![](https://pasar.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=5&kodegb=300px-Lenong_at_Batavia_Festival_2012.jpg)
Pementasan lenong
Lenong merupakan kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang bermula dari Jakarta, Indonesia.[1] Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perjalanan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong merupakan bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.
Sejarah
Lenong sebagai bertambah sempurna sejak kesudahan zaman ke-19 atau awal zaman ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti "komedi bangsawan" dan "teater stambul" yang sudah aci saat itu. Lain daripada itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menuturkan cerita bahwa lenong sebagai bertambah sempurna dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.
Lakon-lakon lenong sebagai bertambah sempurna dari lawakan-lawakan tanpa plot tuturan yang dirangkai-rangkai hingga sebagai tontonan semalam suntuk dengan lakon panjang dan utuh.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Tontonan diselenggarakan di udara membuka tanpa panggung. Ketika tontonan berjalan, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil menginginkan sumbangan dengan cara sukarela. Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni sebagai tontonan panggung.
Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an kesenian lenong yang dimodifikasi mulai dipertunjukkan dengan cara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Lain daripada menggunakan unsur teater modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong yang direvitalisasi tersebut sebagai berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi semalam suntuk.
Selanjutnya, lenong juga sebagai tersohor lewat tontonan melintas televisi, yaitu yang ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia mulai tahun 1970-an. Sebagian seniman lenong yang sebagai populer sejak saat itu contohnya merupakan Bokir, Nasir, Siti, dan Anen.
Macam lenong
Terdapat dua macam lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari akap denes dalam dialek Betawi yang artinya "dinas" atau "resmi"), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau bagian yang terkait kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak diputuskan oleh sutradara dan umumnya berkisah keadaan kehidupan sehari-hari. Lain daripada itu, kedua macam lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa diskusi sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman contohnya merupakan kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan memerangi si tuan tanah jahat. Tidak semasanya itu, contoh kisah lenong denes merupakan kisah-kisah 1001 malam.
Pada peningkatannya, lenong preman bertambah tersohor dan sebagai bertambah sempurna dibandingkan lenong denes.
Catatan
- ^ "Lenong" (dalam bahasa Indonesia). Ensiklopedi Jakarta: Kecerdikan budi dan Warisan Sejarah. Jakarta.go.id. http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1739/Lenong. Diakses pada 14 May 2012.
Acuan
- Sulhi, M. Lenong, Mo Dibawa ke Mane?. Intisari, Juni 2001.
- Shahab, A. Lenong, dari Ngamen ke Televisi. Republika Online, Jumat, 21 Oktober 2005.
- Lenong di situs Direktorat Jenderal Kebudayaan RI.
Asal :
id.wikipedia.org, andrafarm.com, pasar.pahlawan.web.id, wiki.edunitas.com, dsb-nya.