Kabupaten Gowa yaitu salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Sungguminasa. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.883,32 km² dan berpenduduk sebanyak ± 500.000 jiwa.
Sejarah
Mesjid di Gowa Tahun 1924
Dalam khasanah sejarah nasional, nama Gowa sudah tidak asing lagi. Mulai masa waktu seratus tahun ke-15, Kerajaan Gowa yaitu kerajaan maritim yang luhur pengaruhnya di perairan Nusantara. Bahkan dari kerajaan ini juga timbul nama pahlawan nasional yang bergelar Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI yang berani melakukan perang terhadap VOC Belanda pada tahun-tahun awal kolonialisasinya di Indonesia. Kerajaan Gowa memang kemudiannya takluk kepada Belanda lewat Perjanjian Bungaya. Namun meskipun menjadi kerajaan, Gowa tidak lagi berjaya, kerajaan ini mampu memberi warisan terbesarnya, yaitu Pelabuhan Makassar. Pelabuhan yang kemudian berkembang dibuat menjadi Kota Makassar ini dapat disebut anak kandungnya, sedangkan Kerajaan Gowa sendiri yaitu cikal bakal Kabupaten Gowa sekarang.
Kota Makassar lebih dikenal khalayak dibandingkan dengan Kabupaten Gowa. Padahal kenyataannya sampai sekarang Kabupaten Gowa ibaratnya masih dibuat menjadi ibu untuk kota ini. Kabupaten yang hanya berjarak tempuh sekitar 10 menit dari Kota Makassar ini memasok beberapa luhur kebutuhan landasan kehidupan kota. Mulai dari bahan material untuk pembangunan fisik, bahan pangan, terutama sayur-mayur, sampai arus cairan bersih dari Waduk Bili-bili.
Kekuatan Kabupaten Gowa menyuplai kebutuhan untuk daerah sekitarnya dikarenakan keadaan dunianya. Kabupaten seluas 1.883,32 kilometer persegi ini memiliki enam gunung, dimana yang tertinggi yaitu Gunung Bawakaraeng. Daerah ini juga dilintasi Sungai Jenebarang yang di daerah pertemuannya dengan Sungai Jenelata didirikan Waduk Bili-bili. Keuntungan dunia ini menjadikan tanah Gowa kaya hendak bahan galian, di samping tanahnya subur.
Pertambangan
Bahan-bahan galian golongan C di sepanjang Daerah Arus Sungai (DAS) Jenebarang, seperti pasir, batukali dan kerikil memakai agenda turun-temurun mampu memberikan nafkah untuk masyarakat sekitarnya. Kontribusi sektor ini dalam kegiatan ekonomi tahun 2000 nilainya mencapai Rp. 105,4 miliar atau 9,13 persen, namun sumbangan sektor ini terhadap kas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) cukup signifikan.
Pada tahun perkiraan 2001, Pemkab menargetkan Rp. 2,03 miliar dari pajak bahan galian golongan C untuk mengisi Perolehan Asli Daerah (PAD). Kegiatan penggalian memang cukup luhur karena selain tersedianya material dari DAS, juga telah tersedia batu gunung dan tanah liat. Truk-truk lalu-lalang mengangkut material ini di sepanjang jalan protokol yang menghubungkan Kabupaten Gowa dengan Kota Makassar.
Bahan galian memang mampu memberikan penghasilan yang luhur untuk kas Pemkab Gowa. Pos pajak ini mendominasi perolehan sampai mencapai 65 persen dalam PAD tahun perkiraan 2001 yang luhurnya Rp. 3,11 miliar.
Pertanian
Potensi Kabupaten Gowa yang sesungguhnya yaitu sektor pertanian. Pekerjaan utama masyarakat kabupaten yang pada tahun 2000 kemudian berpendapatan per kapita Rp. 2,09 juta ini yaitu bercocok tanam, dengan sub sektor pertanian tanaman pangan menjadi andalan. Sektor pertanian memberi kontribusi sebesar 45 persen atau senilai Rp. 515,2 miliar. Lahan persawahan yang tidak sampai 20 persen (3,640 hektar) dari total lahan kabupaten mampu memberikan hasil yang memadai. Dari bermacam produksi tanaman pertanian seperti padi dan palawija, tanaman hortikultura dibuat menjadi primadona.
Kecamatan-kecamatan yang telah tersedia di dataran tinggi seperti Parangloe, Bungaya dan terutama Tinggimoncong yaitu sentra penghasil sayur-mayur. Sayuran yang paling jumlah dibudidayakan yaitu kentang, kubis, sawi, bawang daun dan buncis. Per tahunnya hasil panen sayur-sayuran melebihi 5.000 ton. Sayuran dari Kabupaten Gowa mampu memenuhi market Kota Makassar dan sekitarnya, bahkan sampai ke Pulau Kalimantan dan Celaku menjalani Pelabuhan Parepare dan Pelabuhan Mamuju.
Selain bertani sayur yang memiliki masa tanam pendek, petani Gowa juga jumlah yang bertani tanaman umur panjang. Salah satunya yaitu tanaman markisa (Fassifora sp). Mengunjungi Makassar kurang afdol agaknya jikalau tidak membawa buah tangan sirup atau juice markisa. Jika kita melihat pemandangan di bandara atau pelabuhan, kebanyakan para yang hendak menjadi penumpang yang hendak meninggalkan Makassar membawa sari buah beraroma segar ini. Tanaman yang berasal dari daratan Amerika Selatan ini identik dengan Sulawesi Selatan. Desa Kanreapia, Kecamatan Tinggimoncong yaitu salah satu daerah penghasil markisa di Kabupaten Gowa. Sayangnya markisa yang rasa buahnya manis asam dan mampu menggerakkan industri kecil konsumsi dan minuman ini kini mulai kurang diminati petani. Menanam markisa memang tidak mudah, selain karena masa tanamnya panjang dan memerlukan perawatan khusus, seperti tinggi permukaan tanah, pupuk dan obat-obatan yang cukup mahal.
Selain itu harga markisa juga tidak stabil dan cenderung terus menurun. Tanaman merambat ini memiliki satu masa panen per tahun (November-Januari) dengan produksi sekitar 300.000 buah per hektar. Jika harga pada masa panen raya, satu kilo (kurang lebih 25 buah) hanya Rp. 500,- sampai Rp. 800,- sehingga para petani hanya menerima Rp 6,0 juta sampai Rp 9,6 juta per hektarnya. Keadaan ini yang mendorong luas tanam markisa terus menurun. Pada tahun 1996 terdapat 1.241 hektar dengan produksi 21.861 ton. Empat tahun kemudian luas tanam dibuat menjadi 854 hektar dengan produksi 7.189 ton. Petani jumlah pindah tanam dari markisa ke sayuran karena lebih pendek masa tanamnya.
Lihat pula
Sumber referensi
- ^ "Perpres No. 10 Tahun 2013". 2013-02-04. Retrieved 2013-02-15.
|
|---|
| | | Kecamatan | Bajeng • Bajeng Barat • Barombong • Biringbulu • Bontolempangan • Bontomarannu • Bontonompo • Bontonompo Selatan • Bungaya • Manuju • Pallangga • Pattallassang • Parangloe • Parigi • Somba Opu • Tinggimoncong • Tombolo Pao • Tompobulu | |
|---|
|
Sumber :
indonesia-info.net, pasar.gilland-group.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dan sebagainya.
