![](https://pasar.pts-ptn.net/_header/hewan/359/pasar-pts-ptn_hewan12.jpg) | myth | ![](https://pasar.pts-ptn.net/_header/buah/359/pasar-pts-ptn_buah49.jpg) |
|
Mitos![](https://pasar.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=5&kodegb=300px-Creacin_de_Adn.jpg) Lukisan Penciptaan Adam di Kapel Sistina, Vatikan. Seperti kisah penciptaan Adam, suatu mitos diasumsikan menjadi kisah suci dan diyakini kebenarannya oleh komunitas pengikutnya, tetapi belum mesti diyakini oleh komunitas lain yang memiliki mitologi yang lain. Mitos (bahasa Yunani: μῦθος– mythos) yaitu kisah prosa rakyat yang mengisahkan kisah berlatar masa lampau, berisi penafsiran hal alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya, serta diasumsikan benar-benar jadi oleh yang empunya kisah atau pengikutnya. Dalam pengertian yang semakin luas, mitos dapat mengacu kepada kisah tradisional. Biasanya mitos mengisahkan jadinya alam semesta, dunia dan para makhluk penghuninya, kentara topografi, kisah para makhluk supranatural, dan menjadinya. Mitos dapat timbul menjadi catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan, menjadi alegori atau personifikasi untuk fenomena alam, atau menjadi suatu pemberitahuan hal ritual. Mereka disebarkan untuk menyampaikan pengalaman religius atau ideal, untuk mewujudkan model sifat-sifat tertentu, dan menjadi bahan nasihat dalam suatu komunitas. Klasifikasi mitos Yunani terawal oleh Euhemerus, Plato (Phaedrus), dan Sallustius dikembangkan oleh para neoplatonis dan dikaji pulang oleh para mitografer zaman Renaisans seperti dalam Theologia mythologica (1532). Mitologi perbandingan 100 tahun ke-19 memberi ciri utama pulang mitos menjadi evolusi menuju ilmu (E. B. Tylor), "penyakit bahasa" (Max Müller), atau penafsiran ritual magis yang keliru (James Frazer). Penafsiran selanjutnya menampik pertentangan antara mitos dan sains. Semakin lanjut lagi, mitopeia seperti novel fantasi, manga, dan legenda urban, dengan bermacam mitos buatan yang dikenal menjadi fiksi, mendukung gagasan mitos menjadi praktik sosial yang terus jadi. Ciri khasPelaku utama yang diceritakan dalam mitos biasanya yaitu para dewa, manusia, dan pahlawan supranatural.[6] Menjadi kisah suci, umumnya mitos didukung oleh penguasa atau imam/pendeta yang sangat sempit dengan suatu agama atau nasihat kerohanian. Dalam suatu masyarakat dimana mitos itu disebarkan, biasanya suatu mitos diasumsikan menjadi kisah yang benar-benar jadi pada zaman purba.[6] Pada kenyataannya, banyak masyarakat yang memiliki dua kategori kisah tradisional: "kisah nyata" atau mitos, dan "kisah dongeng" atau fabel. Umumnya mitos penciptaan berlatar pada masa awal dunia, saat dunia belum mempunyai kentara seperti sekarang ini, dan mengemukakan bagaimana dunia memperoleh kentara seperti sekarang ini serta bagaimana tradisi, lembaga dan tabu diputuskan. Penggunaan istilahIstilah "mitologi" dapat mengacu kepada kajian mengenai mitos atau suatu himpunan atau koleksi bermacam mitos. [16] Menjadi contoh, mitologi lanskap yaitu kajian mengenai pembentukan suatu bentang alam menurut mitos suatu bangsa, selagi mitologi Hittit yaitu himpunan mitos-mitos bangsa Hittit. Dalam folkloristika, suatu "mitos" yaitu kisah suci yang biasanya mengemukakan bagaimana dunia maupun manusia dapat terbentuk seperti sekarang ini, "suatu kisah yang menguraikan pandangan fundamental dari suatu kebudayaan dengan mengemukakan aspek-aspek dunia alamiah dan menggambarkan praktek psikologis dan sosial serta pandangan ideal suatu masyarakat". Banyak sarjana dalam bagian ilmu lainnya yang menggunakan istilah "mitos" dengan cara yang berbeda; dalam pengertian yang semakin luas, istilah tersebut dapat mengacu kepada kisah tradisional atau—dalam percakapan sehari-hari—suatu hal salah kaprah dalam masyarakat atau suatu entitas fiksi.[22] Mitos sempit kaitannya dengan legenda dan kisah rakyat. Mitos, legenda, dan kisah rakyat yaitu kisah tradisional dalam macam yang lain. Tidak seperti mitos, kisah rakyat dapat berlatar kapan pun dan dimana pun, dan tidak harus diasumsikan kentara atau suci oleh masyarakat yang melestarikannya. Sesuai halnya seperti mitos, legenda yaitu kisah yang dengan cara tradisional diasumsikan benar-benar jadi, tetapi berlatar pada masa-masa yang semakin terkini, saat dunia sudah terbentuk seperti sekarang ini. Legenda biasanya mengisahkan manusia biasa menjadi pelaku utamanya, selagi mitos biasanya fokus kepada tokoh manusia super. Perbedaan antara mitos, legenda, dan kisah rakyat adalah cara yang mudah dalam mengelompokkan kisah adati. Dalam banyak kebiasaan, sukar untuk menarik garis lurus antara mitos dan legenda. Daripada membagi kisah tradisional menjadi mitos, legenda, dan kisah rakyat, beberapa kebiasaan membagi mereka menjadi dua kategori, yang satu langsung mengacu kepada kisah rakyat, yang lainnya mengkombinasikan mitos dan legenda. Bahkan mitos dan kisah rakyat tidak sepenuhnya lain. Suatu kisah dapat diasumsikan kentara (dan menjadi mitos) dalam suatu masyarakat, tetapi diasumsikan tak kentara (dan menjadi kisah rakyat) dalam masyarakat lainnya. Pada kenyataannya, saat suatu mitos kehilangan statusnya menjadi bagian dari suatu sistem religius, mitos seringkali memiliki sifat kisah rakyat yang semakin khas, dengan karakter dewa-dewi terdahulu yang diceritakan pulang menjadi manusia pahlawan, raksasa, dan peri.[6] Mitos, legenda, dan kisah rakyat hanyalah beberapa kategori dari kisah tradisional. Kategori lainnya meliputi anekdot dan semacam kisah jenaka. Sebaliknya, kisah tradisional yaitu suatu kategori dari folklor, meliputi beberapa hal seperti sikap tubuh, busana aturan sejak dahulu kala, dan musik. Asal mula Euhemerisme (penafsiran historis)Suatu teori mengemukakan bahwa mitos yaitu catatan peristiwwa bersejarah yang dilebih-lebihkan. Menurut teori ini, penutur kisah melebih-lebihkan peristiwa sejarah dengan cara terus-menerus sampai kesudahannya figur dalam sejarah tersebut memperoleh status setingkat dewa. Misalnya, mungkin seseorang boleh berpendapat bahwa mitos dewa angin Aeolos berasal dari sejarah mengenai raja yang memberi pelajaran ke cara menggunakan layar dan memberi ciri utama arah angin kepada rakyatnya. Herodotos (100 tahun ke-5 SM) dan Prodikos mengklaim hal semacam ini. Teori ini dinamakan "euhemerisme" menurut nama berbakat mitologi terkenal, Euhemeros (sekitar 320 SM), yang berpendapat bahwa dewa-dewi Yunani berkembang dari legenda hal manusia.[32] AlegoriBeberapa teori mengemukakan bahwa mitos dimulai menjadi suatu alegori. Menurut suatu teori, mitos-mitos bermunculan menjadi alegori hal fenomena alam: Apollo melambangkan Matahari, Poseidon melambangkan lautan, dan menjadinya. Menurut teori lainnya, mitos berasal menjadi alegori untuk konsep filosofis maupun spiritual: Athena melambangkan keadilan dan kebijaksanaan, Afrodit melambangkan hasrat, dan menjadinya. Sanskritis 100 tahun ke-19, Max Müller mendukung teori alegoris mitos. Beliau menyakini bahwa mitos berasal menjadi deskripsi alegoris mengenai benarnya alam, tetapi perlahan-lahan diinterpretasikan dengan cara harfiah: misalnya, dengan cara puitis, laut digambarkan menjadi sesuatu yang penuh gejolak, sehingga laut diyakini menjadi dewa yang pengamuk. PersonifikasiDalam mitologi Yunani, malam dan siang hari dipersonifikasikan menjadi seorang dewi. Beberapa pemikir percaya bahwa mitos adalah hasil personifikasi kekuatan dan benda mati. Menurut pemikiran ini, orang purba memuja fenomena alam seperti api dan udara, dan perlahan-lahan menggambarkannya menjadi dewa. Contohnya, menurut teori pemikiran mitopeia, orang purba cenderung memandang "sesuatu" menjadi "seseorang", bukan benda belaka; maka dari itu, mereka menggambarkan hal jadinya alam menjadi dampak tingkah laku yang dibuat dewa tertentu, sehingga membikin suatu mitos. Teori mitos-ritualMenurut teori mitos-ritual, keberadaan mitos sangat sempit dengan ritual. Teori ini mengklaim bahwa mitos muncul untuk mengemukakan ritual. Klaim ini pertama kali dicetuskan oleh sarjana biblikal William Robertson Smith. Menurut Smith, orang-orang mulai mengerjakan suatu ritual untuk alasan tertentu yang tidak benar hubungannya dengan mitos; kesudahan, sehabis mereka mengalpakan alasan sebenarnya mengenai pelaksanaan ritual tersebut, mereka mencoba melestarikan ritual tersebut dengan membuat suatu mitos dan mengklaim bahwa ritual tersebut dilaksanakan untuk mengenang hal jadinya yang diceritakan dalam mitos. Antropolog James Frazer memiliki teori yang sesuai. Frazer percaya bahwa manusia primitif mulai percaya pada hukum-hukum gaib; kesudahan, ketika manusia mulai kehilangan keyakinannya mengenai sihir, mitos hal dewa dibuat dan mengklaim bahwa ritual magis kuno yaitu ritual keagamaan yang dilaksanakan untuk membangkitkan rasa senang hati para dewa. FungsiMircea Eliade berpendapat bahwa salah satu fungsi penting mitos yaitu untuk membangun suatu model perilaku dan bahwa mitos dapat memberikan pengalaman religius. Dengan mengisahkan atau memeragakan mitos, anggota suatu masyarakat tradisional dapat merasai rasa lepas dari masa kini dan pulang lagi ke zaman mitis, sehingga membawa mereka dekat dengan ilahi. Lauri Honko menegaskan bahwa dalam beberapa kasus, suatu masyarakat akan menghidupkan pulang suatu mitos untuk membuat pulang suasana zaman mitis. Menjadi contoh, akan diperagakan pulang penyembuhan yang dilaksanakan dewa pada zaman purba dalam upaya penyembuhan seseorang di masa kini. Tak jauh lain, Roland Barthes berpendapat bahwa kebiasaan modern mengeksplorasi pengalaman religius. Karena tugas sains bukanlah menegakkan moral manusia, suatu pengalaman religius yaitu upaya untuk terhubung dengan perasaan moral di masa lalu, yang kontras dengan dunia teknologi di zaman sekarang.[46] Joseph Campbell mengemukakan mitos memiliki empat fungsi utama: Fungsi Mistis—menafsirkan kekaguman atas alam semesta; Fungsi Kosmologis—menjelaskan kentara alam semesta; Fungsi Sosiologis—mendukung dan mengesahkan tata tertib sosial tertentu; dan Fungsi Pendagogis—bagaimana merasai hidup menjadi manusia dalam benarnya apa pun. Lihat pula Catatan kaki- ^ a b c "myths", A Dictionary of English Folklore
- ^ "myth", Encyclopædia Britannica
- ^ "myth". Merriam-Webster's Collegiate Dictionary (10 ed.). Springfield, Massachusetts: Merriam-Webster, Inc. 1993. p. 770.
- ^ "Euhemerism", The Concise Oxford Dictionary of World Religions
- ^ Barthes, Roland (1957). Mythologies.
Sumber referensi - Bascom, William (1984), "The Forms of Folklore: Prose Narratives", in Alan Dundes, Sacred Narrative: Readings in the Theory of Myth, Berkeley: University of California Press, pp. 5–29
- Bulfinch, Thomas (2004), Bulfinch's Mythology, Whitefish: Kessinger
- Campbell, Joseph (1988), The Power of Myth, New York: Doubleday
- Doty, William (2004), Myth: A Handbook, Westport: Greenwood
- Dundes, Alan (1997), "Binary Opposition in Myth: The Propp/Levi-Strauss Debate in Retrospect", Western Folklore 56, pp. 39–50
- Dundes, Alan (1984), "Introduction", Sacred Narrative: Readings in the Theory of Myth, Berkeley: University of California Press
- Dundes, Alan (1996), "Madness in Method Plus a Plea for Projective Inversion in Myth", Myth and Method, Charlottesville: University of Virginia Press
- Eliade, Mircea (1963), Myth and Reality, New York: Harper & Row
- Frankfort, Henri; et al (1977), The Intellectual Adventure of Ancient Man: An Essay on Speculative Thought in the Ancient Near East, Chicago: University of Chicago Press
- Frazer, James (1922), The Golden Bough, New York: Macmillan
- Graf, Fritz (1993), Greek Mythology, Baltimore: Johns Hopkins University Press
- Grassie, William (Maret 1998), "Science as Epic? Can the modern evolutionary cosmology be a mythic story for our time?", Science & Spirit 9 (1), "The word 'myth' is popularly understood to mean idle fancy, fiction, or falsehood; but there is another meaning of the word in academic discourse ... ... Using the original Greek term mythos is perhaps a better way to distinguish this more positive and all-encompassing definition of the word."
- Honko, Lauri (1984), "The Problem of Defining Myth", in Alan Dundes, Sacred Narrative: Readings in the Theory of Myth, Berkeley: University of California Press, pp. 41–52
- Kirk, G.S. (1973), Myth: Its Meaning and Functions in Ancient and Other Cultures, Berkeley: Cambridge University Press
- Kirk, G.S. (1984), "On Defining Myths", in Alan Dundes, Sacred Narrative: Readings in the Theory of Myth, Berkeley: University of California Press, pp. 53–61
- Meletinsky, Elea (2000), The Poetics of Myth, New York: Routledge
- O'Flaherty, Wendy (1975), Hindu Myths: A Sourcebook, London: Penguin
- Pettazzoni, Raffaele (1984), "The Truth of Myth", in Alan Dundes, Sacred Narrative: Readings in the Theory of Myth, Berkeley, pp. 98–109
- Segal, Robert (2004), Myth: A Very Short Introduction, Oxford: Oxford UP
- Simpson, Michael (1976), "Introduction. Apollodorus", Gods and Heroes of the Greeks, Amherst: University of Massachusetts Press
Sumber : wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, pasar.nomor.net, dan sebagainya. |
| |
| Toll-free service 0800 1234 000 | |
|