Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Gunung Gede

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) mempunyai peranan yang penting dalam sejarah konservasi di Indonesia. Diambil keputusan sebagai taman nasional pada tahun 1980. Dengan luas 21.975 hektare, kawasan Taman Nasional ini ditutupi oleh hutan hujan tropis pegunungan, hanya tidak berdekatan 100 km dari Jakarta. Di dalam kawasan hutan TNGP, bisa ditemukan “si pohon raksasa” Rasamala, “si pemburu serangga” atau kantong semar (Nephentes spp); berjenis-jenis anggrek hutan, dan bahkan tidak kekurangan sebagian macam tumbuhan yang belum dikenal namanya secara ilmiah, seperti jamur yang bercahaya. Disamping keunikan tumbuhannya, kawasan TNGP juga merupakan habitat dari beragam macam satwa liar, seperti kepik raksasa, sejenis kumbang, lebih dari 100 macam mamalia seperti Kijang, Pelanduk, Anjing hutan, Macan tutul, Sigung, dll, serta 250 macam burung. Kawasan ini juga merupakan habitat Owa Jawa, Surili dan Lutung dan Elang Jawa yang populasinya hampir menghampiri punah.

Iklim

Tidak kekurangan dua iklim yaitu musim kemarau dari bulan Juni sampai Oktober dan musim penghujan dari bulan Nopember ke April.

Semasa bulan Januari sampai Februari, hujan turun disertai angin yang kencang dan terjadi cukup sering, sehingga berbahaya untuk pendakian. Hujan juga turun ketika musim kemarau, menyebabkan kawasan TNGP memiliki curah hujan rata-rata pertahun 4000 mm.

Rata-rata suhu di Cibodas 23 °C, dan puncak tertinggi tidak kekurangan pada >3000 m dpl.

Pengelolaan Kawasan

TNGP merupakan salah satu dari 5 taman nasional yang dideklarasi oleh Pemerintah Indonesia tahun 1980, pada tahun 2007 sudah 50 taman nasional dibentuk oleh Pemerintah di seluruh Indonesia. Seperti halnya kawasan konservasi yang lain di Indonesia, pengelolaan kawasan TNGP merupakan tanggungjawab dari Direktorat Jenderal Penjagaan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan.

Secara administratif, kawasan TNGP tidak kekurangan di 3 kabupaten (Bogor, Cianjur dan Sukabumi) Provinsi Jawa Barat. Kantor pengelola yaitu Balai TNGP tidak kekurangan di Cibodas, dan dalam pengelolaannya dibagi sebagai 3 (tiga) Seksi Konservasi Wilayah (SKW), yaitu SKW I di Selabintana, SKW II di Bogor, dan SKW III di Cianjur, dan 13 resort pengelolaan dengan tugas dan fungsi mengamankan dan mengamankan seluruh kawasan TNGP dalam membentuk pelestarian sumberdaya dunia menuju pemanfaatan hutan yang berkelanjutan.

Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa

Javan Gibbon Center (JGC) berdiri sejak tahun 2003, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Lembaga ini merupakan kerjasama selang PHKA-Departemen Kehutanan RI dan Yayasan Owa Jawa yang didukung oleh Conservation International Indonesia, Balai Akbar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Universitas Indonesia dan Silvery Gibbon Project (SGP).

JGC merawat Owa Jawa dari hasil sitaan dan penyerahan sukarela dari masyarakat. Tujuan keberadaan JGC merupakan untuk merehabilitasi Owa Jawa eks-peliharaan, mengembalikan keadaan fisik, kesehatan, perilaku pada masa rehabilitasi dan melepasliarkan pulang pasangan Owa Jawa yang telah siap kedalam kawasan-kawasan hutan yang sepadan berdasarkan prinsip-prinsip konservasi.

Owa Jawa (Hylobates moloch) merupakan macam primata arboreal yang tinggal di hutan tropis, makanannya berupa buah, daun dan serangga. Satu keluarga Owa Jawa umumnya terdiri dari sepasang induk dan sebagian anak yang tinggal dalam teritori mereka. Owa jawa merupakan satwa endemik pulau Jawa. Dalam daftar satwa terancam mereka termasuk kategori kritis (IUCN,2004). Ancaman bagi mereka di dalam merupakan kehilangan habitat, perburuan dan perdagangan untuk sebagai satwa peliharaan. Sebagian hasil survey agak populasi mereka di dunia tersisa lebih belum cukup 4000 individu. Populasi kecil yang tersisa di dunia dan terisolasi membuka peluang bagi mereka mengalami kepunahan.

 
Bali dan Nusa Tenggara
 
Jawa
 
Kalimantan
 
Nodaku, Nodaku Utara dan Papua
 
Sulawesi
 
Sumatera


Sumber :
id.wikipedia.org, diskusi.biz, pasar.kpt.co.id, wiki.edunitas.com, dan lain sebagainya.