Suku Karo

Suku Karo
Jumlah populasi

1.882.000

Kawasan dengan populasi yang signifikan
Karo, Medan, Deli Serdang, Langkat
Bahasa
Karo
Agama
Kristen
Islam
Pemena
Kelompok etnik terdekat
Alas
Kluet
Pakpak
Singkil
Melayu
Batak

Karo merupakan salah Suku Bangsa yang menempati Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dibuat sebagai salah satu nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) merupakan Tanah Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang dinamakan Bahasa Karo atau Cakap Karo. Pakaian hukum budaya suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.

Karo diasumsikan sebagai anggota dari suku kekerabatan Batak, seperti kekerabatan Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Pak-Pak atau Dairi, dan Batak Karo. Tetapi banyakan penduduk suku Karo menggap bahwa mereka bukanlah anggota dari kekerabatan Batak tersebut, tetapi Karo merupakan suku yang berdiri sendiri.

Eksistensi Kerajaan Haru-Karo

Orang Karo

Kerajaan Haru-Karo (Kerajaan Aru) mulai dibuat sebagai kerajaan akbar di Sumatera, tetapi tidak dikenal secara tentu kapan berdirinya. Tetapi demikian, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" menyebutkan bahwa pada masa abad 1 Masehi sudah aci kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang bermula dari suku Karo. Mana boleh pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darwan Prinst, SH :2004)

Kerajaan Haru-Karo dikenal tumbuh dan mengembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru sudah melintas bertempur dengan kerajaan-kerajaan tersebut. Kerajaan Haru pada masa keemasannya, pengaruhnya tersebar mulai dari Aceh Akbar hingga ke sungai Siak di Riau.

Terdapat suku Karo di Aceh Akbar yang dalam bahasa Aceh dinamakan Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang Abad", (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Akbar merupakan keturunan mirip Batak. Tetapi tidak dinyatakan keturunan dari Batak mana penduduk asli tersebut. Selama itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarich Atjeh dan Nusantara" (1961) menyebutkan bahwa di lembah Aceh Akbar disamping terdapat kerajaan Islam terdapat pula kerajaan Karo. Selanjunya dipercakapkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari ke-20 mukim bercampur dengan suku Karo. Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" menyebutkan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Akbar merupakan Manang Ginting Suka.

Kelompok karo di Aceh akhir berubah nama dibuat sebagai "Kaum Lhee Reutoih" atau Kaum Tiga Ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan selang suku Karo dengan suku Hindu di sana yang disepakati ditamatkan dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo akan beradu dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu lapangan buka. Perang tanding ini bisa ditengahi dan sejak saat itu suku Karo dinamakan sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu dinamakan kaum empat ratus.

Dikemudian hari dibuat sebagai pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka dinamakan sebagai kaum Ja Sandang. Golongan lainnya merupakan Kaum Imeum Peuet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.

Wilayah pengaruh suku Karo

Sering dibuat sebagai kesalahan dalam diskusi sehari-hari di penduduk bahwa Taneh Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih lebar daripada Kabupaten Karo karena meliputi:

Kabupaten Tanah Karo

Tanah Karo terletak di kaki Gunung Sinabung (foto diambil lebih kurang tahun 1917).

Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang tersohor dengan di wilayah ini merupakan Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat tersohor dengan produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya merupakan buah jeruk dan produk minuman yang tersohor merupakan sebagai penghasil Markisa Jus yang tersohor hingga seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering dinamakan sebagai atau "Taneh Karo Simalem". Jumlah keunikan-keunikan terdapat pada penduduk Karo, aci dari geografis, dunia, maupun bentuk masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik merupakan dinamakan terites. Terites ini disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta mengikuti rumah baru, dan pesta tahunan yang dinamakan -kerja tahun-. Trites ini bahannya diambil dari isilambung sapi/kerbau, yang belum dibawa keluar sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan bisa dinikmati. Masakan ini merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang dihormati.

Kota Medan

Pendiri kota Medan merupakan seorang putra Karo merupakan Guru Patimpus Sembiring Pelawi.

Kota Binjai

Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan Kota Medan diakibatkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Dairi

Wilayah Kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran penduduknya melintas perkebunan kopinya yang sangat berkualitas. Sebagian Kabupaten Dairi yang merupakan anggota Taneh Karo:

  • Disktrik Taneh Pinem
  • Disktrik Tiga Lingga
  • Disktrik Gunung Sitember

Kabupaten Aceh Tenggara

Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:

  • Disktrik Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
  • Disktrik Simpang Simadam

Marga

Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau hukum budaya yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga dinamakan untuk laki-laki, padahal untuk perempuan yang dinamakan beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam penduduk Karo terdiri dari lima kelompok, yang dinamakan dengan merga silima. Kelima merga tersebut adalah:

  1. Karo-karo : Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sinulingga, Sitepu dll-nya (Jumlah = 18)
  2. Tarigan : Bondong, Ganagana, Gerneng, Purba, Sibero dll-nya (Jumlah = 13)
  3. Ginting: Munthe, Saragih, Suka, Ajartambun, Jadibata, Manik, dll-nya (Jumlah = 16)
  4. Sembiring: Sembiring si banci man biang (sembiring yang boleh makan anjing): Keloko, Sinulaki, Kembaren, Sinupayung (Jumlah = 4); Sembiring simantangken biang (sembiring yang tidak boleh makan Anjing): Brahmana, Depari, Meliala, Pelawi dll-nya (Jumlah = 15)
  5. Perangin-angin: Bangun, Sukatendel ,Kacinambun, Perbesi,Sebayang, Pinem, Sinurat dll-nya (Jumlah = 18)

Total semua submerga merupakan = 84

Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Tiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga didapat secara turun termurun dari ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, diasumsikan bersaudara dalam guna mempunyai nenek moyang yang sama. Sekiranya laki-laki bermarga sama, maka mereka dinamakan (b)ersenina, demikian juga selang perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka dinamakan juga (b)ersenina. Tetapi selang seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka dinamakan erturang, sehingga dilarang menjalankan perkawinan, selain pada merga Sembiring dan Peranginangin aci yang bisa menikah di selang mereka.

Rakut Sitelu

Hal lain yang penting dalam bangunan penduduk Karo merupakan rakut sitelu atau daliken sitelu (artinya secara metaforik merupakan tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga. Guna rakut sitelu tersebut merupakan sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud merupakan lembaga sosial yang terdapat dalam penduduk Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu:

  1. kalimbubu
  2. anak beru
  3. senina

Kalimbubu bisa diberikan rumusan sebagai keluarga pemberi isteri, anak beru keluarga yang mengambil atau menerima isteri, dan senina keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti. dll-nya ok

Tutur Siwaluh

Tutur siwaluh merupakan konsep kekerabatan penduduk Karo, yang berkomunikasi dengan penuturan, merupakan terdiri dari delapan golongan:

  1. puang kalimbubu
  2. kalimbubu
  3. senina
  4. sembuyak
  5. senina sipemeren
  6. senina sepengalon/sedalanen
  7. anak beru
  8. anak beru menteri

Dalam pelaksanaan upacara hukum budaya, tutur siwaluh ini masih bisa dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus berdasarkan dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dimainkan, merupakan sebagai berikut:

  1. Puang kalimbubu merupakan kalimbubu dari kalimbubu seseorang
  2. Kalimbubu merupakan kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini bisa dikelompokkan lagi menjadi:
    • Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, merupakan kelompok pemberiisteri kepada kelompok tertentu yang diasumsikan sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan merupakan kalimbubu Si A. Bila A mempunyai anak, maka merga Tarigan merupakan kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Aci kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua merupakan kalimbubu dari ayah kandung.
    • Kalimbubu simada dareh merupakan bermula dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh merupakan saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Dinamakan kalimbubu simada dareh karena merekalah yang diasumsikan mempunyai darah, karena diasumsikan darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.
    • Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dibuat sebagai kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Aci seseorang itu dibuat sebagai kalimbubu merupakan berdasarkan perkawinan.
  3. Senina, merupakan mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
  4. Sembuyak, secara harfiah se berarti satu dan mbuyak berarti kandungan, aci berarti merupakan orang-orang yang kelahiran dari kandungan atau rahim yang sama. Tetapi dalam penduduk Karo kata ini dipergunakan untuk senina yang lain submerga juga, dalam bahasa Karo dinamakan sindauh ipedeher (yang jauh dibuat sebagai dekat).
  5. Sipemeren, merupakan orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Anggota ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, merupakan orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
  6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, merupakan orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
  7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru bisa dibuat sebagai secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melintas perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:
    • anak beru tua, merupakan anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua merupakan anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara hukum budaya yang diciptakan oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak bisa dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara hukum budaya sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara hukum budaya.
    • Anak beru cekoh baka tutup, merupakan anak beru yang secara langsung bisa mengenali segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup merupakan anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B merupakan anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru dinamakan juga bere-bere mama.
  8. Anak beru menteri, merupakan anak berunya anak beru. Sumber ujar menteri merupakan dari ujar minteri yang berarti meluruskan. Aci anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih lebar sebagai tuntunan, melihat dan memperhatikan serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara hukum budaya. Aci pula yang dinamakan anak beru singkuri, merupakan anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini menyiapkan hidangan dalam konteks upacara hukum budaya.

Aksara

Aksara Karo

Aksara Karo

Aksara Karo ini merupakan aksara kuno yang dipergunakan oleh penduduk Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya sangat terhingga sekali bahkan hampir tidak sudah melintas dipergunakan lagi.guna mengkomplitkan prosedur penulisan perlu dilengkapi dengan anak huruf seperti o= ketolongen, x= sikurun, ketelengen dan pemantek

Kebudayaan tradisional

Suku Karo mempunyai beberapa kebudayaan tradisional, di selangnya tari tradisional:

  • Piso Surit
  • Lima Serangkai
  • Tari Terang Bulan
  • Tari Roti Manis

Suku Karo juga memiliki drama tradisional yang dinamakan dengan ujar Gundala.

Cara budaya

  • Merdang merdem = "kerja tahun" yang didampingi "Gendang guro-guro aron".
  • Mahpah = "kerja tahun" yang didampingi "Gendang guro-guro aron".
  • Mengket Rumah Mbaru - Pesta mengikuti rumah (adat - ibadat) baru.
  • Mbesur-mbesuri - "Ngerires" - membuat lemang waktu padi mulai bunting.
  • Ndilo Udan - memanggil hujan.
  • Rebu-rebu - mirip pesta "kerja tahun".
  • Ngumbung - hari hentian "aron" (kumpulan pekerja di desa).
  • Erpangir Ku Lau - penyucian diri (untuk membuang sial).
  • Raleng Tendi - "Ngicik Tendi" = memanggil jiwa setelah seseorang belum cukup tenang karena terperanjat secara suatu kejadian yang tidak disangka-sangka.
  • Motong Rambai - Pesta kecil keluarga - handai taulan untuk memanggkas dihabisi rambut bayi (balita) yang terjalin dan tidak rapi.
  • Ngaloken Cincin Upah Tendi - Upacara keluarga pemberian cincin permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere atau dari Bibi ke Permain).
  • Ngaloken Rawit - Upacara keluarga pemberian pisau (tumbuk lada) atau belati atau celurit kecil yang berupa permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere) - keponakan laki-laki.

Gereja yang didominasi suku Karo

Galeri

Acuan

  • Perangin-angin, Martin. (2004). Orang Karo Diantara Orang Batak. Pustaka Sora Mido

Pranala luar



Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), pasar.ggkarir.com, wiki.edunitas.com, dll-nya.