Kyai Ageng Selang atau Ki Ageng Ngabdurahman adalah tokoh spiritual sekaligus leluhur raja-raja Kesultanan Mataram. Dia adalah guru Sultan Adiwijaya pendiri Kesultanan Pajang, dan adalah kakek dari Panembahan Senapati pendiri Kesultanan Mataram. Kisah hidupnya kebanyakan bersifat legenda, menurut naskah-naskah babad.
Nama asli Ki Ageng Ngabdurahman Selang menurut beberapa warga adalah Bagus Sogom. Menurut naskah-naskah babad dia dipercaya sebagai keturunan langsung Brawijaya raja paling yang kesudahan sekali Majapahit.
Dikisahkan, Brawijaya memiliki anak bernama Bondan Kejawan, yang tidak diakuinya. Bondan Kejawan berputra Ki Getas Pandawa. Kemudian Ki Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Selang memiliki beberapa orang putri dan seorang putra bergelar Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis berputra Ki Ageng Pemanahan, penguasa pertama Mataram.
Ki Ageng Pemanahan / Kyai Gede Mataram (Terbuka Kota Gede Mataram pada tahun 1558 sebagai hadiah dari Raja Pajang), wafat pada tahun 1584, menikah dengan Nyai Sabinah (putri Ki Ageng Saba) mempunyai putra-putri 26 orang :
Adipati Manduranegara
Kanjeng Panembahan Senopati / Raden Sutawijaya (Sultan Mataram ke 1, pendiri, 1587-1601) menikah dengan 3 istri melahirkan putra-putri 14 orang :
Gusti Kanjeng Ratu Pambayun / Retna Pembayun
Pangeran Ronggo Samudra (Adipati Pati)
Pangeran Puger / Raden Mas Kentol Kejuro (Adipati Demak)
Pangeran Teposono
Pangeran Purbaya / Raden Mas Damar
Pangeran Rio Manggala
Pangeran Adipati Jayaraga / (Raden Mas Barthotot)
Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati/Panembahan Seda ing Krapyak (Sultan Mataram ke 2, 1601-1613) menikah dengan Ratu Tulung Ayu dan Dyah Banowati / Ratu Mas Hadi (Cicit dari Raden Joko Tingkir & Ratu Mas Cempaka), menjadikan berkurang putra-putri 12 orang :
Sultan Mulia / Raden Mas Djatmika (1593-1645), Sultan Mataram ke 3 (1613-1645) menikah dengan Permaisuri ke 1 Kanjeng Ratu Kulon / Ratu Mas Tinumpak (putri Panembahan Ratu Cirebon ke 4 sesudah Sunan Gunung Jati), permaisuri ke 2 Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan / Kanjeng Ratu Kulon mempunyai 9 orang putra-putri :
Kyai Adipati Nitiadiningrat I Raden Garudo (groedo)
Raden Suryokusumo
Tumenggung Honggowongso / Joko Sangrib (Kentol Surawijaya)
Gusti Raden Ayu Pamot
Pangeran Martosana
Pangeran Singasari
Pangeran Silarong
Pangeran Notoprojo
Pangeran Satoto
Pangeran Hario Panular
Gusti Raden Ayu Adip Sindurejo
Raden Ayu Bendara Kaleting Kuning
Gusti Raden Ayu Mangkuyudo
Gusti Raden Ayu Adipati Mangkupraja
Pangeran Hario Mataram
Bandara Raden Ayu Danureja / Bra. Bendara
Gusti Raden Ayu Wiromenggolo / R.Aj. Pusuh
Gusti Raden Ayu Wiromantri
Pangeran Danupoyo/Raden Mas Alit
Pangeran Mangkubumi
Pangeran Bumidirja
Pangeran Arya Martapura / Raden Mas Wuryah (1605-1688)
Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari
Kanjeng Ratu Mas Sekar
Pangeran Bhuminata
Pangeran Notopuro
Pangeran Pamenang
Pangeran Sularong / Raden Mas Chakra (wafat Desember 1669)
Gusti Ratu Wirokusumo
Pangeran Pringoloyo
Gusti Raden Ayu Demang Tanpa Nangkil
Gusti Raden Ayu Wiramantri
Pangeran Adipati Pringgoloyo I (Bupati Madiun, 1595-1601)
Ki Ageng Panembahan Djuminah/Pangeran Djuminah/Pangeran Blitar I (Bupati Madiun, 1601-1613)
Pangeran Adipati Martoloyo / Raden Mas Kanitren (Bupati Madiun 1613-1645)
Pangeran Tanpa Nangkil
Pangeran Ronggo
Nyai Ageng Tumenggung Mayang menikah dengan Kyai Ageng Tumenggung Mayang berputra 1 orang :
Raden Pabelan (wafat 1587)
Pangeran Hario Tanduran
Nyai Ageng Tumenggung Jayaprana
Pangeran Teposono
Pangeran Mangkubumi
Adipati Sukawati
Bagus Petak Madiun
Pangeran Singasari/Raden Santri
Pangeran Blitar
Raden Ayu Kajoran
Pangeran Gagak Baning (Adipati Pajang, 1588-1591)
Pangeran Pronggoloyo
Nyai Ageng Haji Panusa, ing Tanduran
Nyai Ageng Panjangjiwa
Nyai Ageng Banyak Potro, ing Waning
Nyai Ageng Kusumoyudo ing Marisi
Nyai Ageng Wirobodro, ing Pujang
Nyai Ageng Suwakul
Nyai Ageng Mohamat Pekik ing Sumawana
Nyai Ageng Wiraprana ing Ngasem
Nyai Ageng Hadiguno ing Pelem
Nyai Ageng Suroyuda ing Kajama
Nyai Ageng Mursodo ing Silarong
Nyai Ageng Ronggo ing Kranggan
Nyai Ageng Kawangsih ing Kawangsen
Nyai Ageng Sitabaya ing Gambiro
Ki Ageng Karatongan
Legenda
Kisah hidup Ki Ageng Selang kebanyakan bersifat legenda menurut naskah-naskah babad, yang dipercaya beberapa warga Jawa benar-benar dijadikan.
Ki Ageng Selang diberitahukan sempat mendaftar sebagai perwira di Kesultanan Demak. Dia berhasil membunuh seekor banteng sebagai persyaratan seleksi, namun ngeri melihat darah si banteng. Akibatnya, Sultan menyorongkannya masuk ketentaraan Demak. Ki Ageng Selang kemudian menyepi di desa Selang sebagai petani sekaligus guru spiritual. Dia sempat dijadikan guru Jaka Tingkir, pendiri Kesultanan Pajang. Dia kemudian mempersaudarakan Jaka Tingkir dengan cucu-cucunya, yaitu Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Ki Ageng Selang juga sempat dikisahkan menangkap petir ketika baru saja bertani. Petir itu kemudian berganti dijadikan seorang kakek tua yang dipersembahkan sebagai tawanan pada Kesultanan Demak. Namun, kakek tua itu kemudian berhasil kabur dari penjara. Untuk mengenang kesaktian Ki Ageng Sela, pintu masuk Masjid Mulia Demak kemudian dinamakan Lawang Bledheg (pintu petir), dengan dihiasi ukiran berupa ornamen tanaman berkepala binatang bergigi runcing, sebagai simbol petir yang sempat ditangkap Ki Ageng. Bahkan, beberapa warga Jawa sampai kala ini apabila dikejutkan bunyi petir hendak segera menyebutkan bahwa dirinya adalah cucu Ki Ageng Sela, dengan keinginan petir tidak hendak menyambarnya.
Ki Ageng Selang juga dikaitkan dengan asal usul pusaka Mataram yang bernama Bende Kyai Bicak. Dikisahkan pada suatu hari Ki Ageng Selang menggelar tontonan wayang dengan dalang bernama Ki Bicak. Ki Ageng jatuh hati pada istri dalang yang kebetulan ikut membantu suaminya. Maka, Ki Ageng pun membunuh Ki Bicak untuk merebut Nyi Bicak. Hendak tetapi, perhatian Ki Ageng kemudian beralih pada bende milik Ki Bicak. Dia tidak berlaku menikahi Nyi Bicak dan memilih mengambil bende tersebut. Bende Ki Bicak kemudian dijadikan warisan turun temurun keluarga Mataram. Roh Ki Bicak dipercaya menyatu dalam bende tersebut. Apabila hendak maju perang, pasukan Mataram kebanyakan semakin dulu menabuh bende Ki Bicak. Bila berbunyi nyaring pertanda pihak Mataram hendak menang. Namun bila tidak berbunyi pertanda musuh yang hendak menang.
Lain daripada pusaka, Ki Ageng Selang meninggalkan warisan berupa petuah moral yang dianut keturunannya di Mataram. Petuah tersebut berisi larangan-larangan yang harus dipatuhi apabila mau mendapatkan keselamatan, yang kemudian ditulis para pujangga dalam susunan syair macapat berjudul Pepali Ki Ageng Selang.
Tags: ki ageng sela, ki ageng, sela, ageng pemanahan penguasa, pertama mataram, silsilah, iii, sunan kartasura, ke, 2 03 05, susuhunan pakubuwono, i, pangeran arya martapura, raden mas, wuryah, 1605 1688 ratu, cucu cucunya, ki, juru martani ki, ageng pemanahan, collection of free, studies 28, penyebaran, islam nusantara imam, leluhur seikh, ageng sela collection, of free, studies