Schapelle Corby

Schapelle Leigh Corby (lahir 10 Juli 1977) merupakan seorang mantan pelajar sekolah kecantikan dari Brisbane, Australia yang ditangkap membawa obat terlarang di dalam tasnya di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Indonesia pada 8 Oktober 2004.

Dalam tas Corby ditemukan 4,2 kg ganja, yang menurut Corby, bukan kepunyaannya. Ia mengaku tidak mengenali demikianlah keadaanya ganja dalam tasnya ketika belum tas tersebut dibentangkan oleh petugas bea cukai di Bali, tetapi pernyataan ini ditentang oleh petugas bea cukai yang menyebutkan bahwa Corby mencoba menghalangi mereka saat akan memeriksa tasnya.

Bapak kandung Schapelle Corby, Michael Corby, ketika belumnya sudah melewati tertangkap basah membawa ganja pada awal tahun 1970-an.

Corby ditemukan melakukan kesalahan atas tuduhan yang diajukan terhadapnya dan divonis hukuman penjara semasa 20 tahun pada 27 Mei 2005. Selain itu, ia juga didenda sebesar Rp.100 juta. Pada 20 Juli 2005, Pengadilan Negeri Denpasar kembali membuka persidangan dalam tingkat banding dengan menghadirkan beberapa saksi baru. Akhir pada 12 Oktober 2005, setelah melewati banding, hukuman Corby diturunkan lima tahun dibuat sebagai 15 tahun. Pada 12 Januari 2006, melewati putusan kasasi, MA memvonis Corby kembali dibuat sebagai 20 tahun penjara, dengan dasar bahwa narkotika yang diselundupkan Corby tergolong kelas I yang berbahaya.

Kronologi peristiwa

  • 8 Oktober 2004: Schapelle Corby bebas landas dari Brisbane International Airport, Brisbane, Australia dengan pesawat Qantas QF501, akhir transit di Sydney, meningkat pesawat Australian Airlines AO7829 mengarah Denpasar, dan mendarat di Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Setelah mendarat di Denpasar, Corby ditahan karena petugas bea cukai Bandara Ngurah Rai mendapatkan ganja seberat 4,2 kg dalam tas kepunyaan Corby.
  • ? - 2005: Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Perth, Australia menyambut surat ancaman pembunuhan yang ditemani sebutir peluru.
  • 27 Mei 2005: Corby ditetapkan wajib melewati hukuman penjara 20 tahun serta ditambah denda sebesar Rp 100.000.000, karena melanggar pasal 82, ayat 1a, UU nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Sidang putusannya disiarkan langsung di dua stasiun televisi di Australia.
  • 1 Juni 2005: Sebuah amplop berisikan abuk putih, yang dikirimkan dari negara anggota Victoria, Australia, tetapi akhir-akhirnya dinyatakan tidak berbahaya, dikirimkan ke Kedutaan Akbar Republik Indonesia (KBRI) di Canberra, Australia, sehingga mengakibatkan seisi gedung kedutaan wajib dikosongkan dan kedutaan ditutup semasa beberapa hari. Perdana Menteri Australia, John Howard, segera mengharapkan maaf kepada pemerintah Indonesia dan menyebutkan akan segera mengusut kasus tersebut serta mencari siapakah pelakunya.
  • 3 Juni 2005: Sebuah paket berisikan abuk mencurigakan, yang akhir-akhirnya dinyatakan tidak berbahaya, dikirimkan ke Gedung Parlemen Australia dan dialamatkan ke Menlu Australia, Alexander Downer. Paket tersebut ditemukan dalam pemeriksaan rutin. Dampak insiden ini, tempat reaksi barang di Gedung Parlemen ditutup untuk selama waktu.
  • 3 Juni 2005: Sebuah surat berbau menyengat dikirimkan ke Pengadilan Negeri Denpasar. Akibatnya, Kepala Pengadilan Negeri Denpasar, Nengah Suryadi, yang menyambut surat tersebut, mengaku merasa pusing-pusing. Setelah diperiksa lebih lanjut oleh Laboratorium Forensik (Labfor) Polri Denpasar, tidak ditemukan zat beracun dalam surat tersebut.
  • 7 Juni 2005: Lagi, sebuah amplop berisikan abuk putih, yang diperkirakan juga dikirimkan dari negara anggota Victoria, Australia, tetapi diperkirakan tidak berbahaya, dikirimkan ke KBRI. Dampak insiden ini, KBRI ditutup untuk selama sampai waktu yang belum dipastikan.
  • 9 Juni 2005: Paket-paket mencurigakan kembali dikirimkan ke kedutaan-kedutaan akbar di Australia. Kali ini, Kedutaan Akbar Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Korea Selatan di Australia dikirimi paket-paket mencurigakan. Selain itu, Gedung Parlemen Australia juga kembali dikirimi bungkusan mencurigakan. Dampak kejadian ini, sebagian gedung kedutaan-kedutaan tersebut dan sebagian Gedung Parlemen Australia ditutup untuk umum.
  • 12 Oktober 2005: Hasil banding di pengadilan menjadikan berkurang jumlah hukuman dibuat sebagai 15 tahun.
  • 12 Januari 2006: Hasil kasasi di MA memulangkan hukuman dibuat sebagai 20 tahun.

Ulasan rakyat Australia

Kasus Corby menarik perhatian yang akbar di Australia dampak liputan media yang lebar. Jumlah dari masyarakat Australia yang bersimpati dengan Corby yang digambarkan oleh media di sana sebagai orang yang "sial", karena kopernya diisi ganja oleh orang lain. Beberapa orang bahkan sampai mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan memboikot Bali dan menyarankan supaya masyarakat Australia tidak berkunjung ke sana.

Selain itu, aci pula yang meragukan kemampuan sistem pengadilan di Indonesia yang lain dari Australia. Di Indonesia, terdakwa wajib membuktikan bahwa ia tidak melakukan kesalahan padahal di Australia, pihak penuntutlah yang wajib membuktikan bahwa terdakwa melakukan kesalahan. Sistem Indonesia ini merupakan warisan dari zaman Belanda dan karena itu, diasumsikan "ketinggalan zaman" dan "tidak adil".

Aci pula yang menganggap bahwa ganja hanyalah tumbuhan dan karena efek merusaknya pun lebih rendah, seharusnya tidak digolongkan bersama dengan psikotropika tingkat I lainnya, seperti heroin, dan lainnya. Bahkan di beberapa negara lain, ganja sudah dilegalkan walaupun dengan aturan yang dekat.

Meskipun begitu, aci juga masyarakat Australia yang mendukung supaya Corby dihukum. Mereka berpendapat bahwa hal tersebut perlu dimainkan supaya dibuat sebagai teguran memperingatkan bagi masyarakat sana yang bermaksud menyelundupkan obat-obatan terlarang ke luar negeri.

Ulasan rakyat Indonesia

Banyakan rakyat Indonesia dingin-dingin saja dalam menanggapi kasus ini. Kalaupun aci protes, banyakan dibuat sebagai di media-media massa dalam bentuk (artikel) protes, di mana para tokoh mengecam keras gerakan teror terhadap KBRI di Australia, selain juga mengecam pandangan ekstrem minoritas masyarakat Australia tersebut (atau masyarakat Australia sendiri). Selain itu, aci juga beberapa tokoh yang menyarankan Pemerintah Indonesia untuk meneguhkan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Australia.

Selain kecaman di media, aci juga yang menjalankan tingkah laku yang dibuat unjuk rasa secara damai, misalnya menuntut dihukum matinya Corby, menuntut pemutusan hubungan diplomatik dengan Australia, dll-nya. Selain hal-hal di atas, tidak aci tingkah laku yang dibuat anarkis dan teror terhadap aset Australia di Indonesia.

Selain itu, beberapa pakar hukum Indonesia seperti Indriyanto Seno Adji, Guru Akbar Pengetahuan Hukum Universitas Indonesia, dalam opininya di Kompas mempertanyakan pendekatan hukum atas kasus ini. Menurutnya, pembuktiannya tidaklah sekadar memiliki atau menempati ganja/marijuana tersebut, tetapi bagaimana dan dengan prosedur apa marijuana itu bisa aci dalam penguasaan Corby sebagai alas bukti aci tidaknya unsur tanpa hak dan memerangi hukum. Artinya, sekiranya tidak aci bukti tentang bagaimana dan dengan prosedur apa marijuana itu aci dalam penguasaan Corby, tidaklah aci kesalahan dan memerangi hukum pada diri Corby. Inilah pendekatan nasihat dualistis yang menghendaki demikianlah keadaanya kebenaran materil dengan mempertanyakan bisa tidaknya seseorang dipertanggungjawabkan secara pidana. [1]

Pranala luar



Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), pasar.ggkarir.com, wiki.edunitas.com, dll-nya.