Budaya

Lukisan musisi wanita Persia dari Istana Hasht-Behesht (Istana 8 surga).

Budaya atau kebudayaan bermula dari bahasa Sanskerta merupakan buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diterjemahkan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan tipu daya manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan dinamakan culture, yang bermula dari ujar Latin Colere, merupakan mengolah atau melakukan. Bisa diterjemahkan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Ujar culture juga sesekali diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Makna Budaya

Budaya merupakan suatu prosedur hidup yang mengembang dan dipunyai bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari jumlah unsur yang berlibat, termasuk sistem agama dan politik, kebudayaan, bahasa, perkakas, pakaian, propertti, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan anggota tak terpisahkan dari diri manusia sehingga jumlah orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang lain budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.[1]

Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, niskala, dan luas. Jumlah bidang budaya ikut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi jumlah cara sosial manusia.[2]

Beberapa gagasan mengapa orang mengalami kesusahan ketika mengadakan komunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam makna budaya: Budaya merupakan suatu perangkat berlibat nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk lain dalam beragam budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan dunia" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.

Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan meneguhkan dunia makna dan nilai masuk tipu daya yang bisa dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan keaktifan seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

Pengertian kebudayaan

Kebudayaan sangat dekat hubungannya dengan penduduk. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam penduduk dipastikan oleh kebudayaan yang dipunyai oleh penduduk itu sendiri. Istilah untuk gagasan itu merupakan Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang akhir dinamakan sebagai superorganic.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung semuanya pengertian nilai sosial,norma sosial, pengetahuan pengetahuan serta semuanya struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang dibuat sebagai ciri khas suatu penduduk.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan semuanya yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, kebudayaan, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota penduduk.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan merupakan sarana hasil karya, rasa, dan cipta penduduk.

Dari beragam makna tersebut, bisa didapat pengertian mengenai kebudayaan merupakan sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam ingatan manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat niskala.

Sedangkan perwujudan kebudayaan merupakan benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Unsur-Unsur

Aci beberapa gagasan pandai yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, diantaranya sebagai berikut:

  1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
    • alat-alat teknologi
    • sistem ekonomi
    • keluarga
    • kekuasaan politik
  2. Bronislaw Malinowski menyebutkan aci 4 unsur pokok yang meliputi:
    • sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama selang para anggota penduduk untuk menyesuaikan diri dengan dunia sekelilingnya
    • organisasi ekonomi
    • alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga merupakan lembaga pendidikan utama)
    • organisasi daya (politik)

Bangun dan komponen

Bangun

Menurut J.J. Hoenigman, bangun kebudayaan dibedakan dibuat sebagai tiga: gagasan, keaktifan, dan artefak.

  • Gagasan (Bangun ideal)
    Bangun ideal kebudayaan merupakan kebudayaan yang mempunyai bentuk himpunan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan lain-lain yang sifatnya niskala; tidak bisa diraba atau disentuh. Bangun kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di dunia konsep warga penduduk. Bila penduduk tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu aci dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga penduduk tersebut.
  • Keaktifan (tindakan)
    Keaktifan merupakan bangun kebudayaan sebagai suatu gerakan berpola dari manusia dalam penduduk itu. Bangun ini sering pula dinamakan dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, menyediakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan hukum budaya kelola afal. Sifatnya konkret, dibuat sebagai dalam kehidupan sehari-hari, dan bisa dilihat dan diamati dan didokumentasikan.
  • Artefak (karya)
    Artefak merupakan bangun kebudayaan fisik yang berupa hasil dari keaktifan, afal, dan karya semua manusia dalam penduduk berupa benda-benda atau hal-hal yang bisa diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di selang ketiga bangun kebudayaan. Dalam realita kehidupan bermasyarakat, selang bangun kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari bangun kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: bangun kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada gerakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Komponen

Berdasarkan bangunnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut pandai antropologi Cateora, yaitu :

  • Kebudayaan material
    Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan penduduk yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini merupakan temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
  • Kebudayaan nonmaterial
    Kebudayaan nonmaterial merupakan ciptaan-ciptaan niskala yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
  • Lembaga social
    Lembaga social dan pendidikan memberikan peran yang jumlah dalam kontek berkomunikasi dan mengadakan komunikasi di dunia penduduk. Sistem social yang terbantuk dalam suatu Negara akan dibuat sebagai dasar dan konsep yang berlanjut pada tatanan social penduduk. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi melakukan pekerjaan pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota akbar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier
  • Sistem kepercayaan
    Bagaimana penduduk membentangkan dan membangun system kepercayaan atau kepercayaan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang aci dalam penduduk. Sistem kepercayaan ini akan mempengaruhi dalam adat, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, prosedur mereka berkonsumsi, sampai dengan prosedur bagaimana mengadakan komunikasi.
  • Estetika
    Berkomunikasi dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari –tarian, yang berlanjut dan mengembang dalam penduduk. Seperti di Indonesia tiap penduduknya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, supaya pesan yang akan kami sampaikan bisa mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerah, tiap akan membangu bagunan macam apa saj wajib meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai symbol yang arti disetiap derah lain. Tetapi di kota akbar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat penduduknya menggunakan prosedur tersebut.
  • Bahasa
    Bahasa merupakan alat pengatar dalam mengadakan komunikasi, bahasa untuk tiap walayah, anggota dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam pengetahuan komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sukar dipahami. Bahasa memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya bisa difahami oleh pengguna bahasa tersebu. Aci keunikan dan kekomplekan bahasa ini wajib dipelajari dan dipahami supaya komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.

Hubungan Selang Unsur-Unsur Kebudayaan

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan selang lain:

Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)

Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan penduduk, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Penduduk kecil yang berpindah-pindah atau penduduk pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenali delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

Sistem mata pencaharian

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

Sistem kekerabatan dan organisasi sosial

Sistem kekerabatan merupakan anggota yang sangat penting dalam bangun sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu penduduk bisa dipergunakan untuk menggambarkan bangun sosial dari penduduk yang bersangkutan.

Kekerabatan merupakan unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, saudara kandung yang lebih muda, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.

Dalam kajian sosiologi-antropologi, aci beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga akbar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh penduduk. Di penduduk umum kami juga mengenali kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

Selagi itu, organisasi sosial merupakan perserikatan sosial yang dibentuk oleh penduduk, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi penduduk dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selamanya hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak bisa mereka capai sendiri.

Bahasa

Bahasa merupakan alat atau perwujudan budaya yang dipergunakan manusia untuk saling mengadakan komunikasi atau berkomunikasi, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan cakapnya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia bisa menyesuaikan diri dengan kebudayaan, tingkah laku, kelola krama penduduk, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk penduduk.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang bisa dibagi dibuat sebagai fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum merupakan sebagai alat untuk berekspresi, mengadakan komunikasi, dan alat untuk menyediakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus merupakan untuk menyediakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi pengetahuan pengetahuan dan teknologi.

Kesenian

Karya seni dari peradaban Mesir kuno.

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang bermula dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia membuat beragam corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

Sistem Kepercayaan

Aci kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menempati dan mengungkap rahasia-rahasia dunia sangat terhingga. Secara bersamaan, muncul kepercayaan akan demikianlah keadaanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengelola manusia sebagai salah satu anggota jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak bisa diloloskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa dunia semesta.

Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), merupakan sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mengartikan Agama sebagai berikut:

... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa bersama-sama sebagai satu kelompok bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang wajib diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.[3]

Agama pada umumnya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dibelit-belitkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga memengaruhi kesenian.

Agama Samawi

Tiga agama akbar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama Samawi[4] atau agama Abrahamik.[5] Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama tetapi juga perbedaan-perbedaan yang paling dasar dalam inti nasihatnya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang akbar dalam kebudayaan manusia di beragam belahan dunia.

Yahudi merupakan salah satu agama, yang bila tidak dinamakan sebagai yang pertama, merupakan agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih aci sampai sekarang. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.[6]

Kristen (Protestan dan Katolik) merupakan agama yang jumlah mengubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Konsep para filsuf modern pun jumlah terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat selang 1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama Kristen di seluruh dunia.[7]

Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang jumlah memengaruhi kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,5 milyar pemeluk agama Islam di dunia.[8]

Agama dan filsafat dari Timur

Agni, dewa api agama Hindu

Agama dan filosofi seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama dan filosofi di Asia banyakan bermula dari India dan China, dan menyebar di sepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi.

Hinduisme merupakan sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang menyebar di sepanjang utara dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang dan Korea dan China selatan sampai Vietnam. Theravāda Buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, anggota barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.

Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri selagi sebuah konsep India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari kenikmatan di dunia.

Konghucu dan Taoisme, dua filosofi yang bermula dari Cina, memengaruhi baik religi, seni, politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.

Pada masa abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua arus filosofi politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan memberikan makna baru tentang konsep antikekerasan dan antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong dibuat sebagai sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.

Agama tradisional

Agama tradisional, atau kadang-kadang dinamakan sebagai "agama nenek moyang", dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh bereka cukup besar; mungkin bisa diasumsikan telah merembes kedalam kebudayaan atau bahkan dibuat sebagai agama negara, seperti misalnya agama Shinto.

Seperti banyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kepentingan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.

"American Dream"

American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia, merupakan sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh jumlah orang di Amerika Serikat. Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memedulikan status sosial, seseorang bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik. [9]

Gagasan ini berakar dari sebuah kepercayaan bahwa Amerika Serikat merupakan sebuah "kota di atas bukit" (atau city upon a hill"), "cahaya untuk negara-negara" ("a light unto the nations"),[10] yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah aci sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.

Pernikahan

Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Banyakan gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja pada umumnya memasukkan cara pengucapan akad pernikahan di depan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga mengamati hubungan selang Yesus Kristus dengan gerejanya.

Gereja Katolik Roma meyakini bahwa sebuah perceraian merupakan salah, dan orang yang bercerai tidak bisa dinikahkan kembali di gereja. Selagi Agama Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak menjalankan perceraian, tetapi memperbolehkannya.

Sistem pengetahuan dan pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan merupakan segala sesuatu yang dikenal manusia tentang benda, sifat, perihal, dan harapan-harapan. Pengetahuan dipunyai oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).

Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:

  • pengetahuan tentang dunia
  • pengetahuan tentang tananam dan hewan di sekitarnya
  • pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
  • pengetahuan tentang ruang dan waktu

Perubahan sosial budaya

Perubahan sosial budaya bisa dibuat sebagai bila sebuah kebudayaan menjalankan kontak dengan kebudayaan asing.

Perubahan sosial budaya merupakan sebuah gejala berubahnya bangun sosial dan pola budaya dalam suatu penduduk.

Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang dibuat sebagai sepanjang masa dalam tiap penduduk. Perubahan itu dibuat sebagai berdasarkan dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selamanya ingin menyediakan perubahan. Hirschman menyebutkan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.

Aci tiga faktor yang bisa memengaruhi perubahan sosial:

  1. tekanan kerja dalam penduduk
  2. keefektifan komunikasi
  3. perubahan anggota yang terkait dunia.[11]

Perubahan budaya juga bisa timbul dampak timbulnya perubahan anggota yang terkait penduduk, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, akhir-akhirnyanya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan akhir memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.

Penetrasi kebudayaan

Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan merupakan masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan bisa dibuat sebagai dengan dua cara:

Penetrasi damai (penetration pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Reaksi kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya penduduk setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya penduduk.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan membuat Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis.

Akulturasi merupakan bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa meniadakan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk propertti Candi Borobudur yang merupakan perpaduan selang kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi merupakan bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis merupakan bercampurnya dua kebudayaan yang mempunyai dampak pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat lain dengan kebudayaan asli.

Penetrasi kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan prosedur memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan didampingi dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam penduduk.

Bangun budaya dunia barat diantaranya merupakan budaya dari Belanda yang menjajah semasa 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia diantaranya pada sistem pemerintahan Indonesia.

Prosedur pandang terhadap kebudayaan

Kebudayaan sebagai peradaban

Saat ini, banyakan orang nasihat gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada masa abad ke-18 dan awal masa abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan demikianlah keadaanya ketidakseimbangan selang daya Eropa dan daya daerah-daerah yang dijajahnya.

Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan ujar dari "dunia". Menurut prosedur pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain bisa diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.

Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.

Pada prakteknya, ujar kebudayaan merujuk pada benda-benda dan keaktifan yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, selagi ujar berkebudayaan dipergunakan untuk menggambarkan orang yang mengenali, dan mengambil anggota, dari aktivitas-aktivitas di atas.

Sebagai contoh, bila seseorang berpendendapat bahwa musik klasik merupakan musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, selagi musik tradisional diasumsikan sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia merupakan orang yang sudah "berkebudayaan".

Orang yang menggunakan ujar "kebudayaan" dengan prosedur ini tidak percaya aci kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya aci satu dan dibuat sebagai tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut prosedur pandang ini, seseorang yang memiliki adat yang lain dengan mereka yang "berkebudayaan" dinamakan sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" diceritakan lebih "alam," dan para orang yang meneliti seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan konsep "manusia alami" (human nature)

Sejak masa abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima demikianlah keadaanya perbedaan selang berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- bisa menekan interpretasi pembetulan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia.

Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh penduduk kelas pekerja) diasumsikan mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.

Saat ini kebanyak ilmuwan sosial mengusir untuk memperbandingkan selang kebudayaan dengan dunia dan konsep monadik yang sudah melalui berlanjut. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang ketika belumnya diasumsikan "tidak elit" dan "kebudayaan elit" merupakan sama - masing-masing penduduk memiliki kebudayaan yang tidak bisa diperbandingkan.

Orang yang meneliti sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur tersohor (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau keaktifan yang diproduksi dan dikonsumsi oleh jumlah orang.

Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"

Semasa Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria - membentangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum".

Konsep ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak bisa diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui demikianlah keadaanya pemisahan selang "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."

Pada kesudahan masa abad ke-19, para pandai antropologi telah memakai ujar kebudayaan dengan makna yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa tiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.

Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit lain dari kebudayaan induknya - mulai dibuat sebagai subyek penelitian oleh para pandai sosiologi. Pada masa abad ini pula, dibuat sebagai popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat melakukan pekerjaan.

Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi

Teori-teori yang aci saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan merupakan sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi mengarah kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu penduduk, atau biasa dinamakan dengan tribalisme.

Kebudayaan di selang penduduk

Sebuah kebudayaan akbar pada umumnya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa dinamakan sub-kultur), merupakan sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur diakibatkan oleh beberapa hal, di selangnya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,

Aci beberapa prosedur yang dilangsungkan penduduk ketika bermuka dengan imigran dan kebudayaan yang lain dengan kebudayaan asli. Prosedur yang dipilih penduduk tergantung pada seberapa akbar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa jumlah imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.

  • Monokulturalisme: Pemerintah menyiapkan dibuat sebagainya asimilasi kebudayaan sehingga penduduk yang lain kebudayaan dibuat sebagai satu dan saling melakukan pekerjaan sama.
  • Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas bisa menjaga dan membentangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang aci dalam penduduk asli.
  • Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
  • Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.

Kebudayaan menurut wilayah

Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.

Afrika

Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti kebudayaan Sub-Sahara. Selagi itu, wilayah Afrika Utara lebih jumlah terpengaruh oleh kebudayaan Arab dan Islam.

Orang Hopi yang sedang menenun dengan alat tradisional di Amerika Serikat.
Amerika

Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.

Asia

Asia memiliki beragam kebudayaan yang lain satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam.

Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme jumlah memengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga ikut memengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara.

Australia

Banyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika. Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut akhir dikembangkan dan disesuaikan dengan anggota yang terkait benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua Australia, Aborigin.

Eropa

Kebudayaan Eropa jumlah terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang sudah melalui dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah diserap oleh jumlah kebudayaan, hal ini terbukti dengan jumlahnya pengguna bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara yang sudah melalui dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan agama jumlah mengalami kemunduran beberapa tahun ini.

Timur Tengah dan Afrika Utara

Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini banyakan sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang mengembang di daerah ini.

Acuan

  1. ^ a b c Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi
  2. ^ Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan Mengadakan komunikasi dengan Orang-Orang Lain Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya.hal.25
  3. ^ Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and Western Thought, p. 488.
  4. ^ Dari bahasa Arab, artinya: "agama langit"; karena diasumsikan diturunkan dari langit berupa wahyu.
  5. ^ Karena diasumsikan muncul dari suatu tradisi bersama Semit kuno dan dieksplorasi oleh para pemeluknya kepada tokoh Abraham/Ibrahim, yang juga disebutkan dalam kitab-kitab suci ketiga agama tersebut.
  6. ^ Annual Assessment (PDF), Jewish People Policy Planning Institute (Jewish Agency for Israel), 2007, hlm. 15 , based on American Jewish Year Book 106. American Jewish Committee. 2006. 
  7. ^ Adherents.com – Number of Christians in the world
  8. ^ Miller, Tracy, ed. (2009), Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World’s Muslim Population (PDF), Pew Research Center , hlm.4"
  9. ^ Boritt, Gabor S. Lincoln and the Economics of the American Dream, p. 1.
  10. ^ Ronald Reagan. "Final Radio Address to the Nation".
  11. ^ O'Neil, D. 2006. "Processes of Change".

Daftar pustaka

  • Arnold, Matthew. 1869. Culture and Anarchy. New York: Macmillan. Third edition, 1882, available online. Retrieved: 2006-06-28.
  • Barzilai, Gad. 2003. Communities and Law: Politics and Cultures of Legal Identities. University of Michigan Press.
  • Boritt, Gabor S. 1994. Lincoln and the Economics of the American Dream. University of Illinois Press. ISBN 978-0-252-06445-6.
  • Bourdieu, Pierre. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-29164-4
  • Cohen, Anthony P. 1985. The Symbolic Construction of Community. Routledge: New York,
  • Dawkins, R. 1982. The Extended Phenotype: The Long Reach of the Gene. Paperback ed., 1999. Oxford Paperbacks. ISBN 978-0-19-288051-2
  • Forsberg, A. Definitions of culture CCSF Cultural Geography course notes. Retrieved: 2006-06-29.
  • Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures: Selected Essays. New York. ISBN 978-0-465-09719-7.
"Ritual and Social Change: A Javanese Example", American Anthropologist, Vol. 59, No. 1. — 1957.
  • Goodall, J. 1986. The Chimpanzees of Gombe: Patterns of Behavior. Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 978-0-674-11649-8
  • Hoult, T. F., ed. 1969. Dictionary of Modern Sociology. Totowa, New Jersey, United States: Littlefield, Adams & Co.
  • Jary, D. and J. Jary. 1991. The HarperCollins Dictionary of Sociology. New York: HarperCollins. ISBN 0-06-271543-7
  • Keiser, R. Lincoln 1969. The Vice Lords: Warriors of the Streets. Holt, Rinehart, and Winston. ISBN 978-0-03-080361-1.
  • Kroeber, A. L. and C. Kluckhohn, 1952. Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions. Cambridge, MA: Peabody Museum
  • Kim, Uichol (2001). "Culture, science and indigenous psychologies: An integrated analysis." In D. Matsumoto (Ed.), Handbook of culture and psychology. Oxford: Oxford University Press
  • Middleton, R. 1990. Studying Popular Music. Philadelphia: Open University Press. ISBN 978-0-335-15275-9.
  • Rhoads, Kelton. 2006. The Culture Variable in the Influence Equation.
  • Tylor, E.B. 1974. Primitive culture: researches into the development of mythology, philosophy, religion, art, and custom. New York: Gordon Press. First published in 1871. ISBN 978-0-87968-091-6
  • O'Neil, D. 2006. Cultural Anthropology Tutorials, Behavioral Sciences Department, Palomar College, San Marco, California. Retrieved: 2006-07-10.
  • Reagan, Ronald. "Final Radio Address to the Nation", January 14, 1989. Retrieved June 3, 2006.
  • Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and Western Thought. New Jersey U.S., Sussex, U.K: Humanities Press.
  • UNESCO. 2002. Universal Declaration on Cultural Diversity, issued on International Mother Language Day, February 21, 2002. Retrieved: 2006-06-23.
  • White, L. 1949. The Science of Culture: A study of man and civilization. New York: Farrar, Straus and Giroux.
  • Wilson, Edward O. (1998). Consilience: The Unity of Knowledge. Vintage: New York. ISBN 978-0-679-76867-8.
  • Wolfram, Stephen. 2002 A New Kind of Science. Wolfram Media, Inc. ISBN 978-1-57955-008-0

Lihat pula

Pranala luar



Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), pasar.ggkarir.com, wiki.edunitas.com, dsb.