Raden Sekar Sungsang

Raden Sekar Sungsang/Ki Mas Lalana/Panji Besar Rama Nata[1] atau Raden Sakar Sungsang gelar Maharaja Sari Kaburungan[2] atau Miharaja Sari Babunangan Unro versi suku Maanyan adalah raja Negara Daha ke-1 (1495-1500).[3]

Silsilah

Menurut versi Ceritera Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin alias Hikayat Banjar resensi I, nama ayahnya adalah Raden Carang Lalean (cucu Pangeran Suryanata/Putri Junjung Buih), sedangkan ibunya Putri Kalungsu (cucu dari Lambu Mangkurat). Putera-putera Raden Sakar Sungsang menurut Hikayat Banjar resensi I adalah Raden Sukarama dan Raden Bangawan. Putera tertua, Raden Sukarama menggantikannya sebagai raja dengan gelar Maharaja Sukarama. Sedangkan menurut Hikayat Banjar resensi II, Raden Sakar Sungsang memiliki dua putera yaitu Ratu Anom dan Pangeran Singa Gurda dan beliau sedang memiliki seorang puteri kembali bernama Ratu Lamak. Ratu Anom menggantikan Raden Sekar Sungsang sebagai raja, namun jabatan raja tersebut terlebih dahulu dijabat oleh kakak perempuannya yaitu Ratu Lamak.

Dari sumber Hikayat Banjar resensi I menyebutkan bahwa Maharaja Sukarama (alias Ratu Anom) benar seorang puteri (sekar kedhaton) yaitu Raden Galuh Baranakan dan empat putera tidak samanya yaitu Pangeran Mangkubumi/Maharaja Mangkubumi (nama kelahiran Raden Paksa, putera tertua pengganti Sukarama), Pangeran Tumanggung (nama kelahiran Raden Panjang pengganti Pangeran Mangkubumi), Pangeran Bagalung (nama kelahiran Raden Bali, penguasa kawasan Berangas) dan Pangeran Jayadewa (nama kelahiran Raden Mambang, putera yang hilang).[2] Pangeran Jayadewa tanpa memiliki keturunan. Raden Galuh Baranakan menikah dengan Raden Mantri Alu bin Raden Bangawan melahirkan Sultan Suryanullah/Suriansyah.

Pangeran Jayadewa, kemungkinan pas dengan Uria Gadung penguasa kawasan Tanah Dusun yang bermarkas di JAAR – SANGGARWASI versi suku Maanyan .[4]

Berbeda-beda dengan versi di atas, versi Tutur Candi/Hikayat Lambung Mangkurat alias Hikayat Banjar resensi II menyebutkan ayah Raden Sekar Sungsang adalah Pangeran Aria Dewangsa putera ke-3 dari Pangeran Suryanata. Sedangkan ibunya adalah Putri Kabu Waringin (alias Putri Huripan), puteri Lambung Mangkurat. Benar satu generasi yang hilang dalam versi Tutur Candi.

Menurut Tutur Candi, putera yang dilahirkan dari perkawinan incest antara Raden Sekar Sungsang dengan ibunya Putri Kabu Waringin adalah Raden Sira Panji yang dihanyutkan pada sebuah rakit yang yang belakang sekali ditemukan oleh orang Biaju di Bekompai (Bakumpai), tidak jauh Marabahan. Raden Sira Panji nantinya menjadi ketua orang Biaju di sepanjang sungai Barito atau Tanah Dusun.

Raden Sira Panji (cucu Lambung Mangkurat) adalah nama tidak sama dari Uria Gadung penguasa Tanah Dusun versi suku Maanyan.[5]

Yang belakang sekali Raden Sekar Sungsang menikahi Putri Ratna Minasih, anak Patih Lau (Luhu), yang yang belakang sekali dikaruniai seorang puteri sulung (sekar kedhaton) diberi nama Putri Ratna Sari dan dua putera tidak samanya yaitu Ratu Anom (nama kelahiran Raden Menteri) dan Pangeran Singa Gurda (nama kelahiran Raden Santang). Putri Ratna Sari menggantikan sebagai raja dengan gelar Ratu Lamak.

Ketika tinggal di Jawa (Giri), Raden Sekar Sungsang sempat memiliki dua putera yaitu Panji Sekar (Sunan Serabut) dan Panji Dekar. Panji Sekar menjadi menantu Sunan Giri dengan gelar Sunan Serabut. Sebagai putera dari Raden Sekar Sungsang, Sunan Serabut mengalami rasa berhak atas tahta yang belakang sekali beliau mengutus tiga orang untuk menuntut upeti untuk Ratu Lamak yang dibayar tiap-tiap tahun.

Ratu Lamak digantikan kerabat yang lebih mudanya Ratu Anom. Ratu Anom berputera dua orang yaitu Pangeran Sukarama dan Pangeran Tumanggung. Putera tertua yaitu Pangeran Sukarama menggantikannya sebagai raja, dialah ayahanda Sultan Suriansyah. Pangeran Tumanggung menjadi mangkubumi dan Pangeran Besar putera Pangeran Singa Gurda menjadi Dipati (anggota senior Dewan Mahkota) dibawah mangkubumi[1]

Masa Kecil dan Karier

Menurut Tutur Candi (alias Hikayat Banjar versi II) mengisahkan tentang Raden Sekar Sungsang dari Negara Dipa yang lari ke pulau Jawa. Ketika dia sedang kanak-kanak akhlaknya menjengkelkan ibunya Puteri Kaburangan, yang juga dikenal sebagai Puteri Kalungsu. Waktu dia kecil karena kerap mengganggu ibunya, dia dipukul di kepalanya dan mengeluarkan darah. Sejak itu dia lari dan ikut dengan juragan Petinggi atau Juragan Balaba yang berasal dari Surabaya. Juragan Balaba memeliharanya sebagai anaknya sendiri dan setelah matang dia dikawinkan dengan puteri Juragan Balaba sendiri. Dia benar dua orang putera Raden Panji Sekar dan Raden Panji Dekar. Keduanya berguru pada Sunan Giri, Raden Sekar yang belakang sekali diambil menjadi menantu Sunan Giri dan yang belakang sekali bergelar Sunan Serabut. Raden Sekar Sungsang yang belakang sekali pulang melakukan perdagangan sampai ke Negara Dipa. Dengan penampilan yang tampan Raden Sekar Sungsang adalah seorang pedagang dari Jawa Timur, yang banyak mengadakan hubungan perdagangan dengan pihak kerajaan Negara Dipa di Kalimantan Selatan. Kesudahannya dia kawin dengan Puteri Kalungsu penguasa Negara Dipa, yang sebetulnya adalah ibunya sendiri. Setelah Puteri Kalungsu hamil barulah terungkap bahwa suaminya adalah anaknya yang dulu hilang. Mereka bercerai, Raden Sekar Sungsang memindahkan pemerintahannya menjadi Negara Daha, yang bertempat agak Negara sekarang, sedangkan ibunya tanpa berganti di Negara Dipa agak Amuntai sekarang. Raden Sekar Sungsang yang mengurangi Raden Samudera yang menjadi Sultan Suriansyah raja pertama dari Kesultanan Banjar. Raden Sekar Sungsang Menjadi raja pertama dari Negara Daha dengan gelar Maharaja Sari Kaburangan. Selama dia berkuasa hubungan dengan Giri tanpa berganti terjalin dengan pembayaran upeti tiap tahun. Raden Sekar Sungsang selama di pulau Jawa menikah dengan wanita satu tempat dengan melahirkan putera Raden Panji Sekar selanjutnya menjadi menantu Sunan Giri, karena itu maka diduga Raden Sekar Sungsang juga telah memeluk agama Islam. Raden Panji Sekar menjadi seorang ulama yang bergelar Sunan Serabut, adalah hal yang wajar sekiranya ayahnya sendiri Raden Sekar Sungsang telah memeluk agama Islam meskipun keimanannya belum kuat. Sekiranya anggapan ini patut maka Raden Sekar Sungsang raja dari Negara Daha yang adalah Kerajaan Hindu yang telah sangat memuja-muja Islam pertama sebelum Sultan Suriansyah (Sultan Banjarmasin I).

Diceritakan dalam Hikayat Banjar versi I, Raden Sakar Sungsang baru berumur tujuh tahun sepeninggal ayah Raden Carang Lalean yang pulang ke tempat asalnya. Beliau bersama ibunya, Putri Kalungsu membuat jawadah nanuman. Jawadah itu belum masak, sedang diaduk di dalam wajan akbar. Namun Raden Sakar Sungsang sudah meminta jawadah itu. Oleh ibunya dituturkan nanti dulu. Larangan ibunya itu tanpa diindahkan, beliau tetap berlangsung merengek meminta jawadah, karena tanpa sabar maka dicoleknya dengan bilah jawadah itu. Melihat hal itu ibunya pun marah dan memukulnya dengan wancuh gangsa hingga luka dan berdarah. Raden Sakar Sungsang bingung, berteriak dan menangis karena kesakitan. Beliau pun kesudahannya lari dan meninggalkan ibunya. Kala itu benar orang Surabaya bernama Juragan Balaba yang melihat Raden Sakar Sungsang, dan kesudahannya membawanya pergi berlayar. Yang belakang sekali gemparlah orang-orang di Nagara Dipa berupaya menemukan Raden Sakar Sungsang, tak kecuali Putri Kalungsu, ibunya dan Lambu Mangkurat. Alkisah, maka besarlah sudah Raden Sakar Sungsang di Surabaya dan diakui anak oleh juragan Balaba yang memberinya nama Ki Mas Lalana. Lebih hari, lebih kayalah Ki Mas Lalana tetapi beliau tanpa mau beristeri. Banyak anak dara tergila-gila dengannya termasuk janda dan orang akbar yang mau menjadikannya menantu, sehingga banyak anak dara yang menjadi tergila-gila, tidak teringat makan, tidak teringat segalanya karena kasmaran untuk Ki Mas Lalana.

Setelah meninggalnya juragan Balaba, yang belakang sekali pamitlah Ki Mas Lalana untuk istri juragan Balaba untuk berlayar ke Nagara Dipa dengan juragan Dampuawang. Semula istri juragan Balaba berat memberhentikan kepergian Ki Mas Lalana, namun kesudahannya diizinkan juga, setelah diberi perbekalan yang banyak. Lambu Mangkurat yang mau supaya Putri Kalungsu bersuami kembali memberitahukan bahwa benar orang keturunan anak cucu ratu Majapahit bernama Ki Mas Lalana. Semula Putri mengalami rasa ragu, namua beliau mau melihat dulu calon suaminya itu. Setelah bergantian bertemu dan suka pas suka maka dikawinkanlah Putri Kalungsu (yang sebenarnya ibunda Ki Mas Lalana) dengan Ki Mas Lalana (anak) dengan upacara perkawinan selama tujuh hari tujuh malam, sebagaimana bangunan upacara perkawinan raja-raja terdahulu, kasus insest ini semula tanpa dikenal mereka, namun setelah tujuh hari bersuami maka Ki Mas Lalana minta dicarikan kutu di kepalanya. Namun alangkah terkejutnya sang putri ketika dilihatnya bekas luka di kepala Ki Mas Lalana bertanyalah sang putri mengapa benar bekas luka itu. Semula Ki Mas Lalana tanpa memberitahu namun karena didesak tetap berlangsung kesudahannya mengakulah Ki Mas Lalana maka katanya: Adapun kepala abdi ini, mulanya dipukul oleh bunda abdi, abdi kembali kecil, dengan pengharu jawadah. Apakah karenanya abdi tiada tanpa tidak teringat. Sesudah itu abdi lari dan tinggal di Jawa. Dimanakah asal mula negeri abdi, abdi tiada tanpa tidak teringat. Putri pun terkejut hendak anaknya. Beliau menagis dan aib serta mendorong untuk anaknya dari pangkuannya dan berkata: sekiranya demikian, engkau itu anakku yang hilang dahulu bernama Sakar Sungsang. Maka anaknya itupun menangis serta sujud minta ampun. Dan untuk membereskan perkara ini dengan bantuan Lambu Mangkurat namun keputusan tanpa berganti diserahkan untuk Putri Kalungsu. Putri itupun bersumpah: Hai anakku Sakar Sungsang, sejak hari ini kami diam berpisah, bila aku mati tidak usah engkau melihat, bila engkau mati tiada aku melihat dan kuubah namamu menjadi Raden Sari Kaburungan. Raden Sari Kaburungan yang belakang sekali didudus menjadi raja di kampung tidak sama dan setelah setahun beliau pindah dan membuat negeri baru di hilir bernama Muhara Hulak sedangkan ibunya, Putri Kalungsu berdiam di Nagara Dipa. Muhara Hulak yang belakang sekali dinamakan Negara Daha atau Nagara sekarang. Bandar (pelabuhannya) di Muara bahan dan tiap hari Sabtu menjamu para menteri di Sitilohor. Kesudahannya Putri Kalungsu dan Lambu Mangkuratpun pulang ke tempat asalnya.


Sebelumnya:
Putri Kalungsu
Raja Negara Daha
xxxx-xxxx
Digantikan oleh:
Maharaja Sukarama

Rujukan

  • Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar terjemahan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.

Referensi

  1. ^ a b (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Edukasi dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986
  2. ^ a b (Melayu) Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar didefinisikan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
  3. ^ Sułtani Banjarmasinu
  4. ^ HUBUNGAN RAJA-RAJA BANJAR DAN PENGETUA KAMPUNG JAAR-SANGGARWASI
  5. ^ HUBUNGAN RAJA-RAJA BANJAR DAN PENGETUA KAMPUNG JAAR-SANGGARWASI


Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, m.andrafarm.com, pasar.andrafarm.com, dsb-nya.