Orang Kurdi

Daerah yang menggunakan bahasa Kurdi (warna terang)

Orang Kurdi atau Suku Kurdi yaitu kelompok suku yang bermukim dan hidup di Kurdistan, yaitu wilayah pegunungan di Asia Barat yang termasuk bagian dari Turki, Iran, Irak, Suriah, dan Armenia. Hal ini dihuni oleh sekitar 8 juta orang Kurdi, sebelumnya mereka yaitu penggembala nomaden tapi sekarang beberapa luhur mereka bertempat tinggal tetap sebagai petani. Mayoritas yaitu Muslim Sunni. Untuk generasi Kurdi telah berusaha otonomi dari negara-negara di mana mereka tinggal. Pemberontakan dari Turki Kurdi sesudah Peperangan Dunia I yang sangat ditindas. Turki saat ini menekan tiap manifestasi nasionalisme Kurdi. Irak telah lama menampik tuntutan Kurdi untuk mendirikan pemerintahan sendiri. Tahun 1960-an dan 1970-an jadi pertempuran sengit antara pasukan Irak dan Kurdi. Selama peperangan Iran-Irak, Kurdi Irak malah memihak kepada Iran. Ketika peperangan kesudahannya, Irak meloloskan agresi dengan menghancurkan wilayah Kurdi, menggunakan gas beracun. Ribuan orang Kurdi terbunuh, banyak orang yang selamat mengungsi di Turki. Di Irak tahun 1980-an dan 1990-an melihat banyak peperangan antara Kurdi dan Irak atas isu Kurdi yang mau mendirikan pemerintahan sendiri.

Bangsa Kurdi telah hidup di pegunungan, persangkaan dalam regional seluas 74.000 mil persegi, yang dikenal sebagai kawasan Kurdistan selama semakin dari dua 100 tahun. Sepanjang sejarah, mereka selalu hidup di bawah kuasa bermacam penakluk ataupun bangsa lain. Semenjak awal 100 tahun 20, regional tersebut terbagi ke dalam empat negara: Turki, Suriah, Iran dan Irak, di mana seluruh negara tersebut memperlakukan bangsa Kurdi sebagai warga kelas bawah atau bahkan sering juga bukan sebagai warga negara mereka sendiri. Dengan demikian, bangsa Kurdi, yang berjumlah sekitar 20–25 jiwa, yaitu kelompok etnis terbesar di atas muka bumi yang tak memiliki tempatnya sendiri.

Berangkat dari hal tersebut makalah ini berusaha untuk memaparkan beberapa hal pokok yaitu: siapakah bangsa Kurdi, dimanakah keberadaannya, keistimewaan dan kelebihan dari bangsa kurdi tersebut. Dalam proses sejarah, Bangsa Kurdi selalu mengalami bermacam macam penindasan yang menyebabkan label sebagai bangsa luhur yang tersingkirkan melekat sempit di dalam dirinya.

Sistematika pembahasan dalam makalah ini adalah:

  1. Pendahuluan berupa pengantar dan sistematika makalah.
  2. Mengenal Bangsa Kurdi, dalam bab ini dipaparkan mengenai: sebutan Kurdi, struktur geografis Bangsa Kurdi, dan ciri-ciri suku Kurdi yang dapat diteliti dari agama, bahasa, dan mata pencaharian mereka. (3) Keistimewaan Bangsa Kurdi yang dapat diteliti dari tradisi keilmuan dan kebudayaan Kurdi.
  3. Kelemahan Bangsa Kurdi, dalam hal ini hendak dibahas dengan cara ringkas mengenai beberapa sub bab sebagai identifikasi kelemahan bangsa Kurdi, yaitu: bangsa tanpa negara, frustasi memperjuangkan kemerdekaan, friksi dan penindasan, dan satu bab khusus mengenai penindasan bangsa Kurdi.

Mengenal Bangsa Kurdi

Sebutan Kurdi

Catatan paling awal mengenai istilah Kurdi ditemukan dalam dokumen Raja Tiglath-Pileser I yang memerintah Assyria dari 1114 sampai 1076 SM. Disebutkan bahwa daerah “Qurti” di gunung Azu termasuk salah satu wilayah yang berhasil ditaklukkan oleh sang raja. Untuk orang Akkadian, sebutan “Kurti” dipakai untuk menuding mereka yang tinggal di kawasan pegunungan Zagros dan Taurus Timur, sedangkan orang Babylonia menyebut mereka “Guti” dan “Kardu”. Sumber Yahudi, Talmud, beberapa kali menyebut tentang bangsa “Qarduim”.

Selagi itu, dalam catatan ekspedisinya pada tahun 401 SM, Xenophon mengisahkan pertemuannya dengan orang-orang “Kardykhoi”. Ini didampingi oleh Polybius (130 SM) yang menyebut mereka “Kyrtioi”, dan Strabo (40 M) yang me-latin-kannya dijadikan “Cyrtii”.

Menurut Profesor Izady, setidaknya sejak kurun pertama Masehi, istilah “Kurd” mulai umum dipakai untuk menyebut siapa saja yang menempati wilayah pegunungan dari Hormuz sampai ke Anatolia. Adapun sejarawan Islam seperti ath-Thabari, al-Ya‘qubi, al-Mas‘udi dan Yaqut, mengakui keberadaan etnis Kurdi sama seperti etnis lainnya (Arab, Persia, Turki, dan sebagainya).

Struktur Geografis Bangsa Kurdi

Karakter geografis Kurdistan yang terdiri dari gugusan perbukitan, struktur sosial yang sangat sarat sentimen tribalisme, serta sistem mata proses mencari yang mengandalkan pertanian dan menggembala memang membikin bangsa dan wilayah Kurdistan dijadikan semieksklusif sepanjang sejarahnya selama sekitar 3.000 tahun.

Sepanjang sejarahnya, tidak benar satu bangsa atau kekuatan pun yang mampu menguasai dengan cara penuh bangsa dan wilayah Kurdi, juga sering dinamakan sebagai Kurdistan. Yunani, Romawi, Persia, dan bahkan dinasti berbasis Islam selalu gagal menundukkan dengan cara penuh bangsa Kurdi. Pada era modern pun, sistem yang melahirkan negara seperti Turki, Iran, Irak, dan Suriah gagal pula menguasai dengan cara penuh wilayah Kurdi.

Namun, dengan cara geopolitik, karakter geografis Kurdi justru membawa petaka karena harus menyambut wilayah itu terbagi di antara lima negara pasca-Peperangan Dunia I.

Terpecahnya geografis, sejarah, dan politik bangsa Kurdistan jadi pertama kali pada tahun 1514 menyusul pertempuran Chaldiran antara Dinasti Safawiyah dan Ottoman yang membawa mereka menandatangani sebuah akad pembagian pengaruh di wilayah Kurdi.

Pemecahan wilayah Kurdi tahap kedua dilaksanakan dalam akad Sykes Picot antara Inggris dan Perancis dengan dihadiri wakil dari Kaisar Rusia pada tahun 1916. Kemudian, proses pemecahan Kurdi berlanjut berdasarkan akad Sevres tahun 1919 dan akad Lausanne tahun 1923.

Dalam bermacam akad tersebut dicapai pembagian final wilayah dan bangsa Kurdi, yaitu Kurdi Utara (Turki) yang memiliki wilayah terluas, yakni 194.000 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 13 juta jiwa; Kurdi Timur (Iran) yang memiliki wilayah terluas kedua, yakni 125.000 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 8 juta jiwa; Kurdi Selatan (Irak) yang memiliki wilayah terluas ketiga, yakni 72.000 kilometer persegi dengan penduduk 6 juta jiwa; Kurdi Barat (Suriah) yang memiliki wilayah terluas keempat, yakni 18.000 kilometer persegi dengan penduduk 1 juta jiwa; dan Kurdi Armenia (bekas Uni Soviet) yang memiliki luas 18.000 kilometer persegi dengan penduduk 1 juta jiwa.

Tercabik-cabiknya wilayah Kurdi itu membikin pupusnya impian bangsa Kurdi memiliki negara sendiri. Pemimpin Kurdi, Mustafa Barzani (1900-1979), sepanjang hidupnya dikenal berjuang untuk berdirinya negara Kurdi.

Memang di bawah pimpinan Mustafa Barzani sempat berdiri negara Kurdi, dengan nama Republik Mahabad (tahun 1946) di wilayah Kurdistan Iran. Namun, eksistensi negara ini buyar. Pembagian wilayah dijadikan faktor penyebab jadinya keretakan dalam struktur kebiasaan dan politik bangsa Kurdi. Mereka benar di bawah sistem politik pemerintahan pusat yang memang beribadat di negara-negara yang dijadikan tempat keberadaan bangsa Kurdi itu.

Ciri-Ciri Suku Kurdi

Agama

Jauh sebelum turutnya Islam, suku Kurdi menganut agama-agama Presia kuno seperti Zoroaster, Mithraisme, Manichaeisme dan Mazdak. Beberapa kuil penyembahan api peninggalan abad itu sedang terdapat sampai sekarang, diantaranya di Ganzak (Takab), Bijar. Mereka juga sempat dipengaruhi oleh nasihat Yahudi dan Nasrani. Tetapi demikian, pengaruh agama-agama tersebut hampir semuanya terkikis berkesudahan masuknya Islam di 100 tahun ke-7 Masehi. Sama berat dicatat, Kurdistan terletak tidak jauh (hanya 50 mil) dari Baghdad dan 200 mil saja dari Damaskus; keduanya adalah pusat pemerintahan, perdagangan, dan keilmuan di kurun-kurun pertama Hijriah.

Karena itu tidak sesuatu yang aneh jika saat ini mayoritas orang Kurdi (60 %), terutama yang berbahasa Kurmanji, yaitu pemeluk Islam Sunni yang bermazhab Syafi‘i. Beberapa kecil (sekitar 1 juta orang) menganut Islam Shi‘ah, khususnya yang tinggal di Kirmanshah, Kangawar, Hamadan, Qurva dan Bijar di selatan dan timur Kurdistan (bagian Iran), serta mereka yang tinggal di Malatya, Adiyaman dan Maras di barat Kurdistan (bagian Turkey).

Sebagaimana minoritas Arab Suriah, golongan Syi‘ah Kurdi umumnya yaitu pengikut arus Alevi (atau ‘Alawi). Istilah “Alevi” untuk mereka milik konotasi ganda: pertama, sebagai pengikut Sayyidina ‘Ali ra dan, kedua, sebagai penyembah api atau pengikut Zoroaster (dari ucap alev yang berarti api). Kaum Alevi percaya bahwa Ali yaitu manifestasi atau perwujudan (avatar) Roh Jagad Raya pada Babak Kedua dari Kehidupan Semesta, seperti dalam nasihat Yarshan. Di samping mengagungkan api dan cahaya, pengikut Alevi biasanya bersujud menyembah matahari terbit dan bulan, sambil melantunkan tembang-tembang tertentu.

Mereka juga mengadakan pertemuan rutin yang dinamakan Ayini Jam. Arus ini sempat dilarang keras dan diberantas di abad Daulat Usmaniyah, terutama di masa pemerintahan Sultan Salim sekitar tahun 1514. Sempalan lainnya yaitu Nushayriyyah, yang mengagung-agungkan Salman al-Farisi (sahabat Nabi) dan menobatkannya sebagai avatar nomor satu.

Bahasa

Di abad pra-Islam, orang Kurdi menggunakan bahasa Pahlavi, bahasa Parsi kuno yang sedang serumpun dengan Sanksekerta dan bahasa-bahasa Eropa. Sesudah kedatangan Islam dan invasi nomad Turki, orang-orang Kurdi mulai menggunakan dialek suku Kurmanj, sebuah kabilah energetik dari dataran tinggi Hakkari yang berhasil membendung pengaruh Turki di Kurdistan. Begitu kuatnya pengaruh suku Kurmanj sampai mayoritas orang Kurdi sedang banyak yang menyebut diri mereka “Kurmanj” dan bahasa mereka “Kurmanji”. Adapun sekarang ini, terdapat dua dialek utama dalam bahasa Kurdi: pertama, Kurmanji, dan kedua, Sorani (atau sering juga dinamakan “Kurdi”). Sub-dialeknya antara lain: Kirmanshah, Leki, Gurani dan (Dimili) Zaza.

Mengenai sub-suku, sejarawan Kurdi Syarafuddin Bitlisi (w. 1597 M) mengemukakan dalam kitabnya Sharafnamah (Mukadimah 7-9) bahwa bangsa Kurdi terbagi empat, masing-masing mempunyai dialek dan adat-istiadat sendiri, yakni Kurmanj, Lur, Kalhur, dan Guran.

Mata Pencaharian

Seperti layaknya penduduk pegunungan, suku Kurdi hidup bertempat tinggal tetap dengan mata pencaharian pertanian dan peternakan. Tetapi sesudah invasi bangsa Arya dan Turki ke wilayah mereka, beberapa mereka memilih cara hidup nomad (berpindah-pindah).

Keistimewaan Suku Kurdi

Tradisi Keilmuan

Bangsa Kurdi terkenal berani, kuat dan gigih. Mereka banyak berperan dalam menyebarkan dan membela Islam. Tidak sedikit tokoh-tokoh agama (ulama), pemimpin dan pejuang Islam yang notabene yaitu suku Kurdi. Sebut saja, misalnya, Ibn Khallikan (w. 681 H/ 1282 M, sejarawan, pengarang kitab Wafayat al-A‘yan ), ‘Syaikh al-Islam’ Ibn Taymiyyah (w. 728 H/ 1328 M), Ibn al-Atsir (w. 630 H/ 1232 M, pengarang Usud al-Ghabah, Ibn Qutaybah al-Dinawari (w. 276 H/ 889 M, pengarang kitabTa’wil Musykil al-Qur’an), Ibn ash-Shalah as-Syahrazuri (w. 634 H/ 1236 M, pakar ilmu hadis yang terkenal dengan Muqaddimah-nya), Syaikh Ibrahim al-Gurani (pengarang kitab Ithaf adz-Dzakiyy), Badi’uz-Abad al-Hamadani (w. 1007 M, pengarang kitab Al-Maqamat), dan Shalahuddin al-Ayyubi, panglima peperangan dan pahlawan Islam dalam Peperangan Salib yang berhasil merebut balik Baitul Maqdis dari tangan orang-orang Kristen.

Kebudayaan Kurdi

Salah satu kebiasaan Kurdi yaitu Tarian Kurdi tradisional dari Balkan, Libanon, dan Irak.

Menurut Ensiklopedi Islam, Kurdi bernyanyi dan menari di semua festival ulang tahun mereka, dan upacara pernikahan. Folkloric tarian ini yaitu salah satu faktor utama dalam membedakan Kurdi dari tetangga populasi Muslim. Tari Kurdi memiliki bermacam versi dan banyak seperti berikut: Dilan, Sepe, Geryan, Chapi.

Pada 100 tahun ke-7, orang-orang Arab menaklukkan wilayah Kurdi dan dikonversi mayoritas Kurdi Islam. Mayoritas hari ini orang-orang Kurdi yaitu Muslim, yang bertujuan mazhab Syafi’i dengan membikin sekolah Sunni Islam, membedakan mereka di wilayah tersebut, (dan ke tingkat yang semakin rendah banyak, Hanafi) Sekolah Sunni Islam . Benar juga minoritas suku Kurdi yang Syiah Muslim, terutama yang tinggal di Ilam dan Kermanshah propinsi Iran dan Irak Tengah (“Al-Fayliah” Kurdi). Para Alevis lain yaitu agama minoritas di antara Kurdi, terutama ditemukan di Turki. Benar juga Kurdi Agnostics .

Beberapa upacara tradisional semakin dikenal Kurdi atau festival meliputi: Pir Shalyar, Buka Barana, Newroz.

Warisan kebiasaan Kurdi berakar di salah satu kebudayaan tertua di dunia. Sehubungan dengan asal Kurdi, itu sebelumnya diasumsikan cukup untuk menggambarkan mereka sebagai keturunan Carduchi, yang menentang mundur dari Sepuluh Ribu menempuh gunung-gunung di 100 tahun ke-4 SM. Namun, benar bukti permukiman kuno semakin di wilayah Kurdistan. Bukti awal dikenal dan kebiasaan yang lain terpadu (dan mungkin, etnis) oleh orang-orang Kurdi menempati pegunungan tanggal balik ke Halaf kebiasaan 6.000 SM sampai 5.400 SM. Hal ini didampingi oleh penyebaran Ubaidian kebiasaan, yang adalah pengantar asing dari Mesopotamia.

Kelemahan Suku Kurdi

Bangsa Tanpa Negara

Berdasarkan dengan sejarah politik Kurdi yang cukup tua, bangsa Kurdi termasuk bangsa yang belum cukup beruntung. Bahkan, Kurdi dinamakan sebagai bangsa tragis dampak karakter geografis, sentimen tribalisme, tirani, dan kolonialisme.

Tragedi bangsa Kurdi itu pun kesudahan dikenal dengan nama “problem Timur”. Ironinya, problem Kurdi sering kali dilalaikan, diabaikan. Tidak benar pembelaan terhadap bangsa Kurdi, bahkan dijadikan komoditas politik kekuatan regional maupun internasional untuk tujuan politik tertentu.

Walau kartu Kurdi dipakai, sama sekali tanpa benar niat tulus dari siapa pun untuk mencari solusi yang benar soal eksistensi bangsa Kurdi. Karena itu, tidak heran jika Kurdi pun seperti duri dalam daging untuk tiap pemerintah pusat di negara-negara modern saat ini, seperti Turki, Irak, Iran, dan Suriah.

Negara-negara itu juga sepakat mencegah dengan segala cara berdirinya negara Kurdi yang berdaulat di mana pun. Negara-negara itu beralasan, jika Kurdi memiliki negara sendiri di salah satu wilayah negara tersebut, hal itu hendak mengobarkan nasionalisme seluruh bangsa Kurdi. Selanjutnya, hal ini dapat mengancam kekuasaan mereka pada wilayah Kurdi di negara masing-masing.

Bahkan, benar kesepakatan tidak tertulis di antara Turki, Iran, Irak, dan Suriah untuk mencegah kelahirannya negara Kurdi walau pada saat bersamaan mereka dapat menggunakan kartu Kurdi untuk mengganggu negara tetangga yang lain. Misalnya, Iran atau Turki sering menggunakan kartu Kurdi Irak untuk menggoyang pemerintah pusat di Baghdad, dan demikian juga sebaliknya.

Benar beberapa faktor yang membikin bangsa Kurdi terserak-serak dan gagal mewujudkan impian untuk memiliki negara sendiri. Pertama, kentalnya sentimen kesukuan yang membikin bangsa Kurdi tidak pernah bersatu dengan cara kebangsaan. Hal ini menyebabkan sukarnya kelahiran seorang pemimpin Kurdi yang dapat menyatukan bangsanya. Walau memiliki satu identitas, yakni Kurdi, kelompok ini juga terbagi-bagi kembali ke dalam bermacam suku. Kedua, Kurdi dijadikan korban kediktatoran pemerintah pusat di negara-negara di mana bangsa Kurdi benar menyusul pembagian pasca-Peperangan Dunia I. Ketiga, kolonialisme turut merobek-robek kesatuan bangsa Kurdi. Bahkan, kolonialisme memanfaatkan sentimen kesukuan di antara kelompok Kurdi untuk mengadu domba sesama bangsa Kurdi.

Para pemerintah diktator yang menaungi bangsa Kurdi itu, misalnya, tidak mengakui eksistensi bangsa Kurdi. Pemerintahan diktator itu juga menampik eksistensi bahasa Kurdi di negaranya.

Turki, Iran, dan Irak yang memiliki warga Kurdi dalam jumlah luhur juga tidak mengakui keberadaan bangsa Kurdi di dalamnya. Pemerintahan di negara-negara tersebut bersikukuh hanya satu bangsa, kebiasaan, dan bahasa di negara mereka. Jika realitas sosial di negara-negara itu benar banyak kebiasaan dan bahasa, maka yang diakui hanya satu dan yang lain harus disingkirkan. Kurdi selalu dijadikan korban. Itulah realitas politik yang dihadapi bangsa Kurdi di Turki, Iran, Irak, dan Suriah.

Pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk, misalnya, menampik mengakui keberadaan bangsa Kurdi di Turki serta melarang bahasa Kurdi diajarkan di sekolah-sekolah. Ataturk menampik menyebut nama Kurdi dan menamakan bangsa Kurdi di Turki sebagai bangsa Turki pegunungan. Sensus penduduk di Turki sampai saat ini menjuluki kelompok yang benar di Turki sebagai Kurdi Turki pegunungan.

Saddam Hussein di Irak tidak kalah brutalnya dibandingkan dengan Kemal Ataturk. Saddam bahkan pernah melakukan gerakan pembumihangusan atas 1.000 desa Kurdi dan menyebarkan penduduk desa-desa tersebut ke seluruh penjuru Irak.

Benar juga kasus pembantaian terhadap warga Kurdi di Halabjah, Irak, tahun 1988, dengan menggunakan bom kimia. Ini adalah salah satu tingkah laku terkeji Saddam Hussein terhadap warga Kurdi.

Sebidang tanah merdeka di sebelah utara Iraq, itulah yang dijanjikan armada teror Bush dan Blair kepada bangsa Kurdi. Syaratnya, mereka membantu keduanya mengerubuti Iraq. Selain kontrak menggiurkan itu, menghancurkan rezim Saddam adalah warisan dendam masa lalu. Diktator Iraq itu pernah membantai semakin dari seribu bangsa Kurdi tahun 1982. Ironisnya, senjata kimia yang dipakai Saddam kala itu dipasok Amerika lewat tangan Donald Rumsfeld, menteri pertahanan AS yang waktu itu orang penting dalam pemerintahan Ronald Reagan.

Di mata dunia, Kurdi yaitu potret etnis yang malang. Mereka tercerai-berai di seantero empat negara berbeda: Turki, Suriah, Iraq dan Iran. Dukanya kembali, karena minoritas di keempat negara itu, sering kali kebutuhan bangsa Kurdi diabaikan oleh pemerintah masing-masing negara tempat mereka berdiam. Kesudahannya mudah ditebak, mereka mau memisahkan diri dari negara induk masing-masing lalu mendirikan negara Kurdi.

Mesti saja keinginan mereka, yang dinilai sebagai gerakan separatisme, segera ditentang oleh pemerintah masing-masing negara. Bahkan tidak hanya ditentang, tetapi juga ditumpas. Itulah yang menyebabkan Saddam membumihangus kawasan utara yang didiami Kurdi. Amerika dan koalisinya membikin aturan zona larangan terbang di langit Iraq kawasan ini.

Alhasil, di masa kini suku Kurdi tergolong sebagai suku bangsa yang tertindas di negeri sendiri. Padahal, kalau melihat catatan sejarah Islam, hendak kami temukan hal benar pahlawan luhur Islam yang bernama Shalahudin Al-Ayubi yang notabene beretnis Kurdi. Juga benar Ibnu Taimiyah, ulama luhur yang kesohor dari suku Kurdi.

Dengan ucap lain salah seorang anak suku Kurdi pernah dijadikan orang yang sangat berbuat jasa pada dunia Islam. Tetapi kini anak keturunan Shalahudin dan Ibnu Taimiyah bernasib malang, ditindas di negeri-negeri berpenduduk mayoritas Islam di Timur Tengah.

Frustasi Memperjuangkan Kemerdekaan

Dibandingkan dengan penduduk negara-negara Arab lainnya bahkan di dunia suku Kurdi yaitu suku bangsa terbesar karena jumlahnya yang mencapai 30 juta jiwa. Mirip seperti nasib bangsa Palestina, dampak kolonialisme Barat di Timur Tengah, rumpun bangsa Persia yang menempati daerah Kurdistan ini terancam hilang dalam sejarah dunia. Karena Palestina benar di bawah pendudukan Israel maka perhatian dunia Islam relatif sangat luhur dibandingkan dengan suku Kurdi yang hampir sama sekali tidak benar. Diakibatkan oleh lokasinya yang strategis dengan cara geopolitik dan tersedianya minyak dalam jumlah luhur komplet dengan jalur-jalur pipanya menuju Eropa dan juga Israel, usaha bangsa Kurdi untuk dijadikan bangsa yang independen semakin sukar terealisasi. Tiap aktifitas untuk membebaskan diri selalu kesudahannya dengan penumpasan dan penindasan. Jalan menuju kemerdekaan untuk Kurdistan seakan menunggu kehancuran tiga negara yang menguasainya. Tumbangnya Rezim Irak karena invasi AS misalnya, berhasil membuka akses politik kaum Kurdi ini.

Diamati sejarahnya, sebenarnya kemerdekaan Kurdi pernah dijanjikan oleh Presiden AS Woodrow Wilson (1856-1924) menempuh akad Sevres (the Treaty of Sevres) tahun 1920 antara Kekhalifahan Turki Usmani dan sekutu AS untuk membagi-bagi wilayah bekas kekuasaan Turki Usmani. Hanya saja terbentuknya negara baru Turki di bawah pimpinan Kemal Attaturk yang meliputi beberapa luhur wilayah Kurdistan telah memupus harapan itu. Sejak itu konflik antara suku Kurdi dan Turki terus berkembang. Paska kemerdekaan Irak tahun 1932 bangsa Kurdi semakin terisolasi dan terpecah-pecah. Mereka yang menempati daerah-daerah perbatasan ini selalu dijadikan korban pertikaian antara Irak, Iran dan Turki. Karena frustasi hendak semakin tertutupnya peluang menuju kemerdekaan, muncullah kelompok-kelompok militan Kurdi yang kerap kali melancarkan aksi-aksi terorisme.

Friksi dan Penindasan

Friksi yaitu sebuah pergeseran, perpecahan, atau pergeseran yang berupa faham atau pendapat (Widodo, 2001:165). Jalan paling mudah untuk memecah kekuatan suku Kurdi dalam menghimpun diri menuju kemerdekaan yaitu dengan menciptakan faksi-faksi di antara mereka yang satu sama lain saling bermusuhan. Ini karena tidak benar figur pemersatu di kalangan mereka. Terpecahnya mereka dalam tiga wilayah negara yang lain juga telah membikin suku ini semakin tersegmentasi. Bahkan negara-negara di mana suku Kurdi benar seringkali mencoba melakukan rencana asimilasi dengan cara paksa sampai pemusnahan bangsa terbesar di dunia Arab ini. Di Irak Utara misalnya terdapat dua kubu yang dipandu oleh Barzani, the Kurdistan Democratic Party (KDP) dan Jalal Talabani The Patriotic Union of Kurdistan (PUK). Keberadaan suku Kurdi yang non-Arab itu ternyata dijadikan hambatan tersendiri untuk Saddam Husein dalam mengerjakan obsesinya menggelorakan semangat nasionalisme Arab. Pada tahun 2003 saat invasi AS ke Irak, daerah basis suku Kurdi di Irak Utara dijadikan sebagai pangkalan militer AS. Ternyata, dukungan AS dan perhatian organisasi-organisasi sosial dunia (LSM) berhasil menyelamatkan bangsa Kurdi di Irak dari penindasan yang sudah berlangsung lama. Sesudah bertahun-tahun mengalami penindasan dan pemusnahan kesudahannya dengan dukungan AS Jalal Talabani sendiri terpilih dijadikan Presiden Irak.

Di Iran suku Kurdi walaupun berasal dari rumpun bangsa Persia tetapi tetap saja hidup terpinggirkan. Ini karena mereka yaitu para pengikut Sunni yang lain dengan agama mayoritas negara Iran. Sesudah bertahun-tahun lamanya melakukan penindasan pada kelompok Kurdi, Iran kesudahannya dapat melemahkan kekuatan Kurdi. Pada belakang tahun 1920-an, misalnya, Iran berhasil membunuh pemimpin Republik Mahabad Kurdistan, Qazi Muhammad dan Ismail Agha Simko. Di bawah pemerintahan Ayatullah Khomeini militer Iran juga berhasil melakukan asasinasi terhadap dua pimpinan kharismatik Kurdistan, Abdul Rahman Gasemblou (1989) dan Sadeq Sharafandi (1992). Dalam konflik Irak-Iran 1980-1990 rakyat Kurdi baik Iran maupun Irak sering memanfaatkan keberadaan suku Kurdi di perbatasan untuk melakukan agresi dari dalam. Kesudahannya minoritas Kurdi Irak dan Iran selalu dicuragai oleh pemerintahnya masing-masing sebagai kelompok yang membantu kekuatan musuh. Memang kelompok minoritas ini sangat rentan terhadap intervensi asing, termasuk AS, yang dapat dijadikan ancaman serius untuk keamanan negara-negara yang bersangkutan.

Nasib bangsa Kurdi di Turki juga tidak semakin baik. Mayoritas suku Kurdi memang tinggal di Turki bagian tenggara dan semakin setengahnya hidup berbaur di ibukota Ankara. Sebagai keturunan bangsa Persia, suku Kurdi dijadikan salah satu hambatan gerakan nasionalisme dan sekularisme Turki. Meskipun mereka berhasil mendirikan Negara Darurat Kurdistan di wilayah Turki pada tahun 1922-1924 dan Republik Mahabad Kurdistan tahun 1946 tetapi dapat dihancurkan oleh militer Turki. Kesudahannya sejak tahun 1924 Turki melarang penggunaan bahasa Kurdi di tempat umum. Operasi militer besar-besaran terus dilaksanakan untuk menumpas gerakan pro kemerdeaan yang mengakibatkan ribuan jiwa kehilangan nyawa.

Kekuatan terbesar Kurdi di Turki diwakili oleh Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Pada tahun 1991 ketua PKK, Abdullah Oscalan, ditangkap oleh pemerintah Turki dan dijatuhi hukuman mati. Tekanan Turki ternyata mampu melemahkan tuntutan kemerdekaan yang memaksa PKK mengubah tinjauannya pada perjuangan otonomi daerah khusus Kurdistan. Pada sisi lain, keinginan Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa berdampak pada kelahirannya kebijakan-kebijakan yang berpihak minoritas. Hanya saja kebijakan semacam ini sering menemukan tantangan luhur dari kelompok ultra nasionalis (sekuler) Turki. Operasi-operasi militer pun kesudahan kerap dilaksanakan guna memberangus kekuatan PKK. Jangankan wilayah perbatasan Turki-Irak memiliki potensi sumber alam yang melimpah (minyak, gas, air bersih dan sumber mineral) dan dijadikan salah satu pusat investasi asing maka membiarkan rakyat Kurdi membebaskan diri mesti sesuatu yang mustahil (Middle East Policy, 2004).

Penindasan Kurdistan

Apabila penindasan yang dilaksanakan terhadap minoritas Kurdi di perbatasan-perbatasan Irak, Iran, Turki dan Syiria terus berlanjut maka aktifitas-aktifitas yang mengarah pada tingkah laku yang dibuat terorisme hendak sukar ditiadakan. Banyaknya kebutuhan ekonomi asing terhadap wilayah Kurdistan dan potensi AS untuk menggunakan kekuatan minoritas Kurdi sebagai usaha untuk melakukan destabilisasi, terutama di tiga negara yang dijadikan musuh AS, hendak memperburuk kondisi perdamaian di Timur Tengah. Seperti halnya kasus Palestina, kasus Kurdi hendak dijadikan ganjalan utama menuju Timur Tengah yang damai selama belum benar keseriusan dari negara-negara perbatasan untuk mengkomodasi kebutuhan bangsa Kurdi. Dunia internasional harus semakin serius dalam menyoroti nasib minoritas Kurdi ini dan memastikan mereka mengalami rasa terlindung terintegrasi dengan negara-negara yang benar sekarang.

Pranala luar




Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, pasar.nomor.net, dan sebagainya.