_
Gajah Mada
Change to views  Mobile1, 2 Laptop 
Football   ➤ Sekayu   ➤ Sukabumi   ➤ Table of Content
Search in Collection of Free Studies   
Borneo elephants  (Beforehand article)(Next articleSumatran elephant

Gajah Mada

Gajah Mada
Mahapatih Majapahit
Masa jabatan
k.1334 – k.1359
Penguasa monarkiTribhuwana Wijayatunggadewi, Hayam Wuruk
Didahului olehArya Tadah (Mpu Krewes)
Ditukarkan oleh6 mahamantri luhur
Informasi pribadi
Meninggal1364
Belum teridentifikasi
KebangsaanMajapahit
AgamaHindu

Gajah Mada (wafat k. 1364) merupakan seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit.[1][2][3] Menurut beragam sumber mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih.[1] Ia dibuat sebagai Mahapatih (Menteri Akbar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan akhir sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.[4]

Gajah Mada tersohor dengan sumpahnya, merupakan Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam Pararaton.[5] Ia menyatakan tidak akan memakan palapa ketika belum berhasil menyatukan Nusantara. Meskipun ia merupakan salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial.[6] Pada masa sekarang, Indonesia telah meneguhkan Gajah Mada sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan merupakan simbol nasionalisme[7] dan persatuan Nusantara.[8]

Daftar isi

Awal karier

Sebuah arca yang diduga menggambarkan rupa Gajah Mada. Kini disimpan di museum Trowulan, Mojokerto.

Tidak aci informasi dalam sumber sejarah yang tersedia saat pada awal kehidupannya, selain bahwa ia dilahirkan sebagai seorang biasa yang meningkat dalam awal kariernya dibuat sebagai Begelen atau setingkat kepala pasukan Bhayangkara pada Raja Jayanagara (1309-1328) terdapat sumber yang menyebutkan bahwa Gajah Mada bernama lahir Mada[9] padahal nama Gajah Mada[10] probabilitas merupakan nama sejak menjabat sebagai patih. [11]

Dalam pupuh Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama karya Prapanca yang ditemukan saat penyerangan Istana Tjakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894[12] terdapat informasi bahwa Gajah Mada merupakan patih dari Kerajaan Daha dan akhir dibuat sebagai patih dari Kerajaan Daha dan Kerajaan Janggala yang membuatnya akhir masuk kedalam strata sosial elitis pada saat itu dan Gajah Mada digambarkan pula sebagai "seorang yang mengesankan, bercakap dengan tajam atau tegas, jujur dan tulus ikhlas serta berpikiran sehat".[4][13][14]

Menurut Pararaton, Gajah Mada sebagai komandan pasukan khusus Bhayangkara berhasil memadamkan Pemberontakan Ra Kuti, dan menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) putra Raden Wijaya dari Dara Petak. Seterusnya di tahun 1319 ia diangkatkan sebagai Patih Kahuripan, dan dua tahun akhir ia diangkatkan sebagai Patih Kediri.

Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Arya Tadah (Mpu Krewes) mau mengundurkan diri dari jabatannya. Dan menunjukkan Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung membenarkan, tetapi ia mau membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang memberontak terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhir-akhirnya bisa ditaklukan. Akhirnya, pada tahun 1334, Gajah Mada diangkatkan dibuat sebagai Mahapatih secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi (1328-1351) yang waktu itu telah memerintah Majapahit setelah terbunuhnya Jayanagara.

Sumpah Palapa

Ketika pengangkatannya sebagai patih Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1336 M) Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diterjemahkan kenikmatan duniawi) bila telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton dalam teks Jawa Pertengahan yang berbunyi sebagai berikut[15]

Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa

bila dialih-bahasakan mempunyai arti[15] :

Beliau, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak mau melepaskan puasa, Gajah Mada bercakap bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, diri sendiri (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah diri sendiri (baru akan) melepaskan puasa

Invasi

Walaupun aci sejumlah gagasan yang meragukan sumpahnya, Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Dimulai dengan penaklukan ke daerah Swarnnabhumi (Sumatera) tahun 1339, pulau Bintan, Tumasik (sekarang Singapura), Semenanjung Malaya, akhir pada tahun 1343 bersama dengan Arya Damar menaklukan Bedahulu (di Bali) dan akhir penaklukan Lombok, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kendawangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Sulu, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.

Pada zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Gajah Mada terus menjalankan penaklukan ke wilayah timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwu, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.

Dilema

Terdapat dua wilayah di Pulau Jawa yang seharusnya terbebas dari invasi Majapahit yakni Pulau Madura dan Kerajaan Sunda karena kedua wilayah ini mempunyai keterkaitan dekat dengan Narrya Sanggramawijaya atau secara umum dinamakan dengan Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit (Lihat: Prasasti Kudadu 1294 [16] dan Pararaton Lempengan VIII, Lempengan X s.d. Lempengan XII [17] dan Invasi Yuan-Mongol ke Jawa pada tahun 1293) sebagaimana diriwayatkan pula dalam Kidung Panji Wijayakrama.

Perang Bubat

Dalam Kidung Sunda[18] diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk mulai menjalankan langkah-langkah diplomasi dengan mau menikahi Dyah Pitaloka Citraresmi putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan akbar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan luhur itu. Gajah Mada yang menghendaki Sunda takluk, memaksa menghendaki Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Dampak penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang selang pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu dibuat sebagai tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayah dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Dampak peristiwa itu langkah-langkah diplomasi Hayam Wuruk gagal dan Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya karena dipandang lebih menghendaki pencapaiannya dengan jalan menjalankan invasi militer padahal hal ini tidak boleh dilangsungkan.

Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit lain. Diceritakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Luhur yang wira, berbakat, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh "Madakaripura" yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat gagasan yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkatkan kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.[19]

Kesudahan hidup

Diberitahukan dalam Kakawin Nagarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menemui bahwa Gajah Mada telah sakit. Gajah Mada diberitahukan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi.

Raja Hayam Wuruk kehilangan orang yang sangat diinginkan dalam memerintah kerajaan. Raja Hayam Wuruk pun menyediakan sidang Dewan Sapta Prabu untuk meneguhkan pengganti Gajah Mada. Tetapi tidak aci satu pun yang sanggup menggantikan Patih Gajah Mada. Hayam Wuruk akhir menentukan yang dipilih empat Mahamantri Luhur dibawah pimpinan Punala Tanding untuk seterusnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara. Tetapi hal itu tidak berjalan lama. Mereka pun ditukarkan oleh dua orang mentri merupakan Gajah Enggon dan Gajah Manguri. Akhir-akhirnya Hayam Wuruk meneguhkan untuk mengangkat Gajah Enggon sebagai Patih Mangkubumi menggantikan jabatan Gajah Mada.

Penghormatan

Lukisan kontemporer Gajah Mada karya I Nyoman Astika.

Sebagai salah seorang tokoh utama Majapahit, nama Gajah Mada sangat tersohor di penduduk Indonesia pada umumnya. Pada masa awal kemerdekaan, para pemimpin diantaranya Sukarno dan Mohammad Yamin kerap menyebut sumpah Gajah Mada sebagai inspirasi dan "bukti" bahwa bangsa ini bisa bersatu, meskipun meliputi wilayah yang luas dan budaya yang berbeda-beda. Dengan demikian, Gajah Mada merupakan inspirasi bagi revolusi nasional Indonesia untuk usaha kemerdekaannya dari kolonialisme Belanda.

Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta merupakan universitas negeri yang dinamakan menurut namanya. Satelit telekomunikasi Indonesia yang pertama dinamakan Satelit Palapa, yang menonjolkan perannya sebagai pemersatu telekomunikasi rakyat Indonesia. Banyak kota di Indonesia memiliki jalan yang bernama Gajah Mada, tetapi menarik dilihat bahwa tidak demikian halnya dengan kota-kota di Jawa Barat.

Buku-buku fiksi kesejarahan dan sandiwara radio sampai sekarang masih kerap menuturkan Gajah Mada dan perjuangannya memperluas kekuasaan Majapahit di nusantara dengan Sumpah Palapanya, demikian pula dengan karya seni patung, lukisan, dan lain-lainnya.

Kepustakaan

  1. ^ a b Pigeaud, Theodore Gauthier Th. (1975). Javanese and Balinese manuscripts and some codices written in related idioms spoken in Java and Bali: descriptive catalogue, with examples of Javanese script, introductory chapters, a general index of names and subjects. Steiner. ISBN 3515019642, 9783515019644. 
  2. ^ Pogadaev, V. A., 2001, Gajah Mada: The Greatest Commander of Indonesia. Historical Lexicon. XIV –XVI Century. Vol. 1. h.245-253, Мoscow: Znanie.
  3. ^ C. C. Berg. Het rijk van de vijfvoudige Buddha (Verhandelingen der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, vol. 69, no. 1) Ansterdam: N.V. Noord-Hollandsche Uitgevers Maatschappij, 1962; cited in M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford: Stanford University Press, 1993
  4. ^ a b J.L.A. Brandes, 1902, Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige daarvan bekende handschrift, aangetroffen in de puri te Tjakranagara op Lombok.
  5. ^ Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
  6. ^ Gunawan, Restu (2005). Muhammad Yamin dan cita-cita persatuan Indonesia. University of Michigan Press. 
  7. ^ Memory of Majapahit: Gajah Mada
  8. ^ Yamin, Muhammad (1945). Gadjah Mada, pahlawan persatoean Noesantara. Balai Poestaka. ISBN 9789794073230.  ISBN 979-666-195-0
  9. ^ Lihat: Lempengan Tembaga Batur, Prasasti Bendasari dan Prasasti Prapancasarapura
  10. ^ Lihat: Prasasti Kediri I, Prasasti Singasari dan Prasasti Walandit
  11. ^ R. S. Subalidinata, Sumarti Suprayitno, Anung Tedjo Wirawan Sejarah dan peningkatan tuturan murwakala dan ruwatan dari sumber-sumber sastra Jawa, University of Michigan Press (1985)
  12. ^ Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama diitemukan pertama kali di Puri Cakranegara, Lombok, dengan teks dalam huruf Bali, Pada bulan Juli 1978 ditemukan kembali di beberapa tempat di Bali: di Amlapura (Karang Asem), di Geria Pidada di Klungkung dan dua naskah lagi di Geria Carik Sideman.
  13. ^ Kern, Hendrik (1918). H. Kern: deel. De Nāgarakṛtāgama, slot. Spraakkunst van het Oudjavaansch. M. Nijhoff. 
  14. ^ Robson, Stuart O. (1995). Désawarnana (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca. Leiden: KITLV Press. 
  15. ^ a b Mangkudimedja, R.M., 1979, Serat Pararaton. Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP. Jakarta: Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.
  16. ^ Prasasti Kudadu diciptakan oleh Narrya Sanggramawijaya pada bulan Bhadrapada tahun Saka 1216 (sekitar Agutus s.d. September 1294 masehi)
  17. ^ BRANDES, J.L.A. - Pararaton (Ken Arok): het boek der Koningen van tumapěl en Majapahit. Tekst,vert.& comm.bew.d.N.J.Krom. Batavia 1920
  18. ^ C.C. (1927) Kidung Sunda.">Berg, C.C. 1927. Kidung Sunda. Inleiding, tekst, vertaling en aanteekeningen. ‘s Grav., BKI.
  19. ^ Lihat: pupuh 12 dan 19 dari Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama

Lihat pula

Pustaka

  • (Indonesia) Yamin, Muhammad (1945). Gadjah Mada, pahlawan persatoean Noesantara. Balai Poestaka. ISBN 9794073237, 9789794073230. 


Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), pasar.ggkarir.com, wiki.edunitas.com, dll-nya.



eduNitas.com
Toll-free service
0800 1234 000
 Encyclopedists
 Job Vacancies
 Psychological Test Practice
 Various Sponsorship

 Morning Tuition
 Executive Class
 Tuition Scholarships
 Online College Programs in the Best 168 PTS
 Online Registration
 Download Brochures / Catalogs
 Waivers Cost of Education Application
Site Advanced School
UNKRIS Jakarta
Online Registration
Profile UNKRIS Jakarta
Student Admission
Study Program
Postgraduate (MM, S2)
Prospects Alumnus
UNKRIS Jakarta web list
Employee Class Web
Main Websites
Quality Portal
 ➤ Animals
 ➤ Astronomy
 ➤ Biography
 ➤ Biology
 ➤ Brazil
 ➤ Chemistry
 ➤ Culture
 ➤ Economics
 ➤ Mexico
 ➤ National Hero
 ➤ Serdang Bedagai
 ➤ Sidikalang
 Various Debate
 Al Qur'an Online
 Sholat Schedule
 Informatics Science Reference


Collection of Free Studies
_