Kota Yogyakarta yaitu salah satu kota luhur di Pulau Jawa yang adalah ibukota dan pusat pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sekaligus tempat kedudukan untuk Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualam.
Salah satu kecamatan di Yogyakarta, yaitu Kotagede pernah menjadi pusat Kesultanan Mataram antara 1575-1640. Keraton (Istana) yang baru saja berfungsi dalam guna yang sesungguhnya yaitu Karaton Ngayogyakarta dan Puro Pakualaman, yang adalah pecahan dari Mataram.
Logo wisata "JOGJA"» Kota Yogyakarta
| » Jumlah Kecamatan/Distrik : 14 » Jumlah Desa + Kelurahan : 45 » Luas Wilayah : 32,50 km² (BPS 2013) » Jumlah Masyarakat : 414.082 (DKCS 2013) » Range Alokasi Kode POS : 551 xx - 552 xx » Range Realita Kode POS : 55111 - 55271 |
Etimologi
Nama Yogyakarta terambil dari dua ucap, yaitu Ayogya atau '''Ayodhya''' yang berarti "kedamaian" (atau tanpa peperangan, a "tidak", yogya merujuk pada yodya atau yudha, yang berarti "perang"), dan Karta yang berarti "baik". Ayodhya adalah kota yang bersejarah di India dimana wiracarita Ramayana jadi. Tapak keraton Yogyakarta sendiri menurut babad (misalnya Babad Giyanti) dan leluri (riwayat oral) telah berupa sebuah dalem yang bernama Dalem Gerjiwati; lalu dinamakan ulang oleh Sunan Pakubuwana II sebagai Dalem Ayogya[2].
Sejarah
Mataram Hindu (100 tahun ke-10 Masehi)
Meskipun hilang dari catatan sejarah sejak berpindahnya pusat pemerintahan Kerajaan Medang pada 100 tahun ke-10 ke timur, wilayah lembah di selatan Gunung Merapi sejak 100 tahun ke-15 tetap dihuni banyak orang dan konon menjadi bagian dari kawasan yang dinamakan sebagai Pengging. Dalam kronik perjalanannya, Bujangga Manik, seorang pangeran pertapa dari Kerajaan Sunda pernah melalui wilayah ini, tetapi tidak menyebut nama "Yogya" atau yang bermiripan.
Mataram Islam (1575 - 1620)
Cikal-bakal kota Yogya yaitu kawasan Kotagede, sekarang menjadi salah satu kecamatan di Kota Yogyakarta. Keraton penguasa Mataram Islam pertama, Panembahan Senapati (Sutawijaya), didirikan di suatu babakan yang adalah bagian dari hutan Mentaok (alas Mentaok). Kompleks tertua keraton ini sekarang baru saja tersisa sebagai bagian batu benteng, pemakaman, dan masjid. Setelah sempat berpindah dua kali (di keraton Pleret dan keraton Kerta, keduanya benar di wilayah Kabupaten Bantul), pusat pemerintahan Kesultanan Mataram berpindah ke Kartasura.
Setelah Akad Giyanti (1745 - 1945)
Sejarah kota memasuki babak baru menyusul ditandatanganinya Akad Giyanti antara Sunan Pakubuwono III, Pangeran Mangkubumi (yang dinobatkan menjadi Sultan Hamengkubuwono I, dan VOC pada 13 Februari 1755. Akad ini membagi dua Mataram menjadi Mataram Timur (yang dinamakan Surakarta) dan Mataram Barat (yang kesudahan dinamakan Ngayogyakarta)
Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan politik baru dengan cara resmi berdiri sejak Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I) mengakhiri pemberontakan yang dipandunya, mendapat wilayah kekuasaan separuh wilayah Mataram yang tersisa, dan diizinkan mendirikan keraton di tempat yang dikenal sekarang. Tanggal wisuda keraton ini, 7 Oktober 1756, kini menjadi sebagai hari jadi Kota Yogyakarta.
Perluasan kota Yogyakarta berjalan dengan cara cepat. Perkampungan-perkampungan di luar tembok keraton dinamakan menurut kesatuan pasukan keraton, seperti Patangpuluhan, Bugisan, Mantrijeron, dsb-nya. Selain itu, didirikan pula kawasan untuk orang-orang berlatar belakang non-pribumi, seperti Kotabaru untuk orang Belanda dan Pecinan untuk orang Tionghoa. Pola pengelompokan ini adalah hal yang umum pada 100 tahun ke-19 sampai 100 tahun ke-20, sebelum kesudahannyanya penjajahan. Banyak di antaranya sekarang menjadi nama kecamatan di dalam wilayah kota.
Terdapat situs-situs tua yang tinggal puing, khususnya yang didirikan pada masa awal tetapi kesudahan diterlantarkan karena rusak dampak gempa luhur yang melanda pada tahun 1812, seperti situs tetirahan Warungboto, yang didirikan oleh Sultan Hamengkubuwana II dan situs Taman Sari di dalam tembok keraton yang didirikan Sultan Hamengkubuwana I. Pasar Beringharjo sudah dikenal sebagai tempat transaksi dagang sejak keraton berdiri, tetapi susunan permanennya baru didirikan pada awal 100 tahun ke-20 (1925).
Paruh kedua 100 tahun ke-19 adalah masa pemodernan kota. Stasiun Lempuyangan pertama didirikan dan berhenti 1872. Stasiun Yogyakarta (Tugu) mulai beroperasi pada tanggal 2 Mei 1887. Yogyakarta di awal 100 tahun ke-20 adalah kota yang cukup maju, dengan jaringan listrik, jalan untuk kereta kuda dan mobil cukup panjang, serta bermacam hotel serta pusat perbelanjaan (Jalan Malioboro dan Pasar Beringharjo) ada. Perkumpulan sepak bola lokal, PSIM, didirikan pada tanggal 5 September 1929 dengan nama Perserikatan Sepak Raga Mataram.
Masa Revolusi (1945 - 1950)
Kota Yogyakarta juga melakukan percaturan politik sejarah Indonesia, pada 4 Januari 1946, Pemerintah Republik Indonesia meresmikan untuk mengalihkan Ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta setelah Belanda dengan Sekutu melancarkan agresi ke Indonesia. Kota ini juga menjadi saksi atas Penyerangan negara Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, yang pada kesudahannya dapat direbut Belanda, serta Agresi Umum 1 Maret 1949 yang berhasil mneguasai Yogyakarta selama 6 jam.
Pusaka dan Identitas Daerah
Adalah Pusaka Pemberian Raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X. Tombak ini dibuat pada tahun 1921 selama pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Senjata yang sering dipergunakan para prajurit ini mempunyai panjang 3 meter. Tombak dengan pamor wos wutah wengkon dengan dhapur kudhuping gambir ini, landeannya sepanjang 2,5 meter dibuat dari kayu walikun, yakni jenis kayu yang sudah lazim dipakai untuk gagang tombak dan sudah teruji kekerasan dan keliatannya.
Sebelumnya tombak ini disimpan di bangsal Pracimosono dan sebelum diserahkan terlebih dahulu dijamasi oleh KRT. Hastono Negoro, di dalem Yudonegaran. Pemberian nama Wijoyo Mukti baru diterapkan bebarapa hari menjelang upacara penyerahan ke Pemkot Yogyakarta, pada peringatan hari ulang tahun ke-53 Pemerintah kota Yogyakarta tanggal 7 Juni 2000. Upacara penyerahan diterapkan di halaman Balaikota dan pusaka ini dikawal khusus oleh prajurit Kraton ”Bregodo Prajurit Mantrijero”.
Tombak Kyai Wijoyo Mukti melambangkan kondisi Wijoyo Wijayanti. Artinya, kemenangan sejati di masa depan, dimana seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan kepuasan kelahiran bathin karena tercapainya tingkat kesejahteraan yang benar-benar merata.
Geografi
![](https://pasar.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=3&kodegb=350px-Telepon_penting_kota_Yogyakarta.jpg)
Telepon penting Kota Yogyakarta (klik gambar untuk memperbesar)
Kota Yogyakarta terletak di lembah tiga sungai, yaitu Sungai Winongo, Sungai Code (yang membelah kota dan kebudayaan menjadi dua), dan Sungai Gajahwong. Kota ini terletak pada jarak 600 KM dari Jakarta, 116 KM dari Semarang, dan 65 KM dari Surakarta, pada jalur persimpangan Bandung - Semarang - Surabaya - Pacitan. Kota ini memiliki ketinggian sekitar 112 m dpl.
Meski terletak di lembah, kota ini jarang merasai banjir karena sistem drainase yang tertata rapi yang didirikan oleh pemerintah kolonial, ditambah dengan aktifnya penambahan saluran air yang dikerjakan oleh Pemkot Yogyakarta.
Batas Administrasi
Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya, sehingga batas-batas administrasi sudah tidak terlalu menonjol. Untuk mengawal keberlangsungan pengembangan kawasan ini, dibentuklah sekretariat bersama Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, dan Bantul) yang mengurusi semua hal yang berkaitan dengan kawasan aglomerasi Yogyakarta dan daerah-daerah penyangga (Depok, Mlati, Gamping, Kasihan, Sewon, dan Banguntapan).
Adapun batas-batas administratif Yogyakarta adalah:
- Utara: Kecamatan Mlati dan Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman
- Timur: Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul
- Selatan: Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon, dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul
- Barat: Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul
Pembagian administratif
Kota Yogyakarta terdiri atas 14 kecamatan[3]. Berikut yaitu daftar kecamatan di Yogyakarta :
Demografi
Masyarakat kota Yogyakarta belakang tahun 2013 berjumlah 414.082 jiwa, dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang hampir setingkat.
Islam adalah agama mayoritas yang dianut masyarakat Yogyakarta, dengan jumlah pengikut Kristen dan Katolik yang relatif signifikan. Seperti kebanyakan dari Islam kebanyakan di kota-kota pedalaman Jawa, mayoritas baru saja mempertahankan tradisi Kejawen yang cukup kuat.
Yogyakarta juga menjadi tempat kelahirannya salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Kauman, Ngupasan, Gondomanan, Yogyakarta. Sampai saat ini, Pengurus Pusat Muhammadiyah baru saja tetap berkantor pusat di Yogyakarta.
Yogyakarta dikenal sebagai kota murid, karena hampir 20% masyarakat produktifnya yaitu murid dan terdapat 137 perguruan tinggi. Kota ini diwarnai dinamika murid dan mahasiswa yang berasal dari bermacam daerah di Indonesia. Perguruan tinggi yang dimiliki oleh pemerintah yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Transportasi
Kota Yogyakarta sangat strategis, karena terletak di jalur-jalur utama, yaitu Jalan Lintas Selatan yang menghubungkan Yogyakarta, Bandung, Surakarta, Surabaya, dan kota-kota di selatan Jawa, serta jalur Yogyakarta - Semarang, yang menghubungkan Yogyakarta, Magelang, Semarang, dan kota-kota di lintas tengah Pulau Jawa. Karena itu, angkutan di Yogyakarta cukup memadai untuk menganggap enteng mobilitas antara kota-kota tersebut. Kota ini gampang dicapai oleh transportasi darat dan udara, sedangkan karena lokasinya yang cukup jauh dari laut (27 - 30 KM) menyebabkan tiadanya transportasi air di kota ini.
Dalam kota
Bus kota
Kota Yogyakarta adalah salah satu kota di Indonesia yang tidak mengenal istilah angkutan kota (angkot dengan armada minibus). Transportasi darat di dalam Yogyakarta dilayani oleh sejumlah bus kota. Kota Yogyakarta milik sejumlah jalur bus yang dioperasikan oleh koperasi masing-masing (antara lain Aspada, Kobutri, Kopata, Koperasi Pemuda Sleman, dan Puskopkar) yang melayani rute-rute tertentu[5].
Trans Jogja
Sejak Maret 2008, sistem transportasi bus yang baru, bernama Trans Jogja mempunyai melayani sebagai transportasi massal yang cepat, aman dan nyaman. Trans Jogja adalah bus 3/4 yang melayani bermacam kawasan di Kota, Sleman dan beberapa Bantul. Sampai saat ini (November 2010), telah benar 8 (delapan) trayek yang melayani bermacam sarana vital di Yogyakarta, yaitu[6]:
- Trayek 1A dan Trayek 1B, melayani ruas protokol dan kawasan pusat perekonomian dan pemerintahan, seperti Stasiun Yogyakarta, Malioboro, Istana Kepresidenan Yogyakarta.
- Trayek 2A dan Trayek 2B, melayani kawasan perkantoran Kotabaru dan Sukonandi.
- Trayek 3A dan Trayek 3B, melayani kawasan selatan, termasuk juga kawasan sejarah Kotagede.
- Trayek 4A dan Trayek 4B, melayani kawasan proses mendidik, seperti UII, APMD, UIN Sunan Kalijaga, dan Stasiun Lempuyangan.
Trans Jogja sangat diminati selain karena aman dan nyaman, tarif yang saat ini diterapkan juga terjangkau, yaitu Rp3.000,- untuk sekali jalan, dengan dua sistem tiket: sekali jalan dan berlangganan. Untuk tiket berlangganan, dikenakan potongan sebesar 10% untuk umum dan 30% untuk murid.
Taksi
Taksi gampang dijumpai di bermacam ruas jalan di Yogyakarta, terutama di ruas protokol dan kawasan pusat ekonomi dan wisata. Benar bermacam perusahaan taksi yang melayani angkutan ini, dari yang berupa sedan sampai minibus.
Luar kota
Kereta api
Transportasi ke Yogyakarta dapat menggunakan kereta api dari Jakarta, Bandung atau Surabaya, pemberangkatan dan kedatangan kereta api (KA) kelas eksekutif dan bisnis dilayani Stasiun Yogyakarta, juga dikenal sebagai Stasiun Tugu sedangkan KA kelas ekonomi dilayani di Stasiun Lempuyangan. Benar pula kereta api komuter cepat yang menghubungkan Kutoarjo dengan Surakarta melalui stasiun Lempuyangan, kereta tersebut bernama Prameks.
Bus
Bus AKAP tersedia dari dan ke semua kota di Pulau Jawa, datang dan berangkat dari Terminal Penumpang Yogyakarta, yang benar di Jalan Imogiri Timur, Giwangan, benar di tepi Jalan Lingkar Luar Selatan Yogyakarta, di batas wilayah antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul.Terminal lain yang semakin kecil seperti Terminal Jombor yang melayani diantaranya rute Magelang dan Semarang dan Terminal Condong Catur ke arah Kaliurang.
Pesawat udara
Transportasi udara dari dan ke Yogyakarta dilayani oleh Bandara Internasional Adisutjipto yang terletak di tepi Jalan Adisucipto KM 9, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Bandara ini melayani penerbang domestik ke kota-kota luhur di Pulau Jawa (Jakarta, Bandung, Surabaya), Sumatra (Batam), Bali, Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin, dan Balikpapan), dan Sulawesi (Makassar).
Selain itu, bandara ini juga melayani penerbangan harian ke Singapura dan Kuala Lumpur dengan Malaysia Airlines dan Singapore Airlines.
Proses mendidik
Media
Televisi
Terrestrial televisi
Kota Yogyakarta juga memiliki beberapa terdiri dari 17-stasiun televisi (12-siaran nasional & 5-siaran lokal) seperti:
Televisi berlangganan
Kota Yogyakarta juga memiliki beberapa televisi berlangganan seperti:
Surat kabar
Kota Yogyakarta juga memiliki beberapa tediri dari 11-surat kabar yang terbit di kota ini antara lain:
Radio
Kota Yogyakarta juga memiliki beberapa terdiri dari 34-buah stasiun radio bersiaran lokal seperti:
Wali Kota Yogyakarta
Berikut ini yaitu daftar wali kota atau kepala daerah yang pernah menjabat di Kota Yogyakarta sejak 1947:
No | Walikota | Menjalankan tugas |
---|
1 | M. Enoch | Mei 1947 - Juli 1947 |
2 | Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo | Juli 1947 - Januari 1966 |
3 | Soedjono A. Y. | Januari 1966 - November 1975 |
4 | H. Ahmad | November 1975 - Mei 1981 |
5 | Soegiarto | 1981-1986 |
6 | Djatmiko D | 1986-1991 |
7 | R. Widagdo | 1991-2001 |
8 | Herry Zudianto | 2001-2011 |
9 | Drs. H. Haryadi Suyuti | 2011-2016 |
Kota kembar
Sumber referensi
Lihat pula
Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, pasar.nomor.net, dsb.