Manteb Soedharsono

Ki Manteb Soedharsono

Pagelaran wayang kulit Ki Manteb Soedharsono, memperagakan lakon Gathotkaca Winisuda.
Kelahiran31 Agustus 1948
Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia
Mata pencaharianDalang
PasanganSri Suwarni

Ki Manteb Soedharsono (lahir di Palur, Mojolaban, Sukoharjo, 31 Agustus 1948) yaitu seorang dalang wayang kulit ternama yang dari Jawa Tengah. Karena keterampilannya dalam memperagakan wayang, beliau pun dijuluki para penggemarnya menjadi Dalang Setan. Beliau juga diasumsikan menjadi pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.

Kala ini Ki Manteb berdomisili di Dusun Sekiteran, Kelurahan Doplang, Disktrik Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Masa Muda

Manteb Soedharsono yaitu putra seorang dalang pula, bernama Ki Hardjo Brahim. Beliau dilahirkan di Dusun Jatimalang, Kelurahan Palur, Disktrik Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada tanggal 31 Agustus 1948.

Ki Hardjo Brahim yaitu seniman tulen yang tidak memiliki mata pencaharian lain kecuali mendalang. Manteb menjadi putra pertama dididik dengan keras supaya dapat menjadi dalang tulen seperti dirinya. Ki Hardjo sering mengajak Manteb ikut mendalang ketika beliau mengadakan tontonan.

Sementara itu, ibu Manteb yang juga seorang seniman, penabuh gamelan, bertambah suka bila putranya itu memiliki mata pencaharian sampingan. Itulah karenanya, Manteb pun disekolahkan di STM Manahan, Sala. Namun sejak kecil Manteb sudah laris menjadi dalang sehingga edukasinya pun terbengkalai. Akhirnya, beliau memutuskan untuk selesai sekolah demi untuk mempelajari karier mendalang.

Menemukan Identitas

Untuk mengembangkan keahliannya, Manteb banyak berusaha bisa kepada para dalang senior, misalnya kepada dalang legendaris Ki Narto Sabdo pada tahun 1972, dan kepada Ki Sudarman Gondodarsono yang mahir sabet, pada tahun 1974.

Pada tahun 70 dan 80-an, dunia pedalangan wayang kulit dikuasai oleh Ki Narto Sabdo dan Ki Anom Suroto. Ki Manteb berusaha keras menemukan jati diri untuk dapat tetap eksis dalam kariernya. Bila Ki Narto mahir dalam seni dramatisasi, sedangkan Ki Anom mahir dalam olah suara, maka Ki Manteb memilih untuk mempelajari seni menggerakkan wayang, atau yang disebut dengan sebutan sabet.

Ki Manteb mengaku gemar menonton film kung fu yang dibintangi Bruce Lee dan Jackie Chan, untuk kemudian diterapkan dalam pedalangan. Untuk mendukung keindahan sabet yang diperagakannya, Ki Manteb pun membawa peralatan musik modern ke atas pentas, misalnya tambur, biola, terompet, ataupun simbal. Pada awal mulanya hal ini banyak mengundang kritik dari para dalang senior. Namun tidak sedikit pula yang mendukung inovasi Ki Manteb.

Keahlian Ki Manteb dalam olah sabet tidak hanya sekadar adegan bertarung saja, namun juga meliputi adegan menari, sedih, gembira, terkejut, mengantuk, dan menjadinya. Selain itu beliau juga menciptakan adegan flashback yang sebelumnya hanya dikenal dalam dunia perfilman dan karya sastra saja. Beliau berpendapat bila ingin menjadi dalang sabet yang mahir, maka harus dapat membikin wayang dengan tangannya sendiri.

Mendapat Popularitas

Ki Manteb mulai mendalang sejak kecil. Namun, popularitasnya menjadi seniman tingkat nasional mulai diperhitungkan publik sejak beliau menggelar tontonan Banjaran Bima sebulan sekali sementara setahun penuh di Jakarta pada tahun 1987.

Ketika Ki Narto Sabdo berpulang tahun 1985, seorang penggemar beratnya bernama Soedharko Prawiroyudo merasa sangat kehilangan. Soedharko kemudian berjumpa murid Ki Narto, yaitu Ki Manteb yang diasumsikan memiliki beberapa kemiripan dengan gurunya itu. Ki Manteb pun diundang untuk mendalang dalam cara khitanan putra Soedharko.

Sejak itu, hubungan Sudarko dengan Ki Manteb semakin dekat. Sudarko pun memerankan menjadi promotor pergelaran rutin Banjaran Bima di Jakarta yang dipentaskan oleh Ki Manteb. Pergelaran tersebut disediakan setiap bulan sebanyak 12 episode sejak kelahiran sampai kematian Bima, tokoh Pandawa.

Ki Manteb mengaku, Banjaran Bima adalah tonggak bersejarah dalam hidupnya. Sejak itu namanya semakin tersohor. Bahkan, pada tahun 90-an, tingkat popularitasnya telah melebihi Ki Anom Suroto, yang juga menjadi kakak tinggikannya.

Tanggal 5 Januari 2013, Ki Manteb didaulat Dahlan Iskan, yang menjabat Menteri Negara BUMN, untuk melakukan prosesi tolak bala untuk mobil listrik Tucuxi supaya terhindar dari fitnah dan marabahaya[1]. Namun sayang, di kawasan Plaosan, Magetan mobil tersebut mengalami kecelakaan. Dalam kecelakaan itu, Dahlan Iskan selamat.

Manajemen Keuangan

Selain gaya pedalangan yang atraktif, Ki Manteb juga dikenal menjadi pelopor dalam hal manajemen keuangan. Honor hasil pentas tidak diselesaikan langsung, melainkan dikelola oleh istrinya, Sri Suwarni (wafat: 2005) yang memerankan menjadi manajer.

Ki Manteb memiliki banyak kru dalam setiap pementasannya. Beliau juga membutuhkan biaya perawatan untuk armada dan peralatan mendalangnya. Untuk itu diperlukan manajemen yang baik supaya tidak mengulangi pengalaman buruk para dalang lainnya, misalnya semasa muda hidup berlimpah karena laris, namun sehabis tua menderita kekurangan.

Prestasi

  1. Pada tahun 1982 Ki Manteb menjadi juara Pakeliran Padat se-Surakarta. Prestasi tersebut membikin namanya mulai menanjak.
  2. Tahun 1995 Ki Manteb mendapat penghargaan dari Presiden Soeharto berupa Satya Lencana Kebudayaan.
  3. Pada awal tahun 1998 Ki Manteb menggelar pertunjukkan kolosal di Museum Keprajuritan Taman Mini Indonesia Indah, dengan lakon Rama Tambak. Pergelaran yang sukses ini mendapat dukungan dari mahir wayang STSI.
  4. Pada tahun 2004 Ki Manteb memecahkan rekor MURI mendalang sementara 24 jam 28 menit tanpa istirahat.
  5. Tahun 2010 penghargaan “Nikkei Asia Prize Award 2010” dalam bidang norma budaya istiadat dianugerahkan kepada Ki Manteb Soedharsono karena kontribusinya yang signifikan untuk kelestarian dan kemajuan norma budaya istiadat Indonesia terutama wayang kulit.

Pranala luar

Referensi

  • Seno Subro & Komar Abbas. 1994. Ki Manteb Dalang Setan. Surakarta: Yayasan Resi Tujuh Satu


Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, diskusi.biz, pasar.nomor.net, dan lain-lain.