_
SUNDA KELAPA
COLLECTION OF FREE STUDIES
Change to views  Mobile1, 2 Laptop 
Search in Collection of Free Studies   
Sunan Ambu  (Previous chapter)(Next chapterSunda Wiwitan

Sunda Kelapa

Sunda Kelapa juga adalah nama dari Jakarta ketika belum tahun 1527.
Sunda Kelapa agak pertengahan abad ke-20.

Sunda Kelapa yaitu nama sebuah pelabuhan dan tempat agaknya di Jakarta, Indonesia. Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, disktrik Penjaringan, Jakarta Utara.

Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, kawasan ini sangat penting karena desa di agak pelabuhan Sunda Kelapa yaitu cikal-bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditentukan pada tanggal 22 Juni 1527. Kala itu Kalapa, nama aslinya, adalah pelabuhan kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan (sekarang kota Bogor) yang diduduki oleh pasukan Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditentukan pada abad ke-16, sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada abad pendahulu Pajajaran, yaitu kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Tarumanagara ada waktu untuk diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera.

Daftar isi

Sejarah

Pelabuhan Kalapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu adalah pelabuhan terpenting Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjajah Eropa, Kalapa diperebutkan selang kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Yang belakang sekalinya Belanda sukses menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama pelabuhan Kalapa dan kawasan agaknya. Tetapi pada awal tahun 1970-an, nama lawas Kalapa pulang dipakai menjadi nama resmi pelabuhan tua ini dalam bangun-bangun "Sunda Kelapa".

Masa Hindu-Buddha

Menurut penulis Portugis Tomé Pires, Kalapa yaitu pelabuhan terbesar di Jawa Barat, beda daripada Sunda (Banten), Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk yang juga dimiliki Pajajaran.[1] Sunda Kelapa yang dalam teks ini dinamakan Kalapa diasumsikan pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang dinamakan dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti kota) dalam tempo dua hari.[2]

Pelabuhan ini telah dipakai sejak abad Tarumanagara dan diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5 dan saat itu dinamakan Sundapura. Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal menjadi pelabuhan lada yang sibuk milik Kerajaan Sunda, yang memiliki ibukota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran yang saat ini menjadi Kota Bogor. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.

Masa Islam dan awal kolonialisme Barat

Pada yang belakang sekali abad ke-15 dan awal abad ke-16, para penjelajah Eropa mulai berlayar mengunjungi sudut-sudut lingkungan kehidupan. Bangsa Portugis berlayar ke Asia dan pada tahun 1511, mereka bahkan dapat merebut kota pelabuhan Malaka, di Semenanjung Malaka. Malaka menjadi basis untuk penjelajahan lebih lanjut di Asia Tenggara dan Asia Timur.

Tome Pires, salah seorang penjelajah Portugis, mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa selang tahun 1512 dan 1515. Ia menggambarkan bahwa pelabuhan Sunda Kelapa ramai disinggahi pedagang-pedagang dan pelaut dari luar seperti dari Sumatra, Malaka, Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura. Menurut laporan tersebut, di Sunda Kelapa banyak diperdagangkan lada, beras, asam, binatang potong, emas, sayuran serta buah-buahan.

Laporan Portugis menjelaskan bahwa Sunda Kelapa terbujur sepanjang satu atau dua kilometer di atas potongan-potongan tanah sempit yang dibersihkan di kedua tepi sungai Ciliwung. Tempat ini ada di akrab muaranya yang terletak di teluk yang terlindung oleh beberapa buah pulau. Sungainya memungkinkan untuk dimasuki 10 kapal dagang yang masing-masing memiliki kapasitas agak 100 ton. Kapal-kapal tersebut umumnya dimiliki oleh orang-orang Melayu, Jepang dan Tionghoa. Di samping itu ada pula kapal-kapal dari kawasan yang sekarang dinamakan Indonesia Timur. Tidak selamanya itu kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang memiliki kapasitas muat selang 500 - 1.000 ton wajib berlabuh di depan pantai. Tome Pires juga menerangkan bahwa barang-barang komoditas dagang Sunda diangkut dengan lanchara, yaitu semacam kapal yang muatannya sampai kurang lebih 150 ton.[3]

Kemudian pada tahun 1522 Gubernur Alfonso d'Albuquerque yang bermarkas di Malaka mengutus Henrique Leme untuk menghadiri undangan raja Sunda untuk membangun benteng keamanan di Sunda Kalapa untuk melawan orang-orang Cirebon yang bersifat ekspansif. Tidak selamanya itu kerajaan Demak sudah menjadi pusat daya politik Islam. Orang-orang Muslim ini pada awal mulanya yaitu pendatang dari Jawa dan adalah orang-orang Jawa keturunan Arab.

Maka pada tanggal 21 Agustus 1522 dibuatlah suatu akad yang menyebutkan bahwa orang Portugis hendak membikin loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa, sedangkan Sunda Kelapa hendak menanggapi barang-barang yang diperlukan. Raja Sunda hendak memberikan kepada orang-orang Portugis 1.000 keranjang lada menjadi tanda perkenalan. Sebuah batu peringatan atau padraõ dibuat untuk memperingati peristiwa itu. Padrao dimaksud dinamakan menjadi layang salaka domas dalam cerita rakya Sunda Mundinglaya Dikusumah. Padraõ itu ditemukan pulang pada tahun 1918 di sudut Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan Nelayan Timur) di Jakarta.

Kerajaan Demak menganggap akad perkenalan Sunda-Portugal tersebut menjadi sebuah provokasi dan suatu ancaman untuknya. Lantas Demak menugaskan Fatahillah untuk mengusir Portugis sekaligus merebut kota ini. Maka pada tanggal 22 Juni 1527, pasukan gabungan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) merebut Sunda Kelapa. Tragedi tanggal 22 Juni inilah yang hingga kini selalu dirayakan menjadi hari jadi kota Jakarta. Sejak saat itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. Nama ini biasanya diartikan menjadi kota kemenangan atau kota kejayaan, tetapi sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah akhlak atau usaha" dari bahasa Sanskerta, jayakṛta (Dewanagari जयकृत).[4]

Masa kolonialisme Belanda

Kekuasaan Demak di Jayakarta tidak berlaku lama. Pada yang belakang sekali abad ke-16, bangsa Belanda mulai menjelajahi lingkungan kehidupan dan berusaha menemukan jalan ke timur. Mereka menugaskan Cornelis de Houtman untuk berlayar ke kawasan yang sekarang dinamakan Indonesia. Eskspedisinya walaupun biayanya tinggi diasumsikan sukses dan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) didirikan. Dalam berusaha menemukan rempah-rempah di Asia Tenggara, mereka memerlukan basis pula. Maka dalam peningkatan selanjutnya pada tanggal 30 Mei 1619, Jayakarta diduduki Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen yang sekaligus memusnahkannya. Di atas puing-puing Jayakarta didirikan sebuah kota baru. J.P. Coen pada awal mulanya mau menamai kota ini Nieuw Hoorn (Hoorn Baru), berdasarkan kota asalnya Hoorn di Belanda, tetapi yang belakang sekalinya dipilih nama Batavia. Nama ini yaitu nama sebuah suku Keltik yang ada waktu untuk tinggal di wilayah negeri Belanda dewasa ini pada abad Romawi.

Menurut catatan sejarah, pelabuhan Sunda Kelapa pada masa awal ini didirikan dengan kanal sepanjang 810 meter. Pada tahun 1817, pemerintah Belanda memperbesarnya menjadi 1.825 meter. Setelah abad kemerdekaan, dilaksanakan rehabilitasi sehingga pelabuhan ini memiliki kanal sepanjang 3.250 meter yang dapat menampung 70 perahu layar dengan sistem susun sirih.

Abad ke-19

Agak tahun 1859, Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa ketika belumnya. Dampak pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di akrab pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut wajib diangkut dengan perahu-perahu. Kota Batavia saat itu sebenarnya baru saja merasai percepatan dan sentuhan modern (modernisasi), jangankan sejak disingkapnya Terusan Suez pada 1869 yang mempersingkat jarak tempuh berkat kemampuan kapal-kapal uap yang lebih laju memperkembangkan arus pelayaran antar samudera. Beda daripada itu Batavia juga bersaing dengan Singapura bangunan Raffles agak tahun 1819.

Maka dibangunlah pelabuhan samudera Tanjung Priok, yang jaraknya agak 15 km ke timur dari Sunda Kelapa untuk mengalihkannya. Hampir bersamaan dengan itu didirikan jalan kereta api pertama (1873) selang Batavia - Buitenzorg (Bogor). Empat tahun ketika belumnya (1869) timbul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di proses mulutnya.

Beda daripada itu pada pertengahan abad ke-19 seluruh kawasan agak Menara Syahbandar yang ditinggali para elit Belanda dan Eropa menjadi tidak sehat. Dan segera sesudah wilayah agak Batavia tidak terikat dari ancaman binatang buas dan gerombolan budak pelarian, banyak orang Sunda Kalapa berpindah ke wilayah selatan.

Abad ke-20

Pada masa pendudukan oleh bala tentara Dai Nippon yang mulai pada tahun 1942, Batavia diubah namanya menjadi Jakarta. Setelah bala tentara Dai Nippon keluar pada tahun 1945, nama ini tetap dipakai oleh Belanda yang mau menguasai pulang Indonesia. Kemudian pada masa Orde Baru, nama Sunda Kelapa dipakai pulang. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.D.IV a.4/3/74 tanggal 6 Maret 1974, nama Sunda Kelapa dipakai lagi dengan kegiatan resmi menjadi nama pelabuhan. Pelabuhan ini juga biasa dinamakan Pasar Ikan karena di situ terdapat pasar ikan yang besar.

Sunda Kelapa dewasa ini

Sunda Kelapa masa kini
Menara pengawas Sunda Kelapa

Pada saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan menjadi kawasan wisata karena nilai sejarahnya yang tinggi. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa yaitu salah satu pelabuhan yang dikelola oleh PT Pelindo II yang tidak disertifikasi International Ship and Port Security karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk kapal antar pulau.

Saat ini pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 hektar serta luas perairan kolam 16.470 hektar, terdiri atas dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 meter dan luas kolam agak 1.200 meter yang mampu menampung 70 perahu layar motor. Pelabuhan Kalibaru panjangnya 750 meter lebih dengan luas daratan 343.399 meter persegi, luas kolam 42.128,74 meter persegi, dan mampu menampung agak 65 kapal antar pulau dan memiliki lapangan penumpukan barang seluas 31.131 meter persegi.

Dari bidang ekonomi, pelabuhan ini sangat strategis karena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan sebagainyanya. Menjadi pelabuhan antar pulau Sunda Kelapa ramai dikunjungi kapal-kapal ada ukuran 175 BRT. Barang-barang yang diangkut di pelabuhan ini beda daripada barang kelontong yaitu sembako serta tekstil. Untuk pengembangan di luar pulau Jawa, dari Sunda Kelapa juga diangkut bahan kontruksi seperti besi beton dan menjadinya. Pelabuhan ini juga adalah tujuan pembongkaran bahan kontruksi dari luar Jawa seperti kayu gergajian, rotan, kaoliang, kopra, dan beda menjadinya. Bongkar muat barang di pelabuhan ini baru saja menggunakan kegiatan tradisional. Di pelabuhan ini juga tersedia fasilitas gudang penimbunan, baik gudang biasa maupun gudang api.

Dari bidang sejarah, pelabuhan ini pun adalah salah satu tujuan wisata untuk DKI. Tidak jauh dari pelabuhan ini terdapat Museum Bahari yang menampilkan lingkungan kehidupan kemaritiman Indonesia masa silam serta peninggalan sejarah kolonial Belanda masa kemudian.

Di sebelah selatan pelabuhan ini terdapat pula Galangan Kapal VOC dan gedung-gedung VOC yang telah direnovasi. Beda daripada itu pelabuhan ini direncanakan hendak mengalami reklamasi pantai untuk pengembangan terminal multifungsi Ancol Timur sebesar 500 hektar.

Catatan kaki

  1. ^ Supratikno Rahardjo et al (1996:21)
  2. ^ (ibidem 1996:23)
  3. ^ Supratikno Rahardjo (1996:26).
  4. ^ Berdasarkan Gonda (1951:348) yang mengutip Hoessein Djajadiningrat.

Rujukan

  • (Inggris) Jan Gonda, 1951, Sanskrit in Indonesia.
  • (Indonesia) Adolf Heuken SJ dan Grace Pamungkas, 2000, Galangan Kapal Batavia selama tiga abad. Jakarta:Cipta Loka Caraka/Sunda Kelapa Lestari
  • (Indonesia) Supratikno Rahardjo et al., 1996, Sunda Kelapa menjadi Bandar di Jalur Sutra. Laporan Riset. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
  • (Indonesia) Thomas B. Ataladjar dan Sudiyono, 1991, 'Sunda Kelapa' di Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Cipta Adi Pustaka

Pranala luar

  • (Indonesia) Portal Berita dan Informasi Jakarta Utara
  • (Indonesia) Menyusuri Kota Tua Jakarta, Akal Rakyat
  • (Indonesia) Pelabuhan Sunda Kelapa yang Terabaikan


Asal :
m.andrafarm.com, pasar.kuliah-karyawan.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dsb.




Tags / tagged: collection of free, studies, sunda, kelapa, sunda kelapa, merupakan nama, dari, jakarta sebelum tahun, india selatan, timur, tengah sudah berlabuh, pelabuhan, sedangkan sunda kelapa, akan menerima, barang, 19 sekitar tahun, 1859 sunda, kalapa, sudah tidak seramai, masa, collection, of, free studies mampu, menampung 70, perahu, layar motor pelabuhan
eduNitas.com
Toll-free service
0800 1234 000
 Businessman School
 Book Encyclopedia
 Master S2 Class Program
 Waivers Cost Study Application
 Afternoon / Evening Course
 Download Brochures

 Online Registration
 Diverse Discussions
 Online Tuition Programs in the Best 168 PTS
 Computer Science Guide
 Free Tuition Program
 Job Fairs
Selected Content
 ✰ Antarctica
 ✰ Chemistry
 ✰ History of Indonesia
 ✰ Language
 ✰ Narnia
 ✰ Parts of the World
 ✰ Politics
 ✰ Rengat
 ✰ Sawahlunto
 ✰ Sierra Leone
 ✰ Spain
Site
Extension Lecture Program (Online Lectures)
STIT Al-Hikmah Lampung
Online Registration
Profile
New Student Admission
Study Program
Career Prospects
List Scholarship Recipients
Website Network (Web List)
STIT Al-Hikmah Lampung

Main Websites
 Many Kinds Adverts
 Prayer Times
 Al Quran Online
 Psychotest Practice


Sunda Kelapa   ✰   Collection of Free Studies
_