konsensus. Selama berlanjutnya konsili, dia dijadikan orang kepercayaan kaisar dalam segala perkara Gereja. Nama Hosius tertera pada awal daftar nama para uskup, dan Atanasius mengaitkan perumusan aktual dari kredo Nicea dengan Hosius. Pemimpin-pemimpin mulia seperti Eustathius dari Antiokhia, Aleksander dari Aleksandria, Atanasius, dan Marcellus dari Ancyra semuanya sepakat dengan argumen kubu Homoousian.

Meskipun bersimpati pada Arius, Eusebius dari Kaisarea menerima keputusan-keputusan konsili, menerima keseluruhan kredo. Para uskup pendukung awal Arius kecil jumlahnya. Sesudah sebulan berdialog, pada 19 Juni, hanya dua uskup yang tersisa: Theonas dari Marmarica di Libya, dan Secundus dari Ptolemais. Maris dari Khalsedon, yang mula-mula mendukung Arianisme, menyepakati keseluruhan kredo. Eusebius dari Nikomedia dan Theognis dari Nice juga setuju, kecuali untuk pernyataan-pernyataan tertentu.

Kaisar menggenapi pernyataan awalnya: barang siapa yang menyorongkan kredo ini hendak dihukum buang. Arius, Theonas, dan Sekundus menyorongkan menerima kredo tersebut, dan oleh sebab itu dibuang ke pengasingan, lain daripada diekskomunikasi. Karya-karya tulis Arius diperintahkan untuk disita dan diberantas dengan api.[19] Meskipun demikian, kontroversi yang terlanjur marak itu terus berlanjut di beragam wilayah kekaisaran.

Masalah-masalah lain

Lalu para uskup memulai pemebahasan menentang skisma Meletia. Pendirinya diskors dari jabatannya namun tidak diturunkan jabatannya ataupun dibuang.

Akhirnya, konsili merumuskan dua puluh hukum gereja yang baru, yang dinamakan kanon, (meskipun jumlah yang persisnya dapat diperbantahkan, lihat [4]), yaitu aturan-aturan disiplin yang tidak berganti. Ke-20 hukum tersebut sebagaimana didaftarkan dalam Para Bapak Nicea dan Pasca-Nicea yaitu sebagai berikut:[5]

1. larangan pengebirian diri sendiri; (lihat Origenes)
2. penetapan syarat-syarat minimum untuk katekismus;
3. melarang keadaan seorang perempuan muda di rumah seorang rohaniwan sebab hal itu dapat menyebabkan kecurigaan terhadap sang rohaniwan ;
4. penahbisan seorang uskup di hadapan sekurang-kurangnya tiga uskup provinsial dan pengukuhan oleh metropolitan;
5. dua sinode wilayah harus diadakan setiap tahunnya;
6. pengakuan wibawa luar biasa untuk para uskup dari Alexandria dan Roma, untuk wilayah mereka masing-masing;
7. pengakuan terhadap hak-hak kehormatan dari takhta suci Yerusalem;
8. syarat persetujuan dengan kaum Novatian;
9–14. syarat untuk cara yang lunak terhadap orang yang murtad pada masa penganiayaan di bawah Licinius;
15–16. larangan pemecatan terhadap imam;
17. larangan riba di selang para rohaniwan;
18. para uskup dan presbiter hendak terlebih dahulu menerima Perjamuan Kudus (Ekaristi) ketika belum para diaken;
19. pernyataan bahwa baptisan yang diterapkan oleh para penyesat tidak sah;
20. larangan berlutut selama liturgi, pada hari Ahad dan selama 50 hari Masa Paskah ["pentakosta"]. Berdiri yaitu sikap normatif untuk berdoa pada kala ini, dan hal ini sedang diterapkan di selang kaum Ortodoks Timur. (Kelak, Gereja Barat menerima sebutan Pentakosta untuk merujuk pada hari Ahad terakhir dari Masa Paskah, yaitu hari ke-50.) Untuk teks sempurna mengenai larangan berlutut, dalam bahasa Yunani dan terjemahan bahasa Inggris, lihat kanon 20 dari akta konsili.

Sebagai kesimpulan, pada 25 Juli 325, para uskup di konsili itu merayakan ulang tahun ke-20 kaisar. Dalam pidato sanggahannya, Konstantin sekali lagi memberitahukan kepada hadirin betapa dia membenci pertikaian dogmatis. Dia mau Gereja hidup dalam keharmonisan dan damai. Dalam sebuah surat edaran, dia mengumumkan tercapainya kesatuan praktik oleh seluruh Gereja pada hari perayaan Paskah Kristen.

Namun sinode ini tidak tegas. Arius serta teman-temannya dihukum bersamanya dan kaum Meletia memperoleh balik hampir semua hak mereka yang ketika belumnya telah lenyap. Lain daripada itu Arianisme terus menyebar dan menyebabkan perpecahan di dalam Gereja, sepanjang sisa ratus tahun ke-4.

Referensi

    id="cite_note-1">^ Ekumenis, dari kata dalam Bahasa Yunani Koine oikoumenikos, yang secara harafiah berarti sedunia namun umumnya berarti seluruh wilayah Kekaisaran Romawi sebab Kaisar Augustus pernah menyebut dirinya sebagai pemimpin oikoumene/dunia; sebutan ini untuk pertama kalinya dipergunakan untuk menyebut suatu konsili oleh Eusebius dalam karya tulisnya Riwayat Hidup Konstantinus 3.6[1] sekitar tahun 338, yakni pada perkataan "σύνοδον οἰκουμενικὴν συνεκρότει" (dia menghimpun sebuah konsili Ekumenis), dan oleh Athanasius dalam karya tulisnya Ad Afros Epistola Synodica pada tahun 369[2], serta dalam sepucuk surat pada tahun 382 yang ditujukan kepada Paus Damasus I beserta para uskup Latin dari Konsili Konstantinopel Pertama[3]
  1. ^ Schaff's History of the Christian Church, Jilid III, Nicene and Post-Nicene Christianity, § 120. The Council of Nicaea, 325: "Hanya dua uskup Mesir, Theonas dan Secundus, yang bersikeras menyorongkan menandatangani dekrit konsili, dan kemudian diusir bersama Arius ke Illyria. Buku-buku karya Arius dibakar dan para pesertanya dicap sebagai musuh-musuh Kekristenan."
  2. ^ a b c Richard Kieckhefer (1989). "Papacy". Dictionary of the Middle Ages. ISBN 0-684-18275-0
  3. ^ Carroll, 10
  4. ^ a b c d e Carroll, 11
  5. ^ a b Carroll, 12
  6. ^ Eusebius of Caesaria. "Riwayat Hidup Konstantinus (Buku III)". hlm. Bab 9. Diakses 2006-05-08. 
  7. ^ Ad Afros Epistola Synodica 2
  8. ^ Theodoret H.E. 1.7
  9. ^ H.E. 1.8
  10. ^ H.E. 3.31
  11. ^ Contra Constantium
  12. ^ Chronicon
  13. ^ a b c d Atiya, Aziz S.. The Coptic Encyclopedia. New York:Macmillan Publishing Company, 1991. ISBN 0-02-897025-X.
  14. ^ Philostorgius, in Photius, Epitome of the Ecclesiastical History of Philostorgius, buku 1, bab 9.
  15. ^ Philostorgius, in Photius, Epitome of the Ecclesiastical History of Philostorgius, buku 1, bab 9.
  16. ^ Eusebius, Riwayat Hidup Kaisar Konstantinus Yang Terberkati, Buku 3, Bab 10.
  17. ^ Daftar asli dari para peserta dapat terdapat dalam Patrum Nicaenorum nomina Latine, Graece, Coptice, Syriace, Arabice, Armeniace, ed. Henricus Gelzer, Henricus Hilgenfeld, Otto Cuntz. edisi ke-2. (Stuttgart: Teubner, 1995)
  18. ^ "Socrates Church History Chapter IX". 

Lihat pula

Bibliografi

Sumber-sumber primer:
Sumber-sumber sekunder:

Pranala luar



Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ensiklopedia.web.id, pasar.andrafarm.com, dsb.