Kerapatan Norma budaya Nagari

Kerapatan Norma budaya Nagari (disingkat KAN) yaitu sebuah lembaga norma budaya Minangkabau di tingkat nagari yang bekerja menjadi penjaga dan pelestari norma budaya dan kelicikan budi Minangkabau.

KAN telah tersedia dibawah pengamatan Lembaga Kerapatan Norma budaya Dunia Minangkabau (LKAAM) mulai dari tingkat disktrik sampai provinsi.

Struktur

KAN terdiri dari beberapa unsur dalam warga norma budaya Minangkabau yaitu:

  1. Para penghulu atau datuk dari setiap suku
  2. Manti, berasal dari kalangan intelektual (cerdik pandai)
  3. Malin, dari kalangan alim ulama
  4. Dubalang, yang bekerja mengawal keamanan dan keselamatan warga.

Unsur-unsur selain penghulu itu dinamakan menjadi Tungku Tigo Sajarangan dan apabila dimasukkan unsur penghulu maka dinamakan menjadi Nan Ampek Jinih (Unsur Empat Jenis).

Perda Sumatera Barat

Setiap Kampung (yang di dalamnya terhimpun beberapa kaum atau famili) diberi petunjuk oleh Penghulu Andiko didampingi oleh Pandito, yang mengurus soal-soal agama. Penghulu Pucuk, Monti (Manti/Menteri), Malin (Mualim/Alim Ulama), Dubalang (Hulubalang), Penghulu Andiko, Pandito (Cerdik Pandai) dinamakan “Orang Nan Bajinih”.

Juga termasuk “Orang Nan Bajinih”, yaitu imam mesjid (yang dipegang oleh Suku Melayu); Khatib (yang dipegang Suku Patopang); Bilal (yang dipegang Suku Supanjang). Begitu pula Ongku Kali (Kadhi) Silungkang Khusus juga termasuk “Orang Nan Bajinih”.

Sedang Tungganai yang memimpin Kaum atau Famili, yang biasanya dinamakan Mamak Kaum atau Mamak Kepala Waris, tidaklah termasuk “Orang Nan Bajinih”.

Jumlah Orang Nan Bajinih di Silungkang 60 orang : 5 (Penghulu Pucuk); 5 (Malin); 5 (Monti); 5 (Dubalang); 18 (Penghulu Andiko); 18 (Pandito); 1 (Imam); 1 (Khatib); 1 (Bilal) dan 1 (Kadhi). Keenam puluh Orang Nan Bajinih tersebut yaitu anggota-anggota KAN (Kerapat Norma budaya Negari) Silungkang. KAN ini adalah kesatuan warga hukum Adat.

“Keputusan-keputusan KAN menjadi pedoman untuk Kepala Desa dalam menjalankan roda Pemerintahan Desa dan harus ditaati oleh seluruh warga negari dan aparat pemerintahan berkewajiban membantu menegakkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku” (Perda Sumatera Barat No. 13/1983, Bab IV, pasal 7, sub 2).

Menurut Hasan Basri Durin Datuk Rangkayo Mulia Nan Kuning1) Pimpinan tertinggi dalam Nagari yaitu mufakat para Penghulu. Dalam peningkatannya kemudian dalam musyawarah itu diikutsertakan unsur-unsur Ulama dan Cerdik Pandai. Menjadi pimpinan musyawarah biasanya ialah Penghulu Pucuk yang bertambah ditinggikan dari Penghulu-penghulu pucuk lainnya (biasanya karena asal-usulnya dari kaum yang paling dahulu menghuni Nagari tersebut) untuk yang Nagari yang menganut Koto Piliang. Di nagari-nagari yang menganut aliran Bodi Caniago biasanya dipilih di sela penghulu-penghulu Pimpinan musyawarah inilah yang kemudian menjadi penghulu Kepala, yang kemudian kembali menjadi Kepala Nagari di ratus tahun penjajahan Belanda.

Catatan kaki

1. Mokhtar Naim : “Dialektika Minangkabau dalam kemelut sosial dan politik”, pen. Genta Singgalang Press, Padang 1984, hlm 57.

Referensi

  • Buku “Silungkang dan Norma budaya Istiadat” oleh Hasan St. Maharajo, Edisi 1, Jakarta, Mei 1988

Pranala Luar



Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, diskusi.biz, pasar.nomor.net, dan lain-lain.