"Xinjiang" secara harfiah bermakna 'Batas Baru' atau 'Kawasan Baru',[1] nama yang diberikan selama Dinasti QingManchu. Nama tersebut diasumsikan sebagai sebutan sinis[1] dan terkesan menyakitkan hati para pendukung kemerdekaan Xinjiang yang lebih condong pada penggunaan nama lokal yang bersejarah atau beretnik seperti Turkestan Cina, Turkestan Timur atau Uighuristan. Oleh karena ketiga nama tersebut bertalian erat dengan tingkah laku yang dibuat kemerdekaan, pemerintah Cina dan biasanya warga lokal suku Han menganggapnya ofensif.[butuh rujukan]
Masyarakat asli Xinjiang berasal dari ras-ras Turki yang taat kepada agama Islam, terutama suku Uighur (45,21%) dan suku Kazakh (6,74%).[2] Selain itu, di Xinjiang juga terdapat suku Cina Han, yang berjumlah agak 40,58% (sensus 2000).[2] Persentase suku Han di Xinjiang meningkat secara drastis dari 6% saat berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (1949) hingga lebih dari 40% pada saat ini.[3]
Tingkah laku yang dibuat kemerdekaan dan tuduhan terorisme
Perlawanan terhadap kekuasaan Cina telah berlangsung sejak lama di Xinjiang. Saat ini, biasanya pemimpin perlawanan hadir di pengasingan, diantaranya di Turki, Jerman dan Amerika Serikat. Biasanya tingkah laku yang dibuat ini yaitu tingkah laku yang dibuat kesukuan yang sekuler, walaupun terdapat beberapa tingkah laku yang dibuat yang berideologi Islam.[3]
Sejak Peristiwa 11 September di Amerika Serikat, pemerintah Cina juga mengklaim terdapat tingkah laku yang dibuat terorisme internasional di Xinjiang, yang dituduh berkaitan dengan Tingkah laku yang dibuat Taliban di Afganistan. Menurut laporan pemerintah Cina pada tahun 2002, setidaknya 57 orang tewas akhir suatu peristiwa serangan teroris di Xinjiang.[4]
Pelanggaran hak asasi manusia
Pemerintah Cina dilaporkan telah menjalankan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang, diantaranya pelanggaran kebebasan taat kepada agama, kebebasan bersama-sama sebagai satu himpunan dan berpendapat, hambatan atas edukasi, diskriminasi, serta hukuman mati terhadap tahanan politik.[3][1][5] Keberadaan sekolah Islam, masjid dan imam dikontrol secara sempit, dan para imam diharuskan "berdiri di sisi pemerintah dengan teguh dan menyampaikan gagasannya dengan tidak samar-samar.".[6] Sejak 1995 hingga 1999, pemerintah telah meruntuhkan 70 tempat ibadah serta mencabut surat izin 44 imam.[7][8] Pemerintah juga secara resmi menerapkan larangan ibadah perorangan di tempat-tempat milik negara. Larangan ini juga meliputi larangan salat, puasa di bulan Ramadhan di kantor atau sekolah milik negara.[3] Kepemilikan Al-Qur'an saja juga dapat dihukum, dan pihak keamanan menjalankan pengolahan berusaha menemukan rutin terhadap "penerbitan ilegal" serta "bahan-bahan agama ilegal".[3]
Selain itu, diskriminasi terjadi di sekolah-sekolah, dimana asrama-asrama diperiksa agar tidak hadir yang menjalankan sembahyang atau bangun ibadah lainnya.[3] Di bagian tenaga kerja bisnis dan pemerintahan, orang-orang Muslim kerap dihambat dari letak yang tinggi.[3] Selain itu, kebijakan keluarga berencana di Cina juga diklaim menguntungkan suku Han, yang memiliki tingkat pertumbuhan populasi 31.6%, lebih tinggi dibanding suku-suku lain yang maksimal 15.9%.[3]
Menurut Amnesty International, Xinjiang yaitu satu-satunya provinsi di Cina yang mengizinkan hukuman mati terhadap tahanan politik.[1] Jumlah tepat korban hukuman mati dirahasiakan oleh negara,[9] namun menurut Dogu Turkestan, jumlah korban tewas akhir suatu peristiwa hukuman mati atau penyiksaan oleh pemerintah mencapai 2.500 dari tahun 1999 hingga Maret 2000 saja.[10]
^abDepartemen Statistik Populasi, Sosial, Sains dan Teknologi, Biro Statistik Nasional Cina (国家统计局人口和社会科技统计司) dan Departemen Pengembangan Ekonomi, Komisi Urusan Etnis Negara Cina (国家民族事务委员会经济发展司), eds. Tabulasi Kebangsaan dari Sensus Masyarakat Cina 2000 (《2000年人口普查中国民族人口资料》). 2 volume. Beijing: Penerbit Kebangsaan (民族出版社), 2003. (ISBN 7-105-05425-5)
Tags: xinjiang, semasa dinasti, qing, manchu nama dianggap, sebagai, internasional, dituduh berkaitan, dihambat, dari jabatan, tinggi, 3 selain itu, kebijakan, v, implementation, restrictions on freedom, of religion, in, collection of free, studies tidak, disertai, rujukan desember 2013, artikel geografi