Bima (Mahabharata)

Bima
भीम
Relief Bima di Kuil Ganigitti, Hampi, India.
Relief Bima di Kuil Ganigitti, Hampi, India.
Tokoh Mahabharata
NamaBima
Ejaan Dewanagariभीम
Ejaan IASTBhīma
Nama lainWerkodara, Bimasena, Bayusuta, Bharatasena, Blawa
Kitab referensiMahabharata, Bhagawadgita, Purana
AsalKerajaan Kuru
KediamanHastinapura, kemudian pindah ke Indraprastha
KastaKesatria
ProfesiKesatria, juru masak (saat masa penyamaran)
DinastiCandra
KlanKuru
SenjataGada
AyahBayu (de facto),
Pandu (sah)
IbuKunti
IstriDropadi, Hidimbi, Walandara
AnakGatotkaca, Sutasoma, Sarwaga, Antareja, Antasena

Bima (Dewanagari: भीम,IASTBhīma, भीम) atau Bimasena (Dewanagari: भीमसेन,IASTBhīmaséna, भीमसेन) yaitu seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia yaitu putra Kunti, dan dikenal menjadi tokoh Pandawa yang kuat, bersifat selalu kasar dan menakutkan untuk musuh,[1] walaupun sebenarnya berhati lembut. Di selang Pandawa, dia telah tersedia di urutan kedua dari lima bersaudara. Saudara seayahnya ialah Hanoman, wanara terkenal dalam epos Ramayana. Mahabharata menceritakan bahwa Bima gugur di pegunungan bersama keempat saudaranya setelah Bharatayuddha kemudiannya. Cerita tersebut dikisahkan dalam jilid ke-18 Mahabharata yang berjudul Mahaprasthanikaparwa. Bima setia pada satu sikap, yaitu tidak suka berbasa-basi, tak sempat bersikap mendua, serta tidak sempat menjilat ludahnya sendiri.

Etimologi

Kata bhīma dalam bahasa Sanskerta berarti kurang lebih yaitu 'hebat', 'dahsyat', 'mengerikan'.[2] Nama lain Bima yaitu Wrekodara, dalam alih aksara bahasa Sanskerta dieja vṛkodhara, berarti ialah "perut serigala", dan merujuk ke kegemarannya makan.[3] Nama julukan yang lain yaitu Bhīmasena yang berarti panglima perang.

Kelahiran

Dalam wiracarita Mahabharata diceritakan bahwa Pandu tidak dapat membikin keturunan dampak kutukan dari seorang resi di hutan. Kunti (istri Pandu) berseru kepada Bayu, sang dewa angin. Dari hubungan Kunti dengan Bayu, lahirlah Bima. Atas anugerah dari Bayu, Bima dibuat menjadi orang yang paling kuat dan penuh dengan kasih sayang.

Masa muda

Bima kecil bergumul dengan para ular.

Pada masa kanak-kanak, kekuatan Bima tidak telah tersedia tandingannya di selang anak-anak sebayanya. Kekuatan tersebut kerap dipakai untuk menjahili para sepupunya, yaitu Korawa. Duryodana—salah satu Korawa—sangat benci dengan sikap Bima yang selalu jahil. Kebencian tersebut berkembang dibuat menjadi niat untuk membunuh Bima. Pada suatu hari ketika para Korawa serta Pandawa pergi bertamasya di daerah sungai Gangga, Duryodana menyuguhkan konsumsi dan minuman kepada Bima, yang ketika belumnya telah dicampur dengan racun. Karena Bima tidak curiga, ia menyantap konsumsi tersebut. Konsumsi tersebut membikin Bima jatuh pingsan, kemudian tubuhnya dibelit-belitkan kuat-kuat oleh Duryodana dengan menggunakan tanaman menjalar, setelah itu dihanyutkan ke sungai Gangga dengan rakit. Saat rakit yang membawa Bima sampai di tengah sungai, ular-ular yang hidup di sekitar sungai tersebut mematuk badan Bima. Secara keheranan, bisa ular tersebut berganti dibuat menjadi penangkal untuk racun yang dimakan Bima. Ketika sadar, Bima langsung melepaskan ikatan tanaman menjalar yang melilit tubuhnya, kemudian ia membunuh ular-ular yang menggigit badannya. Beberapa ular menyelamatkan diri untuk menjumpai rajanya, yaitu Antaboga (Naga Basuki). Saat Antaboga mendengar kabar bahwa putra Pandu yang bernama Bima telah membunuh anak buahnya, ia segera menyambut Bima dan memberinya minuman, yang semangkuknya memiliki kekuatan setara dengan sepuluh gajah.[4] Bima meminumnya tujuh mangkuk, sehingga tubuhnya dibuat menjadi sangat kuat, setara dengan tujuh puluh gajah. Bima tinggal di istana Naga Basuki sementara delapan hari, dan setelah itu ia pulang.

Pada usia remaja, Bima dan saudara-saudaranya dididik dan dilatih dalam bidang militer oleh Drona. Dalam mempelajari senjata, Bima lebih memusatkan perhatiannya untuk menguasai ilmu menggunakan gada, sebagaimana Duryodana. Mereka berdua dibuat menjadi murid Baladewa, yaitu saudara Kresna yang bijaksana dalam menggunakan senjata gada. Dibandingkan dengan Bima, Baladewa lebih menyayangi Duryodana, dan Duryodana juga setia kepada Baladewa.

Peristiwa di Waranawata

Ketika Bima beserta ibu dan saudara-saudaranya berlibur di Waranawata, ia dan Yudistira sadar bahwa rumah penginapan yang disediakan untuk mereka, telah dirancang untuk membunuh mereka serta ibu mereka. Pesuruh Duryodana, yaitu Purocana telah membangun rumah tersebut sedemikian rupa dengan bahan seperti lilin sehingga cepat terbakar. Bima hendak segera pergi, namun atas saran Yudistira mereka tinggal di sana sementara beberapa bulan.

Pada suatu malam, Dewi Kunti mengadakan pesta dan seorang wanita yang dekat dengan Purocana turut mempunyai di pesta itu bersama dengan kelima orang puteranya. Ketika Purocana beserta wanita dan kelima anaknya tersebut tertidur lelap karena konsumsi yang disuguhkan oleh Kunti, Bima segera menyuruh supaya ibu dan saudara-saudaranya melarikan diri dengan melewati terowongan yang telah dibuat ketika belumnya. Kemudian, Bima mulai membakar rumah lilin yang ditinggalkan mereka. Oleh karena ibu dan saudara-saudaranya mengalami rasa mengantuk dan lelah, Bima membawa mereka sekaligus dengan kekuatannya yang dahsyat. Kunti digendong di punggungnya, Nakula dan Sadewa telah tersedia di pahanya, sedangkan Yudistira dan Arjuna telah tersedia di lengannya.[5]

Ketika keluar dari ujung terowongan, Bima dan saudaranya tiba di sungai Gangga. Di sana mereka diantar menyeberangi sungai oleh pesuruh Widura, yaitu menteri Hastinapura yang mengkhwatirkan keadaan mereka. Setelah menyeberangi sungai Gangga, mereka melewati Sidawata sampai Hidimbawana. Dalam tingkah laku tersebut, Bima memikul semua saudaranya dan ibunya melewati jarak kurang lebih tujuh puluh dua mil.

Peristiwa di Hidimbawana

Di Hidimbawana, Bima bertemu dengan raksasa wanita bernama Hidimbi. Hidimbi menyamar dibuat menjadi wanita normal dan jatuh cinta kepada Bima. Hidimba (kakak Hidimbi) marah karena Hidimbi telah jatuh cinta dengan seseorang yang seharusnya dibuat menjadi santapan mereka. Kegiatan itu berujung pada perkelahian selang Bima dengan Hidimba. Bima memenangkan pertarungan dan sukses membunuh Hidimba. Kemudian Bima menikah dengan Hidimbi. Seorang putra yang diberi nama Gatotkaca lahir dari perkawinan mereka. Bima dan keluarganya tinggal sementara beberapa bulan bersama dengan Hidimbi dan Gatotkaca, setelah itu mereka melanjutkan tingkah laku.

Pembunuh Raksasa Baka

Bima bertarung dengan raksasa Baka.

Setelah melewati Hidimbawana, para Pandawa beserta ibunya tiba disebuah kota yang bernama Ekacakra. Di sana mereka menumpang di rumah keluarga brahmana. Pada suatu hari ketika Bima dan ibunya sedang sendiri, sementara keempat Pandawa lainnya pergi mengemis, brahmana pemilik rumah memberitahu mereka bahwa seorang raksasa yang bernama Bakasura meneror kota Ekacakra. Atas permohonan masyarakat desa, raksasa tersebut tamat mengganggu kota, namun sebaliknya seluruh masyarakat kota diharuskan untuk mempersembahkan konsumsi yang enak serta seorang manusia tiap minggunya. Kini, keluarga brahmana yang mengadakan tempat tinggal untuk mereka yang mendapat giliran untuk mempersembahkan salah seorang keluarganya. Mengalami rasa berhutang budi dengan kegunaan hati keluarga brahmana tersebut, Kunti berkata bahwa ia hendak menyerahkan Bima yang nantinya hendak membunuh raksasa Baka. Mulanya Yudistira sangsi, namun kemudiannya ia sepakat.

Pada hari yang telah dipilihkan, Bima membawa segerobak konsumsi ke gua Bakasura. Di sana ia menghabiskan konsumsi yang seharusnya dipersembahkan kepada sang raksasa. Bakasura mengalami rasa terhina atas akhlak Bima. Ia marah dan menyerang Bima. Setelah pertarungan berlangsung lama, Bima meremukkan tubuh Bakasura. Kemudian ia menyeret tubuh Bakasura sampai di pintu gerbang Ekacakra. Atas usaha Bima, kota Ekacakra dibuat menjadi tenang kembali. Ia dan keluarganya tinggal di sana sementara beberapa lama, sampai kemudiannya Pandawa memutuskan untuk pergi ke Kampilya, ibukota Kerajaan Panchala, karena mendengar cerita mengenai Dropadi dari seorang brahmana. Bima juga mempunyai anak dari Dropadi bernama Sutasoma, sedangkan anak dari pernikahannya dengan Putri Balandhara dari Kerajaan Kashi yaitu Sarwaga. Semua anak Bima gugur dalam Perang di Kurukshetra.

Bima dalam Bharatayuddha

Dalam perang di Kurukshetra, Bima bertindak menjadi komandan tentara Pandawa. Ia berperang dengan menggunakan senjata gada. Pada hari terakhir Bharatayuddha, Bima berkelahi melawan Duryodana dengan menggunakan senjata gada. Pertarungan berlangsung dengan sengit dan lama, sampai kemudiannya Kresna mengingatkan Bima bahwa ia telah bersumpah hendak mematahkan paha Duryodana. Seketika Bima mengayunkan gadanya ke arah paha Duryodana. Setelah pahanya diremukkan, Duryodana jatuh ke tanah, dan beberapa lama kemudian ia mati. Baladewa marah sampai berhasrat membunuh Bima, namun ditenangkan Kresna karena Bima hanya berhasrat menjalankan sumpahnya.

Bima dalam pewayangan Jawa

Bima menjadi tokoh wayang Jawa.

Sifat

Bima memiliki sifat gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur, serta menganggap semua orang sama derajatnya, sehingga dia digambarkan tidak sempat menggunakan bahasa halus (krama inggil) atau pun duduk di depan lawan bicaranya. Bima menjalankan kedua hal ini (bicara dengan bahasa krama inggil dan duduk) hanya ketika dibuat menjadi seorang resi dalam lakon Bima Suci, dan ketika dia bertemu dengan Dewaruci. Ia bijaksana jadi pemain gada, serta memiliki bermacam macam senjata, selang lain: Kuku Pancakenaka, Gada Rujakpala, Alugara, Bargawa (kapak besar), dan Bargawasta. Sedangkan jenis ajian yang dimilikinya selang lain: Aji Bandungbandawasa, Aji Ketuglindhu, Aji Bayubraja dan Aji Blabak Pangantol-antol.

Bima juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu: Gelung Pudaksategal, Pupuk Jarot Asem, Sumping Surengpati, Kelatbahu Candrakirana, ikat pinggang Nagabanda dan Celana Cinde Udaraga. Sedangkan beberapa anugerah dewata yang diterimanya selang lain: Kampuh atau Kain Poleng Bintuluaji, Gelang Candrakirana, Kalung Nagasasra, Sumping Surengpati dan Pupuk Pudak Jarot Asem.

Dalam proses mencari jati dirinya, Bima kerap diberi tugas oleh gurunya—yang sesungguhnya dipanas-panasi oleh para Korawa untuk membunuh Bima—yang terasa mustahil untuk dikerjakan, seperti mencari kayu gung susuhing angin dan cairan banyu perwitasari, yang kemudiannya membawa Bima bertemu dengan Dewaruci

Istri dan keturunan

Bima tinggal di kadipaten Jodipati, wilayah Indraprastha. Ia mempunyai tiga orang istri dan tiga orang anak, yaitu:

  1. Dewi Nagagini, berputra (mempunyai putra bernama) Arya Anantareja,
  2. Dewi Arimbi, berputra Raden Gatotkaca dan
  3. Dewi Urangayu, berputra Arya Anantasena.

Menurut versi Banyumas, Bima mempunyai satu istri lagi, yaitu Dewi Rekatawati, berputra Srenggini.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Smith, with a preface by Christopher Key Chapple (2009). The Bhagavad Gita (ed. Peringatan 25 tahun). Albany: State University of New York Press. hlm. 24. ISBN 9781438428420. 
  2. ^ Monier-Williams, Guna kata bhīma, Sanskritdictionary.com 
  3. ^ Monier-Williams, Guna kata vṛkodhara, Sanskritdictionary.com 
  4. ^ "Mahabharata Text". 
  5. ^ "Mahabharata Text". 
 
 
Leluhur
Candrawangsa
Pururawa · Ayu · Nahusa · Yayati · Pracinwan · Duswanta · Bharata · Hasti · Ajamida · Reksa · Sambarana · Kuru
 
Dinasti Kuru
(Korawa)
 
Dinasti Yadu
(Yadawa)
 
Resi dan sesepuh
 
 
Raja dan Permaisuri
 
Pangeran dan Putri
 
Brahmana
 
Kesatria
 
Lain-lain
 


Sumber :
indonesia-info.net, pasar.gilland-group.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dsb.