Indonesia Raya (politik)

Peta Indonesia Raya, termasuk Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Timor Leste

Indonesia Raya atau Melayu Raya yaitu gagasan atau konsep politik yang bertujuan mempersatukan rumpun bangsa Melayu dalam kesatuan negara kebangsaan dengan menggabungkan wilayah koloni Britania Raya di Semenanjung Malaya dan Borneo Utara (wilayah yang sekarang mewujudkan negara Malaysia, Singapura, dan Brunei), dengan Hindia-Belanda (kini Indonesia).[1] Gagasan Melayu Raya diajukan oleh para murid dan alumni Universitas Edukasi Sultan Idris, Malaya Britania, pada tahun 1920-an, dan kemudian gagasan yang sama yang dinamakan Indonesia Raya diajukan oleh para tokoh politik Indonesia dari Sumatera dan Jawa, seperti Muhammad Yamin dan Sukarno pada tahun 1950-an.[1]

Pertumbuhan gagasan di era kolonial

Gagasan Melayu Raya ini diajukan oleh seorang guru sejarah dari Universitas Edukasi Sultan Idris, Abdul Hadi Hassan, Malaya Britania.[butuh rujukan] Selain karena persamaan suku bangsa, bahasa, agama, dan budaya kebanyakan rakyatnya sebagai bangsa serumpun dan serantau di Nusantara, gagasan ini didasari kesadaran sejarah bahwa wilayah Malaya Britania, Borneo Utara, dan Hindia-Belanda dahulu pernah dipersatukan dalam sebuah kemaharajaan raya, seperti Sriwijaya, Majapahit, Kesultanan Malaka, dan Kesultanan Johor-Riau, sampai kemudiannya dipisahkan oleh kolonialisme Inggris dan Belanda.

Pada kemudian dekade 1920-an gagasan mewujudkan negara kebangsaan yang merdeka dan berdaulat tumbuh di antara rakyat koloni Hindia-Belanda. Sementara di Semenanjung Malaya gagasan untuk mewujudkan Melayu Raya diajukan, di Hindia-Belanda tokoh pemuda aksi nasional lebih memusatkan perhatian pada gagasan untuk menyusun negara kebangsaan Indonesia sebagai pewaris Hindia-Belanda jika kelak dijadikan negara merdeka. Pada tahun 1928 dicetuskanlah Sumpah Pemuda yang bertujuan mempersatukan bangsa Indonesia dalam satu tanah air, satu bangsa, dan menjunjung bahasa persatuan.[2]

Kumpulan nasionalis Melayu; Kesatuan Melayu Muda, susunan oleh Ibrahim Yaakob pada tahun 1938, yaitu salah satu organisasi yang secara tegas menganut gagasan ini sebagai cita-cita perjuangannya.[3]

Masa pendudukan Jepang

Pada kala Perang Dunia II para pendukung gagasan Indonesia Raya atau Melayu Raya bekerja sama dengan daya tentara pendudukan Jepang untuk melawan Inggris dan Belanda.[4] Sikap bekerja sama ini didasari dengan harapan bahwa Jepang hendak mempersatukan Hindia-Belanda, Malaya dan Borneo dan kemudian memberikan kemerdekaan.[4] Dipahami bahwa dengan bersatunya wilayah koloni Eropa ini dalam suatu wilayah pendudukan Jepang, maka pembentukan sebuah kesatuan negara Indonesia Raya atau Melayu Raya dimungkinkan.[4] Pada bulan Juli 1945 diwujudkan KRIS (Kesatuan Rakyat Indonesia Semenanjung), yang kelak diubah dijadikan "Daya Rakyat Indonesia Istimewa" di bawah pimpinan Datuk Ibrahim Yaakob dan Dr. Burhanuddin Al-Hemy dengan tujuan mencapai kemerdekaan dari Inggris, dan persatuan dengan Indonesia. Rencana ini sudah dirundingkan dengan Sukarno dan Hatta. [5]

Pada 12 Agustus 1945 Ibrahim Yaakob bertemu dengan Sukarno, Hatta dan Dr. Radjiman di Taiping, Perak. Sukarno dan rombongan singgah di bandar udara Taiping dalam pergerakan balik dari Saigon, Vietnam, menuju Jakarta sehabis ketika belumnya bertemu dengan Marsekal Terauchi di Dalat untuk membicarakan mengenai percepatan rencana kemerdekaan Indonesia dan menerima pernyataan Terauchi secara langsung bahwa Jepang mengizinkan Indonesia merdeka.[6] Pada perjumpaan ini Yaakob mengetengahkan niatannya untuk menggabungkan Semenanjung Malaya ke dalam Indonesia merdeka. Pada perjumpaan singkat ini Sukarno dengan didampingi Hatta menjabat tangan Yaakob dan berujar, "Marilah kita mewujudkan satu tanah air untuk seluruh putra-putri Indonesia."[7]

Sukarno dan Muhammad Yamin yaitu tokoh politik Indonesia yang sepakat dengan gagasan persatuan raya ini. Hendak tetapi mereka enggan untuk menyebut gagasan ini sebagai "Melayu Raya" dan menawarkan nama lain yaitu "Indonesia Raya". Pada hakikatnya baik Melayu Raya maupun Indonesia Raya yaitu gagasan politik yang sama persis. Keengganan untuk menamai Melayu Raya karena berbedaan dengan di Malaya, di Indonesia istilah Melayu lebih merujuk untuk suku Melayu yang diasumsikan hanyalah sebagai salah satu dari bermacam suku bangsa di Nusantara, yang memiliki kedudukan yang setara dengan Minangkabau, Aceh, Jawa, Sunda, Madura, Bali, Dayak, Bugis, Makassar, Minahasa, Ambon, dsb-nya. Pengumpulan berdasarkan ras atau suku bangsa "Melayu" dikhawatirkan rawan dan kontra-produktif dengan persatuan Indonesia yang mencakup bermacam suku bangsa, agama, budaya, dan ras; karena banyak suku bangsa di Indonesia Timur seperti orang Papua, Ambon, dan Nusa Tenggara Timur, bukanlah termasuk rumpun Melayu Austronesia, melainkan rumpun bangsa Melanesia.

Hendak tetapi pada tanggal 15 Agustus 1945 Kaisar Hirohito tiba-tiba mengumumkan lewat siaran radio bahwa Jepang menyerah tanpa syarat untuk daya Sekutu. Republik Indonesia secara mandiri memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Karena dituding sebagai kolaborator Jepang, pada tanggal 19 Agustus 1945 Ibrahim Yaakob dengan menumpang pesawat terbang militer Jepang terbang ke Jakarta. Ibrahim Yaakob mengungsi ke Jakarta bersama isterinya Mariatun Haji Siraj, iparnya Onan Haji Siraj dan Hassan Manan. Ibrahim Yaakob yang memperjuangkan gagasan bersatunya Semenanjung Malaya dengan Indonesia kemudian bermukim di Jakarta sampai kemudian hayatnya. Dengan jatuhnya Jepang pada bulan Agustus 1945, semua cita-cita persatuan itu praktis mati dan tidak berkembang kembali di Semenanjung Malaya sejak kala itu.[5]

Selepas proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, mengalami perjuangan bersenjata dalam Revolusi Nasional Indonesia dalam kurun tahun 1945-1949, Republik Indonesia kemudiannya menemukan pengakuan kedaulatan dari Kerajaan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949. Sementara itu selepas pendudukan Jepang, Semenanjung Malaya dan Borneo Utara praktis mempunyai di bawah kekuasaan dan kendali Britania Raya.

Konfrontasi dan Indonesia Raya

Peta kepulauan Nusantara berlapis emas di Ruang Kemerdekaan Monas, Jakarta. Jika diperhatikan dengan saksama peta ini mengisikan wilayah Kalimantan Utara (Sabah, Serawak dan Brunei) serta Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia Raya yang dicita-citakan Sukarno.

Pada kemudian dasawarsa 1950-an, Sukarno secara tegas menghalau pembentukan negara Malaysia oleh Britania Raya yang mencakup Semenanjung Malaya dan Borneo Utara. Sikap politik ini mengarah untuk Konfrontasi Indonesia-Malaysia pada awal dasawarsa 1960-an berupa peperangan skala kecil yang tidak diumumkan secara resmi. Sukarno menuding bahwa negara Malaysia yaitu negara boneka bentukan Inggris yang ingin mewujudkan kolonialisme dan imperialisme baru di Asia Tenggara dan mengepung Indonesia. Hendak tetapi analisis lain menduga bahwa peperangan ini sesungguhnya adalah ambisi Sukarno yang hendak mempersatukan Semenanjung Malaya dan seluruh pulau Kalimantan ke dalam wilayah Indonesia untuk menggenapi wilayah kebangsaan yang lebih luas yaitu "Indonesia Raya".

Menjelang kemudian 1965, kekuasaan Sukarno runtuh dan Jendral Suharto mengambil alih kekuasaan di Indonesia sehabis berlangsungnya G30S/PKI. Karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia dikurangi dan peperangan pun mereda. Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penuntasan konflik. Kekerasan kemudiannya bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian. Dengan perjanjian damai ini maka Indonesia dan Malaysia resmi dijadikan dua entitas negara bangsa yang terpisah dengan bergantian mengakui keberadaan dan kedaulatan tiap.

Selepas perjanjian perdamaian dengan Malaysia, Indonesia disibukkan dengan masalah dalam negerinya yakni berusaha membangun ekonomi sambil mengawal persatuan negara yang sangat majemuk, kemudian suatu peristiwanya pada era pemerintahan Suharto untuk menjamin stabilitas dan demi persatuan maka kebebasan dan demokrasi dikorbankan. Indonesia pada tahun 1975 sempat mendiami bekas koloni Portugal Timor Timur sampai kemudiannya merdeka tahun 2002 sebagai Timor Leste, dan kemudian didera bermacam masalah seperti krisis ekonomi, separatisme di Aceh dan Papua, sampai masalah terorisme. Indonesia kemudiannya lebih tertarik dan memusatkan perhatiannya untuk "menjadi Indonesia" dengan membangun watak bangsa dan berusaha mendefinisikan dirinya sebagai negara-bangsa yang majemuk ber-Bhinneka Tunggal Ika berdasarkan Pancasila dan bersatu dengan wilayah membentang dari Sabang sampai Merauke.[8] Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia cenderung cukup puas mengalirkan hasrat, daya, dan ambisi politik regionalnya dalam bangun-bangun sikap kepemimpinan di antara negara ASEAN.

Sementara Malaysia tengah bergulat dalam upaya pembentukan negaranya dan menghadapi masalah dalam hubungan antar-ras, terutama antara mayoritas etnis Melayu dengan minoritas etnis Tionghoa dan India Hindu sampai sekarang.[9] Masalah hubungan antar-ras inilah yang telah mengakibatkan berpisahnya Malaysia dengan Singapura pada dasawarsa 1960-an. Sementara Brunei tidak menghendaki bergabung dengan Malaysia dan memilih di bawah kekuasaan Britania Raya sampai tahun 1984. Dengan tiap pihak sibuk dalam urusannya sendiri, maka gagasan pembentukan kesatuan politik raya yang mempersatukan bangsa Melayu serumpun dan serantau dalam satu negara luhur yaitu Melayu Raya atau Indonesia Raya punahlah sudah.

Referensi

  1. ^ a b McIntyre, Angus (1973). "The 'Greater Indonesia' Idea of Nationalism in Malaysia and Indonesia.". Modern Asian Studies 7 (1): 75–83. doi:10.1017/S0026749X0000439X. |accessdate= requires |url= (help)
  2. ^ Sumpah Pemuda
  3. ^ Page 208-209 Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah Sejarah Angkatan 2. Zainal Abidin bin Abdul Wahid; Khoo, Kay Kim; Muhd Yusof bin Ibrahim; Singh, D.S. Ranjit (1994). Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 983-62-1009-1
  4. ^ a b c Graham, Brown (February 2005). "The Formation and Management of Political Identities: Indonesia and Malaysia Compared". Centre for Research on Inequality, Human Security and Ethnicity, CRISE, University of Oxford.
  5. ^ a b Reinventing Indonesia: menemukan kembali masa depan bangsa
  6. ^ Terobosan Sukarno dalam Perundingan Linggarjati
  7. ^ Joseph Chin Yong Liow The Politics of Indonesia-Malaysia Relations: One Kin, Two Nations
  8. ^ Sekretariat Negara
  9. ^ Time: Facing Malaysia's Racial Issues

Lihat juga

  • Mafilindo, gagasan persatuan politik lain yang juga mencakup Filipina
  • Indonesia Raya, lagu kebangsaan Republik Indonesia
  • Nusantara, konsep kesatuan kepulauan di wilayah Asia Tenggara antara Sumatera dan Papua yang kebanyakan mencakup wilayah Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan Timor Leste
Aksi iredentisme di Dunia
Afrika
  • Maroko
  • Somalia
  • Afrika Selatan
Asia
  • Armenia
  • Azerbaijan
  • Tiongkok
  • Korea
  • India
  • Indonesia
  • Iran
  • Israel
  • Mongolia
  • Nepal
  • Filipina
  • Suriah
  • Timor Raya
  • Yaman
Eropa
  • Albania
  • Bulgaria
  • Kroasia
  • Finlandia
  • Jerman
  • Yunani
  • Hungaria
  • Irlandia
  • Italia
  • Masedonia
  • Belanda
  • Portugal
  • Rumania
  • Rusia
  • Serbia
  • Slovenia
  • Spanyol
  • Ukraina
Amerika
  • Argentina
  • Bolivia
  • Guatemala
  • Meksiko
  • Venezuela


Sumber :
m.andrafarm.com, pasar.kuliah-karyawan.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dan sebagainya.