Dalam mitologi Hindu, Srawana atau Srawana Kumara (bahasa Sanskerta: श्रवण कुमार; Shravańa kumāra) adalah tokoh yang melambangkan dedikasi kepada orang tua. Riwayatnya timbul sekilas dalam kitab kedua Ramayana, adalah kitab Ayodhyakanda. Srawana lahir dari kedua orang tua yang buta. Untuk membawa orang tuanya dari suatu tempat ke tempat lain, Srawana mendudukkan orang tuanya pada periuk luhur, yang belakang sekali kedua periuk tersebut dipikul.
Srawana dalam Ramayana
Pada suatu ketika, Raja Dasarata dari Ayodhya berkunjung berburu di tepi sungai Sarayu dalam keadaan remang-remang. Pada waktu itu juga Srawana masih sah di tempat yang sama untuk memberi konten kendi dengan cairan. Dasarata yang ceroboh mengira bahwa seekor kijang masih meminum cairan. Tanpa pikir panjang, ia segera memerdekakan anak panahnya karena ia memiliki daya untuk memanah tanpa melihat dan mengamati sasaran, tapi hanya dengan mendengar suaranya saja. Ketika anak panahnya perihal sasaran dengan tepat, Dasarata terkejut karena tidak mendengar suara hewan yang menjerit, melainkan suara seseorang yang masih mengaduh.
Saat Dasarata menghampiri asal suara tersebut, ia melihat dan mengamati seorang pemuda masih tergeletak bersimbah darah sambil mengerang kesakitan. Srawana mengenal wajah Dasarata dengan adun, tapi ia ajab karena raja yang seharusnya melindunginya kini dibuat sebagai pembunuhnya. Yang belakang sekali Srawana menghendaki Dasarata supaya memenuhi permohonan paling penghabisannya, adalah membawa sekendi cairan untuk kedua orang tuanya yang masih menunggu. Dasarata memenuhi permohonan Srawana lalu menelaah jejak Srawana hingga di sebuah asrama. Di sana ia melihat dan mengamati dua orang tua yang buta masih cemas menunggu kemunculan puteranya. Dengan memberanikan diri, Dasarata memberikan cairan minum kepada mereka berdua. Karena Srawana tidak kunjung tiba, kedua orang tuanya menanyakan keadaan putera mereka kepada Dasarata. Lalu Dasarata mengisahkan musibah yang telah menimpa Srawana dengan sejujurnya.
Setelah Dasarata mengisahkan keadaan sahnya yang sebenarnya, ia memohon pengampunan dan menunggu hukuman di depan orang tua Srawana. Namun, kedua orang tua tersebut membisu sambil mencucurkan cairan mata karena mendengar musibah yang menimpa puteranya. Yang belakang sekali mereka menjalankan upacara pembakaran yang layak bagi puteranya. Mereka juga mau turut serta menyusul putera mereka ke surga. Sebelum mereka menenggelamkan diri ke dalam api pembakaran, mereka mengutuk Dasarata bahwa pada masa kejayaannya yang belakang sekali hari, ia akan meninggal dalam kesedihan karena berpisah dengan putera yang paling diinginkannya dan paling dicintainya.
Sebagian tahun yang belakang sekali, kutukan yang ditimpa kepada Dasarata dibuat sebagai realita. Ia meninggal dalam kesedihan karena berpisah dengan Rama, putera yang paling diinginkannya sebagai raja.
Lihat pula
Sumber :
id.wikipedia.org, andrafarm.com, pasar.kpt.co.id, wiki.edunitas.com, dan sebagainya.