Ibrahim

Abraham (Ibrahim)
alayhi s-salām (عليه السلام)
Ibrahim (Abraham)1.png
Kaligrafi bertuliskan Ibrahim dalam bahasa Arab.
Nama asliIbrāhīm - إبراهيم
Lahirkr. 2510 Sebelum Hijriyah
Ur, Iraq
Wafatkr. 2329 Sebelum Hijriyah (kira-kira usia 175)
Hebron, Tepi Barat
Sebab wafatUsia tua
Tempat peristirahatanMasjid Ibrahim
AgamaIslam
PasanganHajar
Sarah
AnakIsmail (Ishmael)
Ishaq (Issac)

Ibrahim (bahasa Arab: إبراهيم ) (sekitar 1997-1822 SM) adalah nabi dalam agama Samawi. Dia mendapat gelar dari Allah dengan gelar Khalil Allah (Sahabat Allah). Selain itu dia bersama anaknya, Ismail terkenal menjadi pengasas Kaabah. Dia dinaikkan menjadi nabi sekitar pada tahun 1900 SM, diutus untuk kaum Kaldān yang terletak di kota Ur, negeri yang dinamakan kini menjadi Iraq. Ibrahim diasumsikan menjadi salah satu nabi Ulul azmi.

Etimologi

Dalam buku yang berjudul "Muhammad Sang Nabi" - Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, karya Omar Hashem, dituturkan bahwa nama Ibrahim berasal dari dua suku kata, yaitu ib/ab (إب) dan rahim (راهيم). Bila disatukan maka nama itu memiliki arti "ayah yang pemurah."[1]

Genealogi

Ibrahim bin Aazar (Tarikh) bin Nahur bin Sarugh bin Ra'u bin Faligh bin Abir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Sam bin Nuh. Dia dilahirkan di sebuah tempat bernama Faddam, A'ram, yang terletak di dalam kawasan kerajaan Babilonia. Kemudian dia memiliki 2 orang putra yang dikemudian hari menjadi seorang nabi pula, yaitu Ismail dan Ishaq, sedangkan Yaqub yaitu cucu dari Ibrahim.

Menurut Al-Hafidz ibnu Asakir ibunya bernama Amilah dalam kitab at-Tarikh dari Ishaq bin Basyar al-Kahiliy, penulis kitab al-Mubtadi'. Sedangkan al-Kalbiy bercakap, ibunya bernama Buna binti Karbina bin Kartsi yang berasal dari Bani Arfakhsyad bin Sam bin Nuh.

Ibnu Asakir meriwayatkan semakin dari satu jalur dari Ikrimah, bahwasanya dia berkata: "Ibrahim dijuluki dengan gelar Debu adh-Dhaifan."

Ketika ayah Ibrahim, Tarikh berusia enam puluh lima tahun, maka lahirlah Ibrahim, Nahur dan Haran. Haran memiliki anak Luth yang telah wafat ketika ayahnya masih hidup.

Para istri Ibrahim

Ketika Sarah ditawan Fir’aun untuk menjadi selir, Allah memberikan bantuan kepada Sarah sehingga Fir’aun merasa takut, dan gagal menjadikan Sarah menjadi selirnya. Karena gagal menjadikan Sarah menjadi selir, Fir’aun ingin menjadikan Sarah menjadi budak Hajar. Namun, pada pengahabisannya Hajar pun dihadiahkan kepada Ibrahim setelah sebelumnya Sarah diserahkan kepadanya. Menurut kitab Qishashul Anbiya karya Ibnu Katsir, Hajar yaitu seorang putri bangsa Mesir.

Para istri Ibrahim dan keturunannya yaitu menjadi berikut:

  • Sarah binti Terah: Ishaq
  • Hajar al-Qibthiyah al-Mishtiyah: Ismail
  • Qanthura binti Yaqthan al-Kan'aniyah:
    Zamran, Yaqsyan, Madan, Madyan, Syiyaq dan Syuh.
    Pendapat lain menyebutkan keturunannya bernama, Madyan, Zamran, Saraj, Yaqsyan, Nusyuq dan yang keenam belum tidak kekurangan waktu untuk diberi nama.[2]
  • Hajun binti Amin:
    Kisan, Suraj, Amin, Lathan dan Nafis.

Mukjizat

Melihat burung dibuat hidup kembali

Ibrahim yang sudah bertekad ingin memerangi kesyirikan dan penyembahan berhala yang berlaku di dalam kaumnya ingin mempertebal iman dan keyakinannya semakin dahulu, untuk menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin mangganggu pikirannya dengan memohon kepada Allah supaya dipandukan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.

"...dan (ingatlah) ketika Ibrahim bercakap, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab, "Saya telah mempercayakannya, hendak tetapi supaya hatiku tetap mantap." Allah berfirman, "Ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu anggota dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Al-Baqarah 2:260

Pasir berubah menjadi makanan

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Mu’ammar dari Zaid bin Aslam bahwasanya Namrudz memiliki beragam makanan, orang-orang berduyun-duyun untuk mendapatkan persediaan makanan, termasuk Ibrahim datang untuk mendapatkannya. Sebelumnya Ibrahim sudah menjalani bertemu dengan Namrudz sehingga terjadi perdebatan. Ibrahim tidak diberi bahan makanan, dia keluar tanpa mendapatkan makanan sedikitpun. Ketika telah akrab dengan rumahnya, Ibrahim mendekati gundukan pasir dan memenuhi kedua kantungnya dengan pasir tersebut seraya berkata: “Bila saya telah sampai kepada keluargaku, maka saya hendak menyibukkan keluarga (dengan pasir ini).”

Ketika sampai dirumah dan bertemu dengan keluarganya, Ibrahim kemudian meletakan bawaannya, lalu berbaring dan tidur. Selanjutnya istrinya, Sarah berdiri dan melihat kedua kantung yang dibawa suaminya, ternyata keduanya memuat bahan makanan. Maka dia segera memasaknya dan menyajikannya menjadi makanan.[3]

Diselamatkan ketika dibakar

Beberapa ulama Salaf menyebutkan bahwa ketika Jibril membuat menjadi dapat dilihat dirinya kepada Ibrahim di udara, dia berdialog kepada Ibrahim apakah Ibrahim memerlukan bantuan, kemudian Ibrahim menjawab tidak perlu bantuan.[4]

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair mengisahkan bahwa, Malaikat Ar-Ra'd (malaikat pengatur awan dan hujan) menyebutkan, "Kapan saja saya diperintah, maka saya hendak menurunkan hujan, tetapi firman Allah semakin cepat,

"Kami berfirman, "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim."

Al-Anbiya' 21:69

Menurut Ka'ab al-Ahbar menyebutkan, "Saat itu seluruh masyarakat bumi tidak dapat menyatakan api, sedangkan Ibrahim tidak terbakar sedikitpun selain tali yang mengikat dirinya."

Ad-Dhahak menyebutkan, "Diriwayatkan bahwa Jibril mengusap keringat Ibrahim dari wajahnya dan tidak tidak kekurangan yang tersentuh api kecuali keringatnya."

As-Suddiy menyebutkan, "Saat itu Ibrahim didampingi oleh Malaikat Azh-Zhil (malaikat pemberi naungan), sehingga saat itu Ibrahim yang tidak kekurangan di kobaran api, sebenarnya dia tidak kekurangan di taman hijau. Orang-orang melihatnya dan tidak mampu mencapai padanya dan dia pun tidak keluar untuk menemui mereka."

Ketika Ibrahim dilemparkan kedalam kobaran api akbar semua hewan dimuka bumi berupaya memadamkan api tersebut, kecuali tokek yang berupaya membikin api semakin akbar.[5]

Biografi

Pada 2.295 SM. Kerajaan Babilon waktu itu diperintah oleh seorang raja yang bengis dan mempunyai kekuasaan yang absolut dan zalim, dia bernama Namrudz bin Kan'aan. Karena raja itu mendapat petanda bahwa hendak tidak kekurangan seorang bayi yang lahir disana dan bayi ini hendak tumbuh kemudian menentangnya. Sela sifat insan yang hendak menentangnya ini ialah dia hendak membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan hendak menjadi pembasmi batu berhala. Insan ini juga hendak menjadi penyebab Namrudz mati dengan cara yang dahsyat. Oleh itu Namrudz telah memerintahkan prajuritnya untuk membunuh semua bayi yang dilahirkan di tempat ini, manakala golongan lelaki dan wanita pula telah dipisahkan sementara setahun.

Walaupun tidak kekurangan dalam keadaan cemas, kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar telah berisi tetapi tidak menuding tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia terasa seperti telah tiba waktunya untuk melahirkan anak dan sedar sekiranya diketahui Namrudz yang zalim pasti dia serta anaknya hendak dibunuh. Dalam ketakutan, ibu Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah gua yang bersebelahan. Selepas itu, dia memberi pokok batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu dan membiarkan bebasnya seorang diri. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya kembali ke gua tersebut dan terkejut melihat Ibrahim masih hidup. Sementara seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Sementara berusia 15 bulan tubuh Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibu bapaknya berani membawanya balik kerumah mereka.

Masa remaja

Sementara remajanya Ibrahim sering diperintah ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya, tetapi karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Allah kepadanya dia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek dia menawarkan patung-patung ayahnya kepada yang dipersiapkan menjadi pembeli dengan kata-kata: "Siapakah yang hendak melakukan pembelian patung-patung yang tidak berguna ini?"

Mencari Tuhan yang sebenarnya

Pada masa Ibrahim, banyakan rakyat di Mesopotamia sangat memuja-muja politeisme yaitu menyembah semakin dari satu Tuhan dan menganut paganisme. Dewa Bulan atau Sin adalah salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi adalah bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil Ibrahim sering melihat ayahnya membikin patung-patung tersebut, lalu dia berupaya mencari kebenaran agama yang dianuti oleh keluarganya itu.

Dalam alkitab (kitab kejadian) menceritakan tentang pengolahan mencarinya dengan kebenaran. Pada waktu malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu dia berkata: "Inikah Tuhanku?" Kemudian apabila bintang itu terbenam, dia bercakap pula: "Saya tidak suka kepada yang terbenam hilang". Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), dia berkata: "Inikah Tuhanku?" Maka setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: "Demi sesungguhnya, bila saya tidak diberikan ajaran oleh Tuhanku, nescaya menjadilah saya dari kaum yang sesat". Kemudian apabila dia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia: "Inikah Tuhanku? Ini semakin besar". Setelah matahari terbenam, dia bercakap pula: "Wahai kaumku, sesungguhnya saya berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu sekutukan (Allah dengannya)". Inilah daya logika yang dianugerahi kepada beliau dalam menyorongkan agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menyambut tuhan yang sebenarnya.

Berdakwah kepada ayahnya

Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir dengan sanad shahih dari Jarikh pada firman Allah, ketika Ibrahim bercakap pada ayahnya, Azar:

"...dan (ingatlah) di waktu Ibrahim bercakap kepada bapaknya, Azar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala menjadi tuhan-tuhan? Sesungguhnya saya melihat kamu dan kaum-mu dalam kesesatan yang nyata."

Al-An'am 6:74

Beberapa mufassirin berpendapat bahwa azar bukan ayahnya tetapi pamannya. Al-Qur'an hanya menjelaskan bahwa Ibrahim yaitu putra Aazar, ayah Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala, dia yaitu pembuat dan pedagang patung-patung yang diproduksi dan dipahatnya sendiri dan dariya orang melakukan pembelian patung-patung yang menjadi persembahan. Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus dia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dahulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu yaitu akhlak yang sesat dan bodoh. Dia merasakan bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya supaya meloloskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Dengan sikap yang sopan dan kesopanan yang adil dipandukan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus dia datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa dia diutuskan oleh Allah menjadi nabi dan rasul dan bahwa dia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Dia berdialog kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya sedangkan dia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna seberapa pun tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu yaitu semata-mata petuah setan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi. Dia berseru kepada ayahnya supaya merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang membuat manusia dan semua makhluk yang dibuat hidup memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala intinya kepada manusia.

Aazar menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Ibrahim yyang ditanggapinya menjadi dosa dan hal yang belum cukup adil bahwa puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk membiarkan bebas kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang dia naikkan. Dia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dikatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam makian tetapi seakan-akan tidak tidak kekurangan hubungan di sela mereka. Dia bercakap kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar: "Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan supaya saya mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku. Bila engkau tidak memberhentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Saya tidak sudi tinggal bersama denganmu di dalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum saya menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."

Ibrahim menyambut kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata: "Wahai ayahku! Semoga engkau selamat, saya hendak tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan hendak tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Disandarkan supaya saya tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku untukmu." Lalu keluarlah Ibrahim membiarkan bebas rumah ayahnya dalam keadaan duka karena gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kafir.

Menghancurkan berhala-berhala

Kegagalan Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya kerana dia menjadi putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya tidak kekurangan dalam jalan yang telah tersedia terangkat dari lembah kesesatan dan syirik tetapi dia mengingat bahwa hidayah itu yaitu di tangan Allah dan bagaimana pun dia ingin dengan sepenuh hatinya supaya ayahnya mendapat hidayah, bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah hasrat dan usahanya. Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak seberapa pun memengaruhi ketentuan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya bercakap- bicara dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anut dan petuah yang dia naikkan, dan ternyata bahwa apabila mereka sudah tidak berkemampuan menyorongkan dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikatakan oleh Ibrahim tentang kebenaran petuahnya dan kebathilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan yang usanglah yang mereka kemukakan yaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang bapak-bapak dan nenek moyang mereka lakukan sejak turun-temurun dan sesekali mereka tidak hendak meloloskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.

Ibrahim pada pengahabisannya merasa tidak berfaedah lagi untuk berargumen dan bermujadalah dengan kaumnya yang keras kepala dan yang tidak mahu menyambut keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikatakan oleh beliau dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahawa mereka tidak hendak menyimpang daripada cara persembahan nenek moyang mereka, walaupun telah Ibrahim menasihati mereka berkali-kali bahawa mereka dan bapak-bapak mereka malu dan tersesat mengikuti jejak syaitan. Ibrahim kemudian merancang hendak membuktikan kepada kaumnya dengan akhlak yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.

Yaitu sudah menjadi tradisi dan adat istiadat masyarakat kerajaan Babilonia bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap menjadi keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka, berkemah dengan membawa perbekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan main-main sambil membiarkan bebas kota-kota mereka kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua masyarakat supaya keluar membiarkan bebas rumah dan ikut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Ibrahim yang juga ikut diajak untuk ikut serta bertingkah laku yang dibuat berpura-pura sakit dan diizinkanlah dia tinggal di rumah apalagi mereka merasa khawatir bahwa penyakit Ibrahim yang akal-akal itu hendak menular dan menjalar di kalangan mereka bila dia ikut serta.

"Inilah dia kesempatan yang ku nantikan." kata hati Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari masyarakatnya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya dia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah dibiarkan bebas tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menuding kepada sesaji bunga-bunga dan makanan yang tidak kekurangan di setiap kaki patung bercakap Ibrahim, mengejek: "Mengapa kamu tidak makan makanan yang lezat yang disajikan bagi kamu ini? Jawablah saya dan berkata-katalah kamu." Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong dengan kapak yang tidak kekurangan di tangannya. Patung yang akbar dibiarkan bebasnya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Ibrahim itu.

Terperanjat dan terkejutlah para masyarakat, tatkala balik dari berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu kepada yang lain dengan nada ajab dan takjub: "Gerangan siapakah yang telah berani melakukan akhlak yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mereka ini?" Bercakap salah seorang di sela mereka:"Tidak kekurangan probabilitas bahwa orang yang selalu mempermainkan dan mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan akhlak yang berani ini." Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata:"Bahkan dialah yang pasti berbuat, karena dia yaitu satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kami semua tidak kekurangan di luar merayakan hari suci dan keramat itu." Selidik punya selidik, pengahabisannya terdapat ketentuan yang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang diasumsikan suatu kejadian atau penghinaan yang tidak dapat diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mereka. Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut supaya si pelaku dimohon bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, dimana seluruh rakyat masyarakat kota dapat ikut serta menyaksikannya.

Memang itulah yang disandarkan oleh Ibrahim supaya pengadilannya diterapkan secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat ikut menyaksikannya. Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mereka yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang dia naikkan, kalau di sela yang telah tersedia tidak kekurangan yang masih boleh disandarkan terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang dia ajarkan dan dakwahkan. Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang dipersiapkan bagi sidang pengadilan itu.

Ketika Ibrahim datang menghadap Namrudz yang hendak mengadili dia disambut oleh para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mereka. Ditanyalah Ibrahim oleh Namrud:"Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap dingin, Ibrahim menjawab:"Patung akbar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Coba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya." Namrudz pun terdiam sejenak. Kemudian beliau berkata:" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat berbicara dan bercakap mengapa engkau minta kami berdialog kepadanya?" Tibalah masanya yang memang dinantikan oleh Ibrahim, maka menjadi jawaban atas pertanyaan yang pengahabisan itu beliau berpidato membentangkan kebathilan persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya karena adat itu yaitu warisan nenek-moyang. Bercakap Ibrahim kepada Namrud itu:"Bila demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat bercakap, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa arti atau menyorongkan mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berfikir dengan pikiran yang sehat bahwa persembahan kamu yaitu akhlak yang malu yang hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang membuat kamu, membuat lingkungan kehidupan sekitar kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala inti dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu itu."

Setelah selesai Ibrahim menguraikan pidatonya itu, Namrudz menyatakan keputusan bahwa Ibrahim harus dibakar hidup-hidup menjadi ganjaran atas akhlaknya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang telah tersedia menyaksikan pengadilan itu:"Bakarlah dia dan belalah tuhan-tuhanmu, bila kamu benar-benar setia kepadanya."

Dibakar hidup-hidup

Keputusan mahkamah telah dijatuhkan. Ibrahim harus dihukum dengan membakar hidup-hidup dalam api yang akbar sebesar dosa yang telah diterapkan. Persiapan bagi upacara pembakaran yang hendak disaksikan oleh seluruh rakyat sedang dipersiapkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran dipersiapkan dan dipersiapkan pengumpulan kayu bakar dengan jumlahnya dimana tiap masyarakat secara gotong-royong harus mengambil anggota membawa kayu bakar sebanyak yang dia dapat menjadi tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mereka yang telah dihancurkan oleh Ibrahim.

Berduyun-duyunlah para masyarakat dari segala penjuru kota membawa kayu bakar menjadi sumbangan dan tanda bakti kepada tuhan mereka. Di sela terdapat para wanita yang hamil dan orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperoleh berkaharakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau melindungi yang hamil di saat dia bersalin. Setelah terkumpul kayu bakar di lapangan yang dipersiapkan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman atas diri Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan terbakar oleh panas yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Ibrahim dinaikkan ke atas sebuah kontruksi yang tinggi lalu dilemparkan dia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala.

Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat dia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Ibrahim tetap menuding sikap tenang dan tawakkal karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak hendak rela meloloskan hamba pesuruhnya menjadi makanan api dan korban keganasan orang-orang kafir musuh Allah, dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala dia tidak kekurangan dalam perut bukit api yang dahsyat itu dia merasa dingin berdasarkan dengan seruan Allah Penjaganya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak seberapa pun tersentuh oleh api, hal mana adalah suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Ibrahim, supaya dapat meneruskan penyampaian risalah yang diberi tugas kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.

Orang ramai tercengang dengan keajaiban ini dan mula mempersoalkan kepercayaan kepada Namrudz. Malah anak perempuan Namrud sendiri yaitu Puteri raja mulai mempercayai agama yang dibawa oleh beliau. Lalu Puteri itupun mengaku di hadapan khalayak ramai bahwa Tuhan Ibrahim yaitu Tuhan yang sebenarnya. Ini telah menaikkan kemarahan beliau yang mengarahkan tenteranya untuk membunuh puterinya itu. Puteri itupun menuju ke arah api yang akbar itu lalu bercakap "Tuhan Ibrahim selamatkanlah aku". Puteri raja pun ikut terselamat dari terbakar dan dalam api yang membara itu kerena dia mengucap kalimat syahadat. Tindakan durhaka puterinya menjadikan hati Raja Namrud semakin membara. Dalam keadaan sehat tanpa suatu apapun, puteri raja keluar dari api tersebut, beliau serta tenteranya telah mengejarnya kedalam hutan. Ini memberi peluang kepada Ibrahim serta adik tirinya Sarah, bapaknya Aazar serta anak saudaranya Nabi Luth untuk melarikan diri. Namrudz dan tenteranya puas mencari puteri raja tetapi puteri itu telah hilang. Selepas sekian lama, merekapun balik dan mendapati bahawa Ibrahim ikut bebas. Setelah peristiwa ini, Namrudz kian gelisah kerana rakyatnya mula hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh itu, beliau berjanji pula untuk membunuh Tuhan Ibrahim.

Mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada Ibrahim menjadi bukti nyata hendak kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian masyarakat terhadap persembahan dan patung-patung mereka dan terbuka mata hati jumlah daripada mereka untuk memikirkan kembali ajakan Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak belum cukup daripada mereka yang ingin mengatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, tetapi khawatir hendak mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin hendak menjadi hilang pikiran bila merasakan bahwa pengaruhnya telah berproses dan berubah ke pihak Ibrahim.

Referensi

  1. ^ "Muhammad Sang Nabi" - Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, karya Omar Hashem, Bab 1. Kondisi Geografis - Kafilah Nabi Ibrahim, Hal.9.
  2. ^ Kitab at-Ta'rif wa Al-I'lam karya Debu al-Qasim as-Suhailiy.
  3. ^ Kisah ini ditulis pada kitab "Qashash al-Anbiyaa" (Kisah Para Nabi dan Rasul), Kisah Nabi Ibrahim Al-Khalil, Perdebatan Ibrahim al-Khalil dengan Orang yang berupaya Merampas Izari al-Adhamah (Pakaian Keagungan) dan Rida’ al-Kibriya’ (Selendang Kesombongan) dari al-Adhim al-Jalil, hal. 204-205. Karya Ibnu Katsir, tahqiq hadits Syekh Al-Albani.
  4. ^ Kitab as-Silsilatu adh-Dhaifah.
  5. ^ Imam Ahmad bercakap, Afwan telah menceritakan kepada kami, Jarir telah menceritakan kepada kami, Sumamah, pelayan Debu Fakah bin al-Mughirah telah menceritakan kepadaku, dia berkata: "Saya sudah menjalani menemui Aisyah. Saya melihat tidak kekurangan sebuah tombak yang bersandar di dalam rumahnya, maka saya bertanya: "Wahai Ummul Mukminin, Apa yang engkau perbuat dengan tombak ini?" Aisyah menjawab: "Tombak ini untuk membunuh tokek-tokek, sebab rasulallah telah menyampaikan hadist kepada kami: "Ketika Ibrahim dilemparkan kedalam api, maka semua hewan dimuka bumi ini berupaya memadamkan api tersebut, kecuali tokek yang berupaya meniupnya. Maka rasulallah memerintahkan kepada kami untuk membunuhnya." Hadits riwayat Ibnu Majah dari Debu Bakar bin Abi Syaibah dari Yunus dari Muhammad dari Jarir bin Hazim.

Pranala luar

25 Nabi dan Rasul
Diistilahkan dalam Quran dan Hadits
Keterangan: Ulul Azmi


Sumber :
andrafarm.com, pasar.ggiklan.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dan sebagainya.